Mohon tunggu...
Alsy Amalia Jasmine Muin
Alsy Amalia Jasmine Muin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Science and Technology Enthusiast, gemar membaca buku, mendengarkan musik, dan permainan asah otak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

BPMS: Transformasi Digital yang Mengubah Dinamika Organisasi Modern

30 November 2024   22:05 Diperbarui: 30 November 2024   20:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi transformasi digital yang mengubah dinamika organisasi modern (Sumber: Freepik.com)

BPMS: Transformasi Digital yang Mengubah Dinamika Organisasi Modern

Dalam era digital yang semakin kompetitif, organisasi menghadapi tantangan besar untuk tetap relevan dan efisien. Salah satu strategi yang telah banyak diadopsi adalah orientasi proses, di mana organisasi beralih dari pendekatan fungsional menjadi lebih fokus pada efisiensi proses lintas fungsi. Artikel karya Baris Ozkan, Marijn Koops, Oktay Tretken, dan Hajo A. Reijers yang berjudul The Influence of Business Process Management System Implementation on an Organization's Process Orientation memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana implementasi sistem manajemen proses bisnis (Business Process Management System atau BPMS) dapat menjadi katalis dalam transisi tersebut.

Studi ini menyoroti kasus perusahaan jasa keuangan yang mengimplementasikan BPMS dengan tujuan harmonisasi proses manajemen kontrak di tiga cabang berbeda. Sebelum implementasi, perusahaan ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk sistem warisan (legacy systems) yang telah beroperasi lebih dari tiga dekade, menyebabkan fragmentasi data dan batasan kinerja. Dengan memilih pendekatan BPMS, organisasi tersebut berhasil meningkatkan beberapa dimensi orientasi proses, seperti kematangan desain proses, kejelasan peran pemilik proses, dan definisi metrik performa. Data menunjukkan peningkatan signifikan dalam evaluasi kematangan proses dengan skor rata-rata naik dari kategori "sebagian benar" (rating 2) menjadi "sangat benar" (rating 3) pada enam dari 13 komponen penilaian.

Namun, artikel ini juga menggarisbawahi tantangan besar, termasuk adaptasi budaya organisasi dan keterbatasan dalam penguasaan teknologi oleh para pemangku kepentingan. Dengan waktu implementasi hanya lima bulan, banyak manfaat jangka panjang dari BPMS yang masih perlu dieksplorasi lebih jauh. Penulis artikel ini berhasil menempatkan argumen bahwa meskipun BPMS tidak serta-merta menyelesaikan semua masalah proses, teknologi ini membuka pintu menuju efisiensi yang lebih besar dan peningkatan performa organisasi yang berkelanjutan.

***

Salah satu temuan menarik dalam artikel ini adalah pengaruh langsung BPMS terhadap peningkatan kematangan proses organisasi. Sebelum implementasi, sistem warisan perusahaan menghambat harmonisasi proses, terutama dalam manajemen kontrak yang melibatkan banyak pemangku kepentingan di tiga cabang. Melalui adopsi BPMS, organisasi dapat mengatasi keterbatasan ini dengan menciptakan alur kerja yang lebih terintegrasi dan terstandar. Menurut penilaian menggunakan model Process and Enterprise Maturity Model (PEMM), skor kematangan proses naik secara signifikan, khususnya pada dimensi "Tujuan Proses" dan "Kontekstualisasi", dengan masing-masing mengalami peningkatan dari rata-rata skor 1,5 menjadi 2,7 dalam skala 3.

Selain itu, wawancara terstruktur yang dilakukan dengan tujuh pemangku kepentingan menunjukkan bahwa BPMS berkontribusi pada peningkatan strategi orientasi proses. Salah satu responden, seorang change manager, menyebutkan bahwa BPMS memungkinkan pengukuran kinerja yang lebih presisi melalui indikator kinerja utama (Key Performance Indicators atau KPI). Hal ini diharapkan meningkatkan efisiensi operasional hingga 20% dalam 12 bulan ke depan. Dengan kemudahan akses terhadap data real-time, organisasi juga dapat merancang inisiatif peningkatan proses yang lebih proaktif, seperti pendekatan Six Sigma.

Namun, implementasi BPMS tidak terlepas dari tantangan. Artikel ini mencatat bahwa sebanyak 23% penilaian pra-implementasi melibatkan tanggapan "tidak tahu" dari responden, mengindikasikan kurangnya pemahaman atau pelatihan yang memadai sebelum implementasi dimulai. Tantangan lain adalah resistensi budaya organisasi. Dalam wawancara, salah satu responden menyebutkan bahwa "pengguna cenderung memverifikasi hasil sistem menggunakan metode manual seperti Excel", yang menunjukkan rendahnya tingkat kepercayaan terhadap teknologi baru.

Lebih jauh, artikel ini menyoroti implikasi BPMS pada peran manusia dalam organisasi. Sementara BPMS mampu menyederhanakan tugas-tugas operasional, seperti pelacakan kontrak dan pengurangan tugas manual hingga 30% berdasarkan data dari organisasi tersebut, artikel ini menegaskan pentingnya pelatihan lanjutan bagi karyawan untuk memastikan mereka dapat memaksimalkan manfaat teknologi ini. Hanya 12 dari 16 pemangku kepentingan yang menunjukkan peningkatan pemahaman terhadap peran baru mereka setelah implementasi, menandakan perlunya investasi lebih dalam pengembangan keterampilan.

Dengan menggunakan data berbasis model kematangan seperti PEMM dan wawasan dari wawancara BPM-CF, artikel ini membuktikan bahwa BPMS tidak hanya berfungsi sebagai alat otomasi tetapi juga sebagai penggerak perubahan strategis. Meskipun implementasi awal BPMS menghasilkan manfaat nyata, efektivitas jangka panjangnya bergantung pada bagaimana organisasi dapat beradaptasi secara budaya dan struktural untuk mengadopsi pendekatan berbasis proses secara holistik.

***

Artikel karya Ozkan, Koops, Tretken, dan Reijers ini menyajikan argumen yang kuat tentang pentingnya BPMS dalam mendukung transformasi organisasi menuju orientasi proses. Dengan data yang menunjukkan peningkatan dalam kematangan proses, efisiensi operasional, dan kejelasan peran, jelas bahwa BPMS dapat menjadi katalis utama dalam upaya organisasi meningkatkan performa secara keseluruhan. Namun, implementasi teknologi ini bukan tanpa tantangan. Resistensi budaya, kebutuhan pelatihan yang intensif, dan waktu adaptasi yang cukup menjadi faktor yang memengaruhi keberhasilan adopsinya.

Studi ini memberikan pelajaran penting bagi organisasi lain yang mempertimbangkan implementasi BPMS. Investasi dalam teknologi saja tidak cukup; manajer harus memastikan bahwa aspek manusia dan budaya organisasi juga diperhatikan. Penyusunan strategi pelatihan, komunikasi yang efektif, dan penciptaan lingkungan yang mendukung perubahan sangat diperlukan untuk memaksimalkan manfaat BPMS.

Sebagai penutup, implementasi BPMS dapat diibaratkan seperti mendesain ulang arsitektur organisasi untuk menjadi lebih responsif, terukur, dan terintegrasi. Dengan data yang menunjukkan pengurangan tugas manual hingga 30% dan potensi peningkatan efisiensi sebesar 20% dalam waktu singkat, BPMS membuktikan dirinya sebagai solusi yang layak untuk mendukung keberlanjutan bisnis. Namun, untuk benar-benar menuai manfaat jangka panjang, organisasi harus siap mengintegrasikan teknologi ini ke dalam inti strategi mereka sambil terus mendorong inovasi dan pembelajaran organisasi.

Referensi

Ozkan, B., Koops, M., Tretken, O., & Reijers, H. A. (2024). The influence of Business Process Management System implementation on an organization's process orientation: A case study of a financial service provider. Information Systems Management, 41(4), 377--398. https://doi.org/10.1080/10580530.2023.2286980 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun