"Kamu jahat...!!!" teriak hatiku marah.
"Aku...? Jahat...?" sahut otakku heran.
"Ya... Kamu jahat. Kau biarkan aku terluka, kecewa, sakit ...!" tukas hatiku cepat.
"Aneh... Bukankah aku sudah sering kali mengingatkan? Kamu sendiri yang tak mau mendengar," otakku masih mencoba bersabar.
"Iya... Tapi...,"hatiku kehilangan kata-kata. Mulai terisak. Isak yang begitu kering. Tanpa embun.
"Berhentilah bermain dengan perasaan. Beginilah akibatnya. Dibodohi, dikecewakan..."
Otakku mulai membujuk.
"Aku tak menyangka, ternyata dia tidak menyayangiku." lirih hatiku bergumam.
"Hai... Dia tidak menyayangimu? Yang benar saja. Dia sangat menyayangimu. Itulah sebabnya dia menghindar. Dia tak ingin membuatmu terperangkap si hasrat gila," hati kecilku yang sedari tadi diam menyahut cepat-cepat.
Hening.
"Rasanya memang benar begitu," otakku ikut mendukung.
Kembali hening.
Otak memerintahkan kepalaku untuk mendongak. Agar mataku bisa melihat langit temaram senja itu.