Mohon tunggu...
Aluska Alus
Aluska Alus Mohon Tunggu... -

the deeper wisdom bringing in its own way the special request to pass

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bule Hunter (Cara Sopan Menikmati Erotisme)

10 September 2014   17:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:06 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ikut terkikik ketika mendengarkan cerita dari sekumpulan wanita amat dewasa tentang seorang teman mereka. Saya ada disitu secara tak sengaja. Tapi kenapa saya ada disitu bersama mereka itu tidak penting untuk dibahas.

Obrolan yang lebih pekat nuansa gossipnya, oleh para wanita itu, dengan apik dibungkus dengan simpati, keprihatinan. Tapi tetap saja itu adalah jenis pembicaraan yang dapat dikategorikan untuk memuaskan emosi sekumpulan wanita amat dewasa itu. Saya terkikik kikik mendengar cerita mereka, tapi juga lebih terkikik melihat emosi mereka yang telanjang. Jelaslah, saya terkikik karena para wanita itu dengan luwes dan sigap membumbuinya dengan celetukan yang nyerempet nyerempet. Bukan nyerempet lagi, tapi vulgar. Tidak apa apa, hanya untuk kalangan terbatas koq.

Ceritanya, mereka mempunyai seorang teman. Teman wanita yang di mata mereka tidak cantik. Mereka berusaha berbaik hati dengan memperbaiki kesan mereka terhadap wanita yang menjadi objek gossip dengan mengatakan teman mereka itu eksotik. Bukan eksotik di mata mereka, tapi di mata para bule.

Para wanita, yang mengkategorikan diri sebagai sekumpulan wanita dewasa yang baik baik itu, kelihatan serius membahas teman wanita mereka itu. Seperti hujan di tengah siang bolong, teman wanita mereka, yang sempat hilang bertahun tahun itu, tiba tiba menghubungi salah seorang di antara mereka. Mereka berkumpul di cafe yang nyaman sambil menyesap juice yang sehat, tidak ada yang merokok, tubuh dan wajah mereka masing masing kelihatan terawat dengan baik, dan mulut mereka sibuk melemparkan cerita tentang wanita itu yang dibungkus apik dengan simpati.

Kisah wanita itu, menurut mereka, cukup "tragis". Sementara, teman temannya masih menyimpan kekaguman pada teman teman pria mereka dengan paling berani hanya menulis di buku diary, atau saling curhat saat keluar main. Wanita, teman mereka itu, sudah bertualang dengan pria bule. Wanita itu sendiri yang menceritakan petualangannya dengan pria pria bule. Jadi, itu bukan gossip.

Bayangkan, pada tahun tahun seumuran para wanita itu bersekolah SMA, berkeliaran di hotel mencari bule akan dianggap wanita nakal, super nakal. Kasarnya, dapat disamakan dengan pelacur. Rasanya, sampai sekarang juga demikian.

Singkat cerita, wanita itu sampai berhenti sekolah. Mereka berusaha mengenang, "mungkin dikeluarkan", tapi mereka enggan membahas soal itu. Yang pasti, teman mereka tidak menyelesaikan SMAnya. Ya, mungkin karena kepala sekolah kemudian tahu petualangannya dengan pria bule.

Sampai kemudian teman teman si wanita itu terkejut, wanita yang secara bisik bisik dan juga dalam hati mereka hujat sebagai wanita murahan, walau tentu di depannya mereka tetap bisa bermanis muka, ternyata menikah dengan bule. Tidak main main, bule itu memiliki jabatan di oil company. Terlihat dari rumahnya yang berada di daerah elite, mobilnya. Tentu terlihat nyata melalui perhiasaan yang dipakainya yang bukan kelas Monet. Berlian asli diikat dengan emas.

Mereka, beberapa kali, diundang ke rumah teman mereka itu. Diam diam mereka tak mampu menutup perasaan iri, cemburu, bahkan mungkin dengki. Bagaimana mungkin wanita yang sejak muda "liar" di mata mereka mendapat keberuntungan yang bahkan hanya mampu diimpiankan oleh para wanita yang selama hidupnya telah menjaga moralitas sebagai wanita baik baik. Bermoral.

Wanita itu sekarang hidup mewah Menjadi wanita terhormat. Punya beberapa anak. Cantik dan ganteng. Indo. Setiap tahun, beberapa kali, selalu liburan di tempat tempat yang bagi orang Indonesia kebanyakan tidak akan berani dihadirkan dalam impian sekalipun. Semua itu mereka saksikan melalui foto foto di album dan rekaman video yang mereka tonton bersama di rumah wanita itu. Mungkin, diam diam, para wanita baik baik itu merasa shock. Mereka yang hidup baik baik malah harus berhemat ini itu demi keluarga mereka. Sudah senang bisa ke Puncak dan Bandung, paling jauh Bali. Sementara, wanita liar di mata mereka menjelma menjadi wanita terhormat.

Mungkin, lebih mengacaukan emosi para wanita yg seumur hidup berusaha menjadi wanita baik baik di mata orang tua, sanak saudara, lingkungan RT, mereka mendapatkan suami teman mereka itu terlihat begitu mencintainya. "Tidak tahukah pria itu betapa jahanamnya hidup istrinya sejak SMA," mungkin, begitu rutuk mereka di dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun