Pada bagian I berjudul "Mengenal Insecurity" dengan judul bab pertama "Apa Sih Insecure Itu?", penulis menjelaskan bahwa kata insecure diambil dari bahasa inggris yang mana secure berarti aman, sedangkan security berarti keamanan. Kata depan in berarti tidak, sehingga dapat diartikan tidak aman, dan insecurity berarti ketidakamanan dalam Bahasa Indonesia. Dengan kata lain, insecure adalah sebuah kondisi mental yang menyebabkan seseorang merasa "tidak aman". Perasaan tidak aman pada insecure pada umumnya meliputi perasaan tidak percaya diri, malu, takut, gelisah, cemas, dan sejenisnya yang disebabkan oleh rendahnya penilaian seseorang terhadap dirinya.
Penulis mengatakan bahwa hampir setiap orang pernah mengalami rasa insecure. Itu terjadi karena sesuai ungkapan "Di atas langit masih ada langit" maka seseorang pasti akan selalu bertemu dengan orang yang "lebih". Hal inilah salah satu yang sering membuat mereka merasa inferior atau insecure, yaitu saat berhadapan dengan orang yang mereka anggap "lebih" dari diri mereka.
Penulis juga menyebutkan sejumlah gejala umum yang terlihat dari orang insecure, diantaranya adalah merasa rendah diri/tidak percaya diri, mengisolasi diri/menghindari interaksi dengan orang lain, perfeksionis, tidak ingin keluar dari "zona nyaman", haus akan pengakuan dari orang lain, lebih mudah cemas/lebih suka menghindar, serta memiliki kepercayaan yang "tipis" terhadap pasangan.
Penulis melanjutkan bahwa rasa inferior sendiri adalah hal yang membuat seseorang merasa tidak mampu menghadapi suatu tantangan, atau dengan kata lain dianggap tidak memenuhi standar tertentu atau ekspektasi dari diri sendiri. Orang yang insecure cenderung selalu merasakan cemas, takut tidak mampu, yang membuat mereka merasa tidak nyaman dengan diri sendiri.
Pada bab kedua, penulis membahas tentang faktor-faktor yang berpotensi menybebabkan insecure, diantaranya adalah overthinking/berpikir berlebihan, terlalu fokus pada kekurangan diri sendiri, pernah mengalami kegagalan, adanya kecemasan berlebih, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, serta pernah mengalami bullying. Adapun dua faktor penting yang membuat seseorang lebih berisiko mengalami insecure, yaitu menderita gangguan mental sejak awal dan pernah mengalami kejadian traumatis di masa lalunya.
Pada bab ketiga, penulis membahas pengaruh negatif dari rasa insecure yang sering kali menimbulkan perilaku atau pemikiran depresif, terutama jika rasa tidak aman itu disertai dengan keyakinan dan pola pikir yang salah.Â
Hal itu tentu akan mengganggu kesejahteraan mental tiap individu. Adapun bebrapa pengaruh negatif, diantaranya adalah yang pertama, krisis percaya diri yang mana ke depannya dapat menimbulkan berbagai masalah yang mengganggu seperti selalu ragu dalam bertindak, selalu menghindar, dan sangat sensitif; kedua, muncul perilaku buruk, contohnya seperti melakukan diet ekstrem, prestasi memburuk, dan melakukan Tindakan berisiko; ketiga, menjadi Queen/King of Drama; Â keempat, menghambat diri untuk maju dan berkembang; kelima, disalahpahami oleh orang lain; dan yang terakhir, depresi.
Di bagian II berjudul "Jenis-Jenis Insecurity", penulis mengawali bab pertamanya dengan judul "Insecure Karena Ketidaksempurnaan". Contoh yang pertama adalah fisik yang tidak menarik. Penulis menegaskan bahwa rasa insecure tentang fisik diri sendiri adalah jenis insecure yang muncul berdasarkan ketidaksempurnaan seperti wajah yang berjerawat, pipi yang chubby, atau badan yang gemuk. Penulis juga menambahkan bahwa penampilan fisik jangan jadi penghambat untuk maju atau meraih cita-cita, juga jangan jadikan penilaian orang lain sebagai patokan kelayakan dirimu. Contoh yang kedua adalah pencapaian yang tidak sesuai ekspektasi.
Rasa insecure memunculkan sifat perfeksionis dalam diri sehingga saat menghadapi hal-hal yang di luar ekspektasi akan membuat seorang individu langsung down. Sifat perfeksionis memiliki sisi baik sekaligus sisi buruk. Perfeksionis akan membuat orang terpacu dan bersemangat untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin  dan menghasilkan hasil yang terbaik. Namun, kadang sifat perfeksionis membuat pikiran "tidak sehat", saat suatu hal berjalan tidak sesuai keinginan.
Pada bab keduanya yang berjudul "Insecure Karena Kegagalan", penulis menyampaikan bahwa banyak orang yang memiliki sifat iri ketika orang tersebut gagal sedangkan orang lain berhasil. Penulis juga meyakinkan pembacanya bahwa hidup ini bukanlah perlombaan lari melawan orang lain. Yakin saja kalau semua ada masanya, semua ada waktunya masing-masing. Hargailah perjuangan diri sendiri, gagal setelah mencoba itu artinya sudah mulai berjalan menuju kesuksesan. Orang yang insecure sering lebay, menganggap sekali gagal adalah kegagalan selamanya, akibatnya ia tidak akan pernah bisa maju. Padhal itu sangatlah tidak benar. Tidak harus memiliki hasil yang sempurna untuk meraih kesuksesan.
Pada bab selanjutnya yang berjudul "Insecure Karena Kecemasan Sosial", penulis memaparkan bahwa orang yang insecure sering tiba-tiba merasa sedih dengan pikiran yang bermacam-macam alias overthinking, apalagi obagi orang yang menginjak usia dewasa cenderung cemas akan masa depannya. Orang insecure rata-rata "buta" dengan apa yang sebenarnya mereka inginkan, oleh karena itu, mereka selalu overthinking tentang hal-hal yang bahkan belum terjadi sekalipun. Orang yang insecure tentu saja khawatir saat sadar bahwa mereka belum mempersiapkan diri untuk masa depan.Â