Mohon tunggu...
Altito Asmoro
Altito Asmoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anak Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Analisis Perbandingan Novel "Melisa 3: Mengejar Cita" dan "Lukisan Hujan" Sebagai Perbandingan Sastra 1980-an dan Sastra 2000-an

18 Juli 2024   18:30 Diperbarui: 18 Juli 2024   18:58 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Novel "Lukisan Hujan" merupakan novel bertemakan realistis -- romantis yang ditulis oleh Sitta Karina, dan termasuk dalam seri Keluarga Hanafiah, dimana berbagai tokoh dengan nama belakang Hanafiah dan tokoh -- tokoh yang berhubungan dengan mereka terlibat dalam novel -- novel lainnya dan diterbitkan oleh Terrant Books. 

Sedangkan novel "Melisa 3: Mengejar Cita"  merupakan novel yang juga bertemakan realistis -- romantic dan ditulis oleh S.Mara Gd, serta diterbitkan oleh PT Gramedia. 

Kedua novel diatas akan dibandingkan dan dianalisis berdasarkan struktur dan karakteristik kisah percintaan mereka dan seberapa banyak perbedaan antara kisah percintaan pada tahun 80-an dengan tahun 2000-an.

Sebelum membandingkan dua novel diatas, pertama kita harus mengetahui apa itu sastra remaja. Sastra remaja disini adalah sastra yang dibaca remaja dengan bimbingan dan pengarahan seperlunya dari remaja atau orang dewasa. 

Karya sastra remaja di Indonesia didominasi oleh karya bergenre realistis seperti Teenlit yang kisahnya seputar dunia remaja, walaupun ada sebagian kecil yang berorientasi ke genre fantasi. Itulah yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai peluang untuk mengembangkan dunia sastra remaja kita. Meskipun begitu, banyak justifikasi mengenai karya remaja tersebut. 

Pertama, remaja merupakan individu yang potensial, tetapi tak banyak diperhitungkan oleh berbagai pihak penerbitan karena mereka cenderung terpaku pada penulis- penulis yang telah tersohor. 

Kedua, tema yang diangkat dalam Teenlit merupakan tema sederhana yang pasti akan lebih baik apabila penulisnya adalah dari kalangan remaja sendiri. 

Ketiga, penerbit merupakan tonggak dari popularitas karya sastra. Selain itu, perbedaan periode memberikan bahan -- bahan analisis yang berbeda karena berkembangnya masyarakat secara sosial dan budaya selama 20 tahun

Sekarang novel "Melisa 3: Mengejar Cita" dan "Lukisan Hujan" akan dianalisis berdasarkan perbedaan periode selama 20 tahun dan kisah percintaan mereka, dan perbedaan -- perbedaan utama dalam 20 tahun perkembangan tersebut. 

Pertama kali, perkembangan percintaan remaja pada tahun 80-an dan 2000-an memiliki perbedaan cukup besar dan terutama pada konflik percintaan. Jika pada tahun 2000-an konflik percintaan biasanya berpusat diantara dua tokoh utama (laki -- laki dan perempuan) dan satu/dua rival dalam percintaan (bisa sahabat salah satu tokoh utama, mantan kekasih, atau mempunyai hubungan persahabatan dengan keluarga salah satu tokoh), maka pada tahun 80-an lingkup percintaan lebih antara sahabat satu sama lain, sehingga disaat yang sama menjadikan lingkup konflik dalam percintaan lebih kecil dan tidak akan melebar. 

Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan ini tidak terlalu besar dikarenakan unsur -- unsur percintaan pada dua periode diatas memiliki perbedaan yang lebih besar, yakni pada bumbu -- bumbu percintaan. 

Pada periode 80-an pergolakan cinta tidak menegangkan dan biasanya jika memang ada konflik lebih disebabkan karena perilaku satu atau lebih tokoh dalam hubungan tersebut. Namun pada periode 2000-an pergolakan cinta dirongrong oleh pihak luar, yang disini digambarkan sebagai mantan salah satu tokoh, sahabat salah satu tokoh, atau keluarga salah satu tokoh.

Sebagai contoh, pada novel "Lukisan Hujan" digambarkan bahwa konflik cinta Sisy dan Diaz adalah rongrongan dari Anggia dan Igo, dimana Anggia merupakan mantan kekasih Diaz yang selingkuh dengan orang lain namun tetap berharap memiliki Diaz karena Diaz adalah pribadi yang lebih stabil dan mampu mandiri, jika dibandingkan dengan selingkuhannya yang dianggap lebih seperti mainan, maka dia menganggap Diaz sebagai seseorang yang harus dijadikan pasangan hidup. 

Sedangkan Igo adalah sahabat setia Diaz, dia bisa dianggap sebagai seseorang dengan kepribadian yang berbeda 180 derajat, karena dia lebih suka clubbing, lebih populer, tidak bersikap dingin, kaku, dan plin -- plan kepada perempuan. Igo menganggap bahwa dia bisa mengambil hati Sisy dan melakukan kerja sama dengan Anggia agar mereka bisa merebut pujaan hati mereka, namun usaha itu gagal karena Diaz dan Sisy telah jatuh cinta satu sama lain. Igo merelakan sedangkan Anggia pada akhirnya merelakan walaupun tidak secara ikhlas.

 Sedangkan dalam novel "Melisa 3: Mengejar Cita" Melisa digambarkan masih sakit hati atas sikap Iwan, mantan kekasihnya sehingga dia menutup pintu hatinya terhadap semua pria yang berusaha untuk mendekatinya. 

Walaupun begitu, Pak Fachruddin, yang merupakan atasan Melisa memiliki kesukaan terhadap Melisa yang dianggapnya bagus dalam pelayanan. Disini konteks pelayanan yang dimaksud adalah pekerjaan Melisa dan posisi Pak Fachruddin, dimana Melisa adalah seorang pelayan di hotel tempat Pak Fachruddin menjadi salah satu investor dan eksekutif. 

Dibandingkan dengan eksekutif lainnya Pak Fachruddin lebih memusatkan perhatian pada pekerjaan, manajemen, dan pelayanan hotel dan staf hotel terhadap orang -- orang yang dilayani di dalam hotel. Pak Fachruddin merasa puas dengan servis pelayanan Melisa, namun Melisa masih menganggapnya sebagai atasan saja. Walaupun begitu, sepertinya benih -- benih cinta sudah ada.

Seperti yang dibahas di dua novel diatas, perbandingan kehidupan juga bisa dibahas, karena Melisa dan Sisy lahir di keluarga yang bisa dianggap cukup dari segi kekayaan. Melisa ayahnya adalah seorang pengusaha real estate dan Sisy lahir dari keluarga yang bisa memberikannya mobil untuk transportasi dari rumah ke sekolah dan atau ke tempat -- tempat lainnya. 

Melisa menyembunyikan identitas kekayaannya untuk merasakan pekerjaan di dunia nyata adalah salah satu poin plus dari dirinya, sedangkan Sisy tidak terlalu heboh dari segi pembelanjaan barang -- barang di mal atau pusat perbelanjaan. 

Diaz dan Pak Fachruddin juga memiliki kesamaan, diantaranya memiliki rentang usia yang jauh jika dibandingkan dengan Sisy dan Melisa. Diaz dan Pak Fachruddin juga lebih menyukai kepribadian dibandingkan dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang lain, memilih kompetensi mereka dalam melakukan pekerjaan dibandingkan dengan koneksi -- koneksi yang biasanya digunakan. 

Disaat yang sama, mereka berdua memiliki kepribadian yang bertolak belakang dimana Pak Fachruddin sangat bersahabat, baik, namun memang agak sedikit mudah dalam menyatakan pendapatnya, sedangkan untuk Diaz dia memiliki kepribadian yang juga baik dan bersahabat, namun sayangnya kepribadian tersebut berada dibawah kepribadiannya yang dingin dan tidak bersahabat. Namun memang untuk Diaz harus didekati terlebih dahulu agar mau membuka kepribadiannya yang sebenarnya.

Kehidupan orang kaya juga menjadi salah satu unsur di kedua novel diatas karena Diaz dan Sisy digambarkan sebagai memiliki teman dan saudara yang lebih kaya, untuk di kasus Diaz dia berasal dari keluarga yang kaya dan memiliki saudara dan saudari yang kaya, namun orangtuanya tidak terlalu terlibat dalam bisnis -- bisnis keluarga mereka dan lebih memilih untuk hidup sederhana.

Diaz tidak terlihat sebagai orang yang memaksakan menggunakan kekayaan maupun pengaruh keluarganya. Dibandingkan dengan Pak Fachruddin yang memang memperlihatkan kekayaannya karena dia seorang pengusaha, eksekutif hotel, dan investor. Melisa yang seorang kaya dan Sisy yang walaupun tidak kaya tidak bisa dianggap miskin juga tidak mengumbar kekayaan mereka, mungkin dikarenakan didikan orang tua.

Sebagai kesimpulan, kedua perbandingan diatas memiliki kelebihan dan kekurangan, dan menjelaskan dengan jelas perbedaan kehidupan periode 80-an dan periode 2000-an. Oleh karena itu, analisis perbandingan kedua novel diatas, novel 80-an dan novel 2000-an bisa dianggap sebagai perbandingan yang cukup bagus.

Daftar Pustaka :

 

Sarumpaet, Riris K. Toha. (2009). Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Karina, Sitta. (2004). Lukisan Hujan. Jakarta: Terrant Books.

Mara Gd, S. (1989). Melisa 3 : Mengejar Cita. Jakarta: Gramedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun