Mohon tunggu...
Aluska Alus
Aluska Alus Mohon Tunggu... -

the deeper wisdom bringing in its own way the special request to pass

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bule Hunter (Cara Sopan Menikmati Erotisme)

10 September 2014   17:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:06 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, mau siapapun itu, semua, tak terkecuali, memiliki pikiran erotis yang perlu pelampiasan. Kalau tidak akan membuat siapa pun itu menjadi aneh. Kalau tidak menjadi sangat puritan. Ya menjadi ,sebaliknya, sangat bermoral. Dan, tentu ada kelompok, menjadi yang paling tebesar, mencari cara yang sopan untuk melampiaskan keerotisan pikirannya.

Silahkan, untuk membantahnya, tapi bukankah disini juga menjadi ajang katalisator bagi pikiran pikiran erotis yang sekian lama mengendap. Erotisme yang terbungkus dalam berbagai bentuk  tulisan. Menuliskan erotisme yang tidak berani dimanifestasikan dalam hidup yang nyata. Atau yang tidak didapat di dunia nyata. Karena, masih dengan kekuatiran yang sama, di dunia nyata akan mudah di cap sebagai wanita tidak baik, cacat moral, jika berani membicarakan erotisme di tempat umum.

Tidak percaya? Perhatikan ketika arisan, ngumpul ngumpul, hang out di cafe, bukankah cerita yang nyerempet nyerempet, semi porno atau yang vulgar blas akan menimbulkan gelak tawa. Kegairanan. Kemudian ada yang malu malu hanya mendengarkan, ada yang menjadi biangnya. Ya, akan lebih banyak yang menjadi celetuker. Tapi, semua, puas dengan cara masing masing. Ya, pasti ada yang menggerutu, itu porno, tidak boleh, tapi tetap ketika sendirian kemudian mengulang sendiri cerita itu dengan fantasinya.

Apapun alasannya, untuk ilmu pengetahuan, berbagi pengetahuan, sebenarnya, silahkan jujur atau sekalian mendebatnya, semua itu hanya untuk memenuhi nafsu erotisme yang tersembunyi. Apakah untuk menambah kemahiran menulis, tidak juga. Lihat saja, berapa banyak tulisan mengenai seks sebagai pengetahuan, sebutlah akademis, tapi di kolom kolom komen jatuh jatuhnya juga mencandainya sebagai stimulan erotis.

Apalagi, memang ada, kanal kanal khusus disini yang memberi kesempatan untuk memuaskan pikiran erotis. Baik itu di kanal fiksi, maupun kanal lifestyle. Semua kanal, kalau mau, juga bisa digunakan untuk  memberi kesempatan untuk, mari jujur, bererotis ria. "Ngawur. Gak mungkin." Oh ya, cek komen komennya. Mau seserius apa pun artikel itu, kemudian ada saja yang memberi stimulan untuk memuaskan pikiran erotis, walau setipis apa pun. Jika bersambut, ya silahkan teruskan. Jika tidak, mohon tunggu kesempatan lain di artikel lain, dan jangan kuatir pasti ada yang muncul sebagai penstimulan, pelempar bola. Kemudian cekikik cekikik menjadi liar tapi terkendali.

Kita semua, tetap ingin disebut sebagai wanita baik baik. Juga para prianya ingin tetap disebut sebagai pria baik baik. Bermoral. Bukankah disini juga menjadi ajang cari jodoh. "Ya, enggaklah, gak seperti itu!" Ok. Bukankah disini juga untuk memuaskan erotis, "Ya enggaklah. Ngaco. Keterlaluan!" Ok. Apa disini hanya tempat untuk melatih diri menjadi menulis yang mahir? Apakah disini untuk menyalurkan bakat menulis? Apakah disini sebagai tempat untuk berekspresi secara baik baik? "Ya, seperti itu. Benar itu!" Ok

Bacalah buku buku psikologi, psikiatri tentang seks. Sigmund Freud sudah menyatakan, hasil penelitiannya, pikiran manusia itu adalah sepenuhnya tentang seks. Ya, seks. Erotisme. Segala sesuatu bisa menjadi penstimulan pikiran erotis. Tidak percaya? Kenapa kemudian ada anak bayi menjadi korban perkosaan. Kenapa ada nenek nenek yang diperkosa. Kenapa, baru baru ini, ada 4 biarawati, tua, ya tua, diperkosa? Apa yang menstimulan mereka sampai begitu joroknya tidak mampu menahan nafsu pikiran erotis mereka? Lebih, tepatnya, siapa? Siapa, yang perlahan lahan, hari demi hari menitipkan pikiran erotis dengan cara yang halus, sopan dan baik baik, sehingga yang membacanya secara tidak sadar menyimpan dalam memorinya. Apapun dan siapapun itu adalah penstimulan erotis namanya.

Ketidapuasan di kamar, ketidakpuasan dengan pasangan, ingin memuaskan erotisme yang ada dalam pikiran, menjadi terpuaskan pada era baru ini. Bukan lagi sembunyi sembunyi membaca buku buku porno, menikmati majalah pria dewasa. Setiap orang ingin memanifestasikan pikiran erotisnya untuk diketahui umum. Kalau bisa malah membagikannya. Bergelut melalui bacaan itu lebih sensasional. Tidak percaya lagi? Kemudian untuk apa tetap banyak majalah pria dewasa, buku buku semi atau porno sevulgarnya. Tapi, bukankah, lebih banyak yang terstimulan dengan yang soft, yang halus, yang sensualitasnya nanti diolah oleh fantasi fantasi di tempat tempat tersembunyi. Kepuasannya lebih dahsyat.

Secara moral, dibungkuslah berbagai pikiran erotis itu dengan cara yang sopan. Wanita baik baik, pria baik baik, berbagi erotisme dengan cara yang baik baik. Melalui tulisan "baik baik."

Awalnya, bangunlah citra yang baik baik dan bicarakanlah tentang erotismenya dengan sebaik baiknya. Apakah itu dengan alasan untuk berbagi, memberikan pengetahuan pada yang lainnya, tapi ujungnya bisa tetap bererotis ria, tanpa perlu menanggung citra sebagai wanita atau pria yang begajul, bejat. Kalau mau dilanjutkan, silahkan di inbox, atau melalui media sosial lainnya yang lebih terjamin privacynya. Semua tahu sama tahu, kalau ada yang ingin membuka rahasia, rahasianya juga akan dibuka. Sudah ada, kode etik, sekali lagi tahu sama tahu.

Tidak perlu mengaku, tapi berapa banyak malam malam, sampai dengan sukarela begadang setiap malam untuk cekakak cekikik disini. Cekakak cekikik soal yang lucu? Oh, tidak, tidak perlu mengaku, tetapi malam malam yang membuat addict, mampu begadang tiap malam, dikesunyian malam, adalah untuk cekakak cekikik yang nyerempet nyerempet erotisme bukan? Tanpa harus merasa bersalah. karena semua yang ikut adalah wanita dan pria baik baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun