Harta karun yang tidak pernah aku duga sebelumnya nenek menyimpan apa yang tidak pernah aku duga sebelumnya tentang kejadian september 1965 di Yogyakarta kala itu.
Aku tidak bila nenek kami dan kakek kami lahir tahun 1930 an kemungkinan baru 20an tahun kala terjadi peristiwa gerakan 30 september 1965. Beberapa kliping berita koran yang sudah tidak utuh lagi masih di map yang aku temukan di almari nenek. Semua harus dibersihkan sarang laba-laba, ngengat pemakan buku dan juga coro. Pantes inilah harta karun yang aku temukan bersama Kartika serta adikku, harta yang ternilai buatku seperti dapat durian runtuh.
Kuno dan sudah lama tersimpan rapi mas"kata Kartika kepadaku.Â
"Ini sudah seumur bapak"jawabku lugas sambil menimang buku saku yang tebal penuh coretan nenek pada masanya.
Rumah di Godean ini sungguh asri di sekeliling depan rumah dipenuhi pohon kakao atau pohon coklat rumah bercat biru pertanda rumah abadi tahun 1960an sangat terlihat dengan jelas. Menghadap keselatan di depannya ada bendungan kecil menambah asri suasananya.
Waktu menjadi berbeda ketika generasi sekarang yang menemukan, banyak guntingan koran dan majalah yang nenek simpan di lembaran buku pribadinya di lemari kuno tersebut.
"Ini lebih dari sekedar coretan nenek dik" kataku kepada KartikaÂ
"Ini tentang informasi dari nenek yang menjadi saksi mata kejadian ini" jawab Kartika ketika sedikit membaca tulisan tangan di buku lawasan ini. Apakah kamu masih ragu ini tentang informasi yang kami butuhkan dan nyata.
Lembar demi lembar aku susuri dengan cermat bagaimanapun ini adalah suatu rahasia dari  nenek yang merupakan  ibu kandung dari bapak.
Bapak anak bungsu dari enam bersaudara yang sebagian kakaknya  ada yang berkarir sebagai tentara melanjutkan dari kakek kami, sebab ibarat pohon buahnya jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Sebagian  ada yang jadi guru seperti nenek kami melanjutkan karier nenek sebagai guru di zaman dulu aku tidak menyangka darah itu mengalir deras dalam diriku sebab kombinasi trah keturunan tentara dan guru ada dalam dadaku ini.
Buku harian Nenek
Kisah ini baru dimulai ketika aku menemukan sebuah buku rahasia nenek yang menjadi saksi hidup tentang upaya kudeta PKI di Jogja tahun 1965 yang menewaskan Brigjen Katamso dan letkol Sugiyono.
Nenek adalah salah satu yang pernah nemahi keadaan genting ini dan semua menjadi terbuka setelah aku temukan catatan kecil tentang diri dan keadaan yang dialaminya waktu itu.
"Aku menunggumu datang melihatku tampil di senisono dik" catatan nenek pada buku hariannya. Sungguh membuat berbunga-bunga hatinya mendapat informasi sang pujaan hati mau pentas di Senisono kala itu.
Safitri muda terlahir dari keluarga guru dan petani di sekitar Godean dan termasuk gadis cerdas setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atasnya Safitri melanjutkan sekolahnya ke ASRI dan berjumpa dengan Bagus Srengenge pujaan hatinya kala itu.
Sebenarnya safitri sudah  mengajar di sekolah dasar setelah selesai sekolah di PGA ( Pendidikan Guru Atas) Mullo bapaknya menghendaki menjadi penerus sebagai guru  saja namun cita-citanya  dan darah seni dari sang kakek yang  seniman kethoprak membuatnya masuk ASRI  di bilangan Serangan Wirobrajan kota Jogja
" di pojok jalan Malioboro aku menunggumu
Di bawah jam besar dekat istana
Yang detaknya membuatku semakin yakinÂ
Kamu pujaan hatiku"
Sebait puisi yang ditulis Safitri  sambil menunggu sang kekasih  hatinya Bagus Srengenge selesai gladi bersih di Senisono
"Senyummu membuat aku sedikit lega setelah lama menunggu saat ini" tulis Safitri selanjutnya
Bagus datang tergopoh rambutnya yang panjang sebahu dibiarkan terurai untuk menemui kekasih hatinya  yang telah menunggunya  latihan
"Pripun, masih lama latihannya mas?" tanya Kartika
"Sudah selesai dik" jawab Bagus pendek
Hanya tatapan mataku dan matanya yang membuat aku bahagia bisa bertemu idolaku di kampus dan dunia nyata.
Perjumpaan yang harus ditempuhnya  melewati jalan panjang dari Godean ke Jogja terasa lunas di hatinya.
"Sudah lama ya menunggunya?" goda BagusÂ
"Belum, belum sehari kangmas" jawabnya lembut penuh pesona di rona wajahnya
"Tidak mengajar hari ini?' tanya Bagus lagi
"Maaf ngajar ya mas...aku dari sekolahan langsung kesini, masih banyak juga teman lama kita yang gabung disini ?' tanya Safitri
 Safitri mencari alasan untuk hilangkan rasa penat dan kesal menunggu sang kekasih berlatih di Senisono yang agak lama juga  saat menunggunya.
"Banyak ada mas cahyo, mas burhan dan juga mbak lindri" beber Bagus lagi
'Masihkah lindri juga ikut mas?' kaget safitri mengetahui sebuah nama Lindri ikut latihan hari ini
"Ya mengapa to?" tanya Bagus kepadanya
'Mantanmu to?'jawab Safitri
"Ya kenapa?' cemburu nie?' jawab bagus sambil ketawa
'Mbuh, tidak .." tersipu Safitri di buatnya rona merah pipi nya kelihatan jelas malu menutupi keinginan tahunya saat itu.
Senisono  sepertinya tempat yang tidak bisa dilupakan safitri jelas tertulis di buku catatan  hariannya  dan banyak kenangan indah yang tidak bisa dilupakan saat masih bersama mas Bagus kala itu.  Sebab urat seni dan berkesenian sangat bergelora  di tahun 1960 an ini adalah titik balik majunya seni di berbagai lini bidang  yang digelorakan oleh Soekarno sebagai Presiden pertama Republik ini yang juga pecinta seni juga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI