BPMS: Transformasi Digital yang Mengubah Dinamika Organisasi Modern
Dalam era digital yang semakin kompetitif, organisasi menghadapi tantangan besar untuk tetap relevan dan efisien. Salah satu strategi yang telah banyak diadopsi adalah orientasi proses, di mana organisasi beralih dari pendekatan fungsional menjadi lebih fokus pada efisiensi proses lintas fungsi. Artikel karya Baris Ozkan, Marijn Koops, Oktay Tretken, dan Hajo A. Reijers yang berjudul The Influence of Business Process Management System Implementation on an Organization's Process Orientation memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana implementasi sistem manajemen proses bisnis (Business Process Management System atau BPMS) dapat menjadi katalis dalam transisi tersebut.
Studi ini menyoroti kasus perusahaan jasa keuangan yang mengimplementasikan BPMS dengan tujuan harmonisasi proses manajemen kontrak di tiga cabang berbeda. Sebelum implementasi, perusahaan ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk sistem warisan (legacy systems) yang telah beroperasi lebih dari tiga dekade, menyebabkan fragmentasi data dan batasan kinerja. Dengan memilih pendekatan BPMS, organisasi tersebut berhasil meningkatkan beberapa dimensi orientasi proses, seperti kematangan desain proses, kejelasan peran pemilik proses, dan definisi metrik performa. Data menunjukkan peningkatan signifikan dalam evaluasi kematangan proses dengan skor rata-rata naik dari kategori "sebagian benar" (rating 2) menjadi "sangat benar" (rating 3) pada enam dari 13 komponen penilaian.
Namun, artikel ini juga menggarisbawahi tantangan besar, termasuk adaptasi budaya organisasi dan keterbatasan dalam penguasaan teknologi oleh para pemangku kepentingan. Dengan waktu implementasi hanya lima bulan, banyak manfaat jangka panjang dari BPMS yang masih perlu dieksplorasi lebih jauh. Penulis artikel ini berhasil menempatkan argumen bahwa meskipun BPMS tidak serta-merta menyelesaikan semua masalah proses, teknologi ini membuka pintu menuju efisiensi yang lebih besar dan peningkatan performa organisasi yang berkelanjutan.
***
Salah satu temuan menarik dalam artikel ini adalah pengaruh langsung BPMS terhadap peningkatan kematangan proses organisasi. Sebelum implementasi, sistem warisan perusahaan menghambat harmonisasi proses, terutama dalam manajemen kontrak yang melibatkan banyak pemangku kepentingan di tiga cabang. Melalui adopsi BPMS, organisasi dapat mengatasi keterbatasan ini dengan menciptakan alur kerja yang lebih terintegrasi dan terstandar. Menurut penilaian menggunakan model Process and Enterprise Maturity Model (PEMM), skor kematangan proses naik secara signifikan, khususnya pada dimensi "Tujuan Proses" dan "Kontekstualisasi", dengan masing-masing mengalami peningkatan dari rata-rata skor 1,5 menjadi 2,7 dalam skala 3.
Selain itu, wawancara terstruktur yang dilakukan dengan tujuh pemangku kepentingan menunjukkan bahwa BPMS berkontribusi pada peningkatan strategi orientasi proses. Salah satu responden, seorang change manager, menyebutkan bahwa BPMS memungkinkan pengukuran kinerja yang lebih presisi melalui indikator kinerja utama (Key Performance Indicators atau KPI). Hal ini diharapkan meningkatkan efisiensi operasional hingga 20% dalam 12 bulan ke depan. Dengan kemudahan akses terhadap data real-time, organisasi juga dapat merancang inisiatif peningkatan proses yang lebih proaktif, seperti pendekatan Six Sigma.
Namun, implementasi BPMS tidak terlepas dari tantangan. Artikel ini mencatat bahwa sebanyak 23% penilaian pra-implementasi melibatkan tanggapan "tidak tahu" dari responden, mengindikasikan kurangnya pemahaman atau pelatihan yang memadai sebelum implementasi dimulai. Tantangan lain adalah resistensi budaya organisasi. Dalam wawancara, salah satu responden menyebutkan bahwa "pengguna cenderung memverifikasi hasil sistem menggunakan metode manual seperti Excel", yang menunjukkan rendahnya tingkat kepercayaan terhadap teknologi baru.
Lebih jauh, artikel ini menyoroti implikasi BPMS pada peran manusia dalam organisasi. Sementara BPMS mampu menyederhanakan tugas-tugas operasional, seperti pelacakan kontrak dan pengurangan tugas manual hingga 30% berdasarkan data dari organisasi tersebut, artikel ini menegaskan pentingnya pelatihan lanjutan bagi karyawan untuk memastikan mereka dapat memaksimalkan manfaat teknologi ini. Hanya 12 dari 16 pemangku kepentingan yang menunjukkan peningkatan pemahaman terhadap peran baru mereka setelah implementasi, menandakan perlunya investasi lebih dalam pengembangan keterampilan.
Dengan menggunakan data berbasis model kematangan seperti PEMM dan wawasan dari wawancara BPM-CF, artikel ini membuktikan bahwa BPMS tidak hanya berfungsi sebagai alat otomasi tetapi juga sebagai penggerak perubahan strategis. Meskipun implementasi awal BPMS menghasilkan manfaat nyata, efektivitas jangka panjangnya bergantung pada bagaimana organisasi dapat beradaptasi secara budaya dan struktural untuk mengadopsi pendekatan berbasis proses secara holistik.
***