Rika duduk di meja belajarnya, menggigit kuku dengan gelisah. Jam menunjukkan pukul 23.45, dan suara kucing mengeong di luar jendela menambah rasa tidak nyaman. Apartemen kecilnya terasa semakin sempit malam ini. Seharusnya ia sudah tidur, tapi pikirannya terus berputar, menghantarkan gelombang kecemasan yang tak kunjung reda.
Hari ini di kampus, teman-temannya bercerita tentang sebuah mitos. Mitos yang mengatakan bahwa memotong kuku di tengah malam bisa membawa nasib buruk, bahkan kematian. Rika tak percaya takhayul, tapi cerita itu terus membayangi pikirannya, menambah ketegangan yang sudah ada.
Tiba-tiba, ia merasa kuku-kukunya sudah terlalu panjang. Ia butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dari cerita menakutkan itu. Tanpa pikir panjang, ia mengambil gunting kuku dari laci meja. "Ini cuma omong kosong," pikirnya, mencoba meyakinkan diri sendiri.
Dengan tangan gemetar, Rika mulai memotong kuku-kukunya satu per satu. Suara "klik" dari gunting kuku terasa begitu keras di kesunyian malam. Setiap potongan kuku yang jatuh ke lantai membuatnya semakin gelisah. "Hanya beberapa menit lagi," bisiknya pelan, mencoba menenangkan diri.
Saat ia memotong kuku terakhir di tangan kanannya, tiba-tiba lampu di apartemennya berkedip. Rika tersentak, hampir menjatuhkan gunting kuku. "Hanya listrik yang tidak stabil," katanya pada dirinya sendiri. Namun, suara ketukan pelan di pintu depan membuat jantungnya berdetak lebih kencang.
"Siapa di luar sana?" tanya Rika dengan suara bergetar. Tidak ada jawaban. Ketukan itu terdengar lagi, lebih keras kali ini. Rika berdiri, dengan hati-hati berjalan menuju pintu. Melalui lubang intip, ia tidak melihat siapa pun di luar. Namun, perasaan aneh menyelimutinya, seolah ada seseorang yang mengawasinya.
Rika memutuskan untuk tidak membuka pintu. Ia kembali ke meja belajarnya, berusaha melanjutkan rutinitasnya. Namun, perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya. Ia merasa ada yang tidak beres, seolah ada sesuatu yang mengintainya.
Suara langkah kaki samar terdengar dari luar jendela. Rika menoleh dengan cepat, tetapi tidak melihat apa-apa. "Mungkin hanya perasaanku saja," pikirnya. Tapi suara itu semakin mendekat, membuatnya merinding.
Tiba-tiba, bayangan hitam besar muncul di jendela. Rika tersentak mundur, menjatuhkan kursinya. Bayangan itu bergerak perlahan, seolah mencari sesuatu. Jantung Rika berdetak kencang, dan ia merasakan ketakutan yang begitu mendalam. Ia ingin berteriak, tapi suaranya seakan tercekat di tenggorokan.
Rika mencoba menenangkan diri. Ia menarik napas dalam-dalam, berharap bayangan itu hanya ilusi semata. Namun, suara langkah kaki semakin keras, dan bayangan itu semakin jelas. Rika merasa seolah berada dalam mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.
Dalam ketakutannya, Rika mengambil ponsel dan mencoba menghubungi teman-temannya. Namun, sinyal ponselnya hilang. "Apa yang terjadi?" pikirnya panik. Ia mencoba menyalakan kembali lampu, tapi lampu tetap padam. Hanya cahaya remang-remang dari luar yang masuk melalui jendela.
Bayangan itu kini bergerak mendekati pintu. Rika tahu ia harus berbuat sesuatu. Ia mengambil benda apa saja yang bisa dijadikan senjata, termasuk gunting kuku yang tadi digunakannya. Dengan hati-hati, ia mendekati pintu, bersiap menghadapi apa pun yang ada di luar sana.
Rika berdiri di depan pintu, berusaha menenangkan napasnya yang memburu. Dengan tangan gemetar, ia membuka kunci pintu perlahan-lahan. Ketika pintu terbuka, ia tidak melihat apa-apa kecuali kegelapan. Namun, perasaan mengerikan itu masih ada.
Tiba-tiba, sebuah tangan dingin mencengkeram pergelangan tangannya. Rika menjerit, mencoba melepaskan diri. Dari kegelapan, muncul sosok tinggi dengan wajah pucat dan mata kosong. "Kau memotong kuku di tengah malam," suara itu berbisik, membuat darah Rika membeku.
Sosok itu menarik Rika keluar, membawanya ke dalam kegelapan. Rika berteriak, meronta-ronta, tapi cengkeraman itu terlalu kuat. Di tengah ketakutannya, ia teringat akan gunting kuku yang digenggamnya. Dengan sekuat tenaga, ia menusukkan gunting itu ke tangan yang mencengkeramnya.
Sosok itu mengerang kesakitan, melepaskan cengkeramannya. Rika berlari secepat mungkin, masuk kembali ke dalam apartemennya dan mengunci pintu. Napasnya tersengal-sengal, tapi ia tahu ini belum berakhir. Ia bisa mendengar suara sosok itu meronta di luar.
Tanpa berpikir panjang, Rika mengambil semua barang yang bisa digunakan untuk menghalangi pintu. Ia mendorong meja, kursi, dan apa saja yang ada di dekatnya. Namun, suara dentuman keras dari luar membuatnya sadar bahwa sosok itu tidak akan menyerah begitu saja.
Rika merasakan keputusasaan. Ia mencoba mengingat segala hal yang pernah didengarnya tentang mengusir roh jahat. Dalam keputusasaannya, ia mulai membaca doa-doa, berharap bisa mengusir sosok mengerikan itu.
Saat Rika berdoa, suara di luar semakin keras. Pintu bergetar, seolah akan roboh kapan saja. Namun, tiba-tiba semuanya terdiam. Rika membuka matanya perlahan, mencoba memahami apa yang terjadi. Apakah doanya berhasil?
Dengan hati-hati, Rika mendekati pintu. Tidak ada suara, tidak ada gerakan. Ia memberanikan diri untuk melihat melalui lubang intip. Yang dilihatnya hanyalah kegelapan. Rika membuka pintu perlahan, memastikan bahwa sosok itu sudah pergi.
Namun, ketika ia melangkah keluar, ia melihat sesuatu yang mengerikan. Di lantai, terdapat jejak darah, mengarah ke tangga. Rika mengikuti jejak itu, meskipun hatinya penuh dengan ketakutan. Jejak itu berakhir di pintu apartemen tetangganya, yang selalu tertutup rapat.
Rika mengetuk pintu dengan ragu-ragu. Tidak ada jawaban. Ia mencoba membuka pintu, dan terkejut menemukan pintu itu tidak terkunci. Dengan hati-hati, ia masuk ke dalam apartemen yang gelap dan sunyi. Di sana, ia menemukan hal yang tidak pernah dibayangkannya.
Di tengah ruangan, terdapat seorang wanita tua dengan wajah pucat dan mata kosong, mirip dengan sosok yang mencengkeramnya tadi. Di tangannya, terdapat gunting kuku berlumuran darah. Wanita itu tersenyum mengerikan, menunjukkan kuku-kukunya yang patah dan berdarah.
"Kau memotong kuku di tengah malam," wanita itu berbisik dengan suara serak. "Sekarang kau harus membayar harganya." Rika merasa dunia berputar di sekelilingnya. Ia ingin lari, tapi kakinya terasa kaku.
Wanita tua itu mendekati Rika dengan langkah pelan namun pasti. Rika merasa ketakutan yang luar biasa. Namun, dalam kepanikannya, ia melihat pintu keluar di belakang wanita itu. Dengan keberanian yang tersisa, Rika berlari secepat mungkin, melewati wanita tua itu dan keluar dari apartemen.
Ia berlari tanpa henti, keluar dari gedung apartemen, dan menuju jalanan yang sepi. Rika tidak peduli ke mana ia pergi, yang penting ia bisa menjauh dari teror itu. Akhirnya, ia berhenti di sebuah taman kecil, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal-sengal.
Rika duduk di bangku taman, mencoba memahami apa yang baru saja dialaminya. Apakah itu nyata atau hanya mimpi buruk? Ia melihat sekeliling, memastikan tidak ada sosok mengerikan yang mengikutinya. Tapi ketakutan itu masih ada, menghantui pikirannya.
Saat ia meraba saku, ia menemukan gunting kuku yang tadi digunakannya. Gunting itu kini bersih, tanpa jejak darah. Rika merasa bingung dan ketakutan. Apakah semua ini hanya imajinasi? Atau ada sesuatu yang lebih dalam dan gelap yang mengintai?
Sambil menatap langit malam yang gelap, Rika berjanji tidak akan pernah memotong kuku di tengah malam lagi. Namun, ia tahu, bayangan mengerikan itu mungkin masih ada di luar sana, menunggunya lengah. Ia memutuskan untuk pulang, berharap bisa melupakan malam mengerikan ini. Namun, saat ia melangkah kembali menuju apartemennya, bayangan gelap itu tampak mengikuti dari kejauhan, mengingatkannya bahwa teror malam itu mungkin belum berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H