Mohon tunggu...
Altito Asmoro
Altito Asmoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anak Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa

8 Juli 2024   12:21 Diperbarui: 8 Juli 2024   12:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Sinopsis (Rangkuman)

            Di Paris Hanum dan Rangga menemui Marion Latimer di Saint Michel. Setelah bertemu, Hanum merasa heran karena jarang melihat orang asli Eropa yang memakai jilbab seperti Marion, yang selama ini hanya dikenal lewat e-mail selama kurang dari sebulan. Kemudian Marion mengajak Hanum dan Ranga menuju mobilnya untuk di antar ke hotel.

            Keesokan harinya Marion menjemput Hanum untuk jalan-jalan, karena Rangga harus menghadiri konferensi seharian. Dari beberapa tempat yang di ajukan Marion, Hanum lebih memilih untuk mengunjungi Museum Louvre. Ternyata di sana penuh misteri. Seperti tulisan Kufic pada piring kuno yang berarti "Ilmu pengetahuan itu pahit di awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya". 

Dan tulisan Kufic artistik di pusat lingkaran sebuah piring putih tulang, yang berarti "Janganlah menelantarkan harapan, perjuangan masih panjang". Piring itu adalah hadiah untuk seorang dari Khurasan Iran tahun 1100. Serta tulisan Pseudo-Kufic di hijab Bunda Maria yang bertuliskan "Laa Illa ha Illallah". Yang sebenarnya tulisan tersebut masih enjadi topik controversial.

Jarum pendek sudah menunjuk ke angka 3. Marion mengajak Hanum untuk makan siang di Voici la place, serta shalat Zuhur di Le Grande Mosquee de Paris. Mereka naik kereta bawah tanah. Tiba-tiba ini semua mengingatkan Hanum pada pengalaman menaiki bus Trans Jakarta menuju stasiun kota beberapa hari lalu untuk membeli baju hangat di Mangga Dua. Untuk mengurangi kemecetan Jakarta, ia menggunakan bus Trans Jakarta. 

Tapi sia-sia, niatnya untuk mengurangi kemacetan Jakarta kandas dengan sukses. Segera ia turun dari bus, lalu meneruskan perjalanan dengan ojek. Sialnya, baju hangat yang ia buru, tak berhasil di dapat karena tokonya terlanjur tutup 10 menit sebelum Hanum datang.

            Waktupun berlalu, akhirnya mereka sampai di Voici la place. Hanum segera shalat dan Marion karena sedang tidak shalat, ia menunggu di kafe ujung jalan. Meski bahwa hari itu sedikit terik, tak di lihatnya para turis perempuan yang berbaju minim atau seksi. Marion menjelaskan bahwa masjid ini di bangun untuk mengenang ratusan ribu tentara muslim yang gugur membela Prancis saat perang dunia pertama. Dan fakta yang terbantahkan adalah bahwa masjid ini pernah menyelamatkan ratusan orang Yahudi.

            Saat makan malam, tiba-tiba Rangga menghubungi Hanum dan mengatakan bahwa ia ingin ikut jalan-jalan selesai konferensi nanti. 30 menit lagi mereka bertemu di depan pintu Gereja Notre Dame. Setelah bertemu Hanum menjelaskan pada Rangga bahwa Paris tak sekedar Eiffel dan Louvre. Ada misteri peradaban Islam yang membuat Paris semaju ini.

            Tak lama kemudian Marion berpamitan kepada Hanum dan Rangga. Marion memeluk Hanum erat-erat, lalu menghilang cepat di antara turis-turis dan gelapnya malam.

            Mereka memiliki kebiasaan membawa bekal makan siang dari rumah, karena mencari menu yang tak bercampur babi di kantin kampus bukanlah perkara mudah, kalaupun ada pilihannya Cuma vegetarian, itupun harganya mahal.

            Al hasil masakan khas Indonesia seperti rendang, opor, hingga gulai kari kerap menjadi hidangan siang mereka. Sebelum di makan biasanya di panasi dalam microwave. Tetapi suatu saat, terdapat kertas yang di temple di badan microwave dan kulkas kantor. Betapa terkejutnya Rangga karena kertas itu bertuliskan "Please no more curry or masala in the microwave and cooler!" sebuah peringatan yang sudah pasti hanya di tujukan untuk Rangga dan Khan, muslim kolega Rangga dari India. Dan Rangga langsung berfikir bahwa ini semua pasti ulah Maarja. Tapi, Rangga memutuskan unuk mengalah, dan tak menggunakan microwave untuk menghangatkan bekal makan siang lagi.

            Di Schatzkammer, mereka terpana melihat pemandangan di depan mata, benda-benda pustaka bersepuh emas dan berlian lengsung menyambut kedatangan kami di pintu masuk Schatzkammer Museum. Satu jam mereka mengitari pelosok-pelosok ruang Schatzkammer, kebosananpun melanda.

            Pada paaagi hari, Hanum mendapatkan telepon dari ayahnya yaitu Amien Rais, ia bertanya pada Hanum tentang hikmah yang Hanum ambil dari kehidupannya, sudah berapa Negara yang ia kunjungi, tapi Hanum hanya menjawab pertanyaan itu dengan asal karena di Eropa masih pagi-pagi buta. Tiba-tiba ayahnya berpesan, "Kalau ada waktu, wakililah bapakmu menyaksikan Corboda dan Granada, bapak belum pernah kesana." Lalu beliau segera menutup telepon.

            Tiba-tiba Hanum merasa bersalah pada ayahnya karena telah merasa terganggu pada telepon pagi-pagi buta itu. Selepas shalat Subuh berjamaah dengan Rangga, Hanum membuka komputer tebletnya. Berburu tiket paling murah pada Juni 2010, saat liburan musim panas di kampus Rangga.

B. Analisis Unsur Intrinsik

1. Tema

Pengalaman menapk jejak Islam di Eropa.

2. Tokoh

Tokoh utama: Hanum Salsabiela, Rangga Almahendra.

Tokoh tambahan: Marion Latimer, Maarja, Stevan, Amien Rais.

Protagonis: Hanum, Rangga.

Antagonis: Maarja, Stevan.

Tritagonis: Marion, Amien Rais.

3. Perwatakan 

Tidak langsung

* Dialog tokoh:

Marion: ramah, baik hati ("jangan khawatir Hanum, aku akan mengajakmu jalan-jalan mengenal sisi lain dari kota Paris, yang pasti akan membuatnya jatuh cinta dengan agamamu")

Maarja: tidak menghargai orang lain (dengan menempel tulisan "Pease no more or masala in microwave and cooler!" yang ditujukan untuk Rangga dan Khan).

* Cara berpakaian:

Marion : berhijab.

Para turis: tidak ada yang berpakaian minim / seksi.

* Cara berbicara:

Marion: ramah ("tu dois etre Hanum et tu dois etre Rangga," kata Marion sambil menjulurkan tangannya pada Hanum dan Rangga engan sangat akrab, seperti telah lama berkenalan).

Rangga : sopan, bijaksana ("Kalau Tuhan ternyata tidak ada...nothing to lose, toh aku tidak kehilangan apapun di dunia ini. Setidaknya aku bahagia ada 'perasaan' yang membuatku menjalani hidup dengan baik, tenang, damai, tanpa was-was. Itu saja...")

Stevan : asal bicara ("Agamamu kurang realistis. Kenapa agamamu menyiksa umatnya dengan berbagai macam kewajiban?").

* Tingkah laku:

Maarja: tidak menghargai orang lain (dengan menempel tulisan "Pease no more or masala in microwave and cooler!" yang ditujukan untuk Rangga dan Khan).

Rangga: bijaksana, karena dia lebih memilih untuk mengalah daripada memperkeruh suasana.

Marion: ramah, baik hati, karena dia mengajak Hanum jalan-jalan mengenal sisi lain dari kota Paris, yang pasti akan membuatnya jatuh cinta dengan agamanya.

* Lingkungan sekeliling:

Ramai.

* Cara menyelesaikan masalah:

Rangga: menyelesaikan masalah dengan sabar.

4. Latar

Waktu: pagi, siang, sore, malam, Juni 2010, libur musim panas.

Tempat: Paris, Museum Louvre, Voici la plate, Le Grade Mosquee de Paris, Gereja Notre Dame, Kampus, Kantor.

Suasana: Ramai.

5. Alur

Maju mundur.

6. Tahapan Alur

v Pengenalan:

Di Eropa selama 3 tahun menjadi arena menjelajah Eropa dan segala isinya. Untuk pertama kalinya, Hanum merasakan hidup di Negara tempat Islam menjadi minoritas . Pengalaman yang makin memperkaya dimensi spiritual untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda.

v Konflik:

Tentang adanya Tuhan.

v Klimaks:

Saat Rangga berpuasa, Stevan tidak percaya ada manusia yang mampu bertahan tanpa makan dan minum selama 15 jam setiap hari selama 30 hari, dan ia pun mengatakan. "Agamamu kurang realistis. Kenapa agamamu menyiksa umatnya dengan segala macam kewajiban? Kalau memang Tuhan itu ada, kalau memang Tuhan itu pemurah, kenapa dia menganiaya kalian semua dengan kesulitan itu? Kau harus sembahyang 5 kali sehari. Kau harus berpuasa sebulan setahun. Kau harus pergi haji, berpanas-panasan dan berdesak-desakan seperti yang kulihat di TV. Kenapa harus begitu? Dan kenapa kau harus mau? Itu tidak logis!".

v Anti klimaks:

Jika Rangga mengakui pangandaian Stevan, itu berarti dia telah mengingkari ikrar pertamanya sebelum lahir di bumi ini, ketika malaikat membisikan untuk bersyahadat di dalam rahim ibunya. Sebuah kontrak suci untuk percaya pada Tuhan, hanya satu Allah. Dan kini ikrar suci itu ditantang oleh sosok pemuda yang tengah duduk dengan 2 botol bir di depannya. Manusia yang lebih mempercayai kontrak dengan perusahaan asuransi dibandingkan kontrak suci antara manusia dengan pencipta-Nya.

v Peleraian & penyelesaian:

Susah memang berbicara tantang Tuhan pada orang yang sejak lahir tak pernah mengenal agama, batin Rangga. Lalu Rangga pun mengatakan "Kalau Tuhan ternyata tidak ada...nothing to lose, toh aku tidak kehilangan apapun di dunia ini. Setidaknya aku bahagia ada 'perasaan' yang membuatku menjalani hidup dengan baik, tenang, damai, tanpa was-was. Aku tak ingin menyesal pada hari tuaku, bahwa hidupku hanya kuhabiskan dengan kesia-siaan. Itu saja...". 6 bulan setelah Stevan lulus menjadi Ph.D., dia mengirimkan surat elektronik pendek kepada Rangga. Rangga, my friend. I think I now believe in God. That's it. But not interested into a religion. Maybe one day...

7. Amanat

Ilmu pengetahuan itu pahit di awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya.

Janganlah menelantarkan ilmu, perjuangan masih panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun