Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sayap-sayap Patah Cendrawasih (00)

21 April 2023   21:23 Diperbarui: 21 April 2023   21:27 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proloog:

Genre Fiksi perubahan tata sosial budaya kekinian

Pemain : Yan, Aan, Penjaga Museum, etc

Cinta kadang  tanpa pandang perbedaan asal dari daerah, walau tetap mencintai Aan tidak akan pernah bisa memiliki sang kekasih hatinya yang dikenalnya lewat jaring perteman media sosial dan ditemukan dengan Yan  di kebersamaan PPL kampus mereka.

"Semua kehidupan harus diperjuangkan kakak"

"Namun kita harus mematuhi komitmen bersama kita Yan"

"Kami sudah terlalu muak dengan janji-janji  penguasa saat ini"

"Namun aku masih mencintaimu Yan"

"Aku juga masih mencintai mu kakak  Aan"

Perjumpaan di sudut perpustakaan Salah satu museum perjuangan  di Jogja itu membekas di hati Aan membenarkan bahwa itu itu dari mata turun kehati dan semua menjadi sebuah alibi yang dalam ketika  tugas yang mereka cari di museum itu sama tentang sejarah panjang tanah Papua.

"Sepertinya di PKN itu kemerdekaan adalah hak segala bangsa mas"

"Hampir sama di sejarah "

"Saya fokus "kemerdekaan tanah papua " sebelum masuk NKRI"

"semua bekas jajahan Belanda otomatis menjadi NKRI Yan'

"Aku tahu, tetapi.."

Ada rasa ragu yang kamu ingin ungkapkan kepadaku Yan namun tidak akan bisa terucapkan lisan aku tahu gerak gerik dan mimik wajahmu ingin rasanya aku mendongenan tentang asal-usul tanah Papua harus kepangkuan ibu Pertiwi .

"Namun setiap bangsa berhak menentukan nasib sendiri to mas Aan?"

"Ya ini beda kontek'

"Aku tahu ingin tahu tentang alasan penguasa dan kami asli papua masih bertanya-tanya tentang nasib kami.."

"Itu Yan "

"Tentang "kemerdekaan" kami yang harus diperjuangkan?"

"Dalam bingkai NKRI Yan"

**

Flashback:

"Alun-alun  utara Yogyakarta menjadi saksi bisu  penggalangan sukarelawan untuk merebut tanah Papua tahun 1961 dari pangkuan kolonial Belanda. Semua diupayakan untuk mengembalikan bumi cenderawasih kepangkuan ibu pertiwi.

Letkol Soeharto menjadi panglima komando Trikora  merebut kembali tanah Papua  yang kemudian dinamakan menjadi Irian Jaya oleh Soekarno Presiden Republik Indonesia pertama.

Beringin kurung di alun-alun ini juga menjadi saksi bisu betapa perjuangan tidak hanya harta benda, juga cinta dan pengorbanan yang tiada ternilai betapa para sukarelawan begitu nyata dan menggebu untuk mengeorbankan dirinya menjadi syuhada bagi bumi pertiwi.

Kembalinya bumi Cendrawasih kepangkuan ibu pertiwi berliku sampai adanya jajak pendapat yang memilih merdeka, ikut Belanda dan kembali kepangkuan ibu pertiwi, semua atas bujuk rayu orang-orang barat yang masih ingin memisahkan bumi ini lepas dari NKRI, 

Semua  realita ini seakan tidak seratus persen diterima generasi anak mudanya dan mereka menggelorakan perjuangan dalam berbagai bentuk di tanah  papua sendiri, di tanah Kemerdekaan."

Alun-alun utara Yogyakarta itu masih ada bahkan kedua pohon beringin  di depan keraton Jogja itu masih berdiri tegak  jadi saksi perjuangan pembebasan tanah Papua kembali kepangkuan ibu pertiwi .

Aku masih menyusuri alun-alun utara ini bersama Yan yang diam-diam aku kagumi ketangguhan dan keluwesannya dibalik kepintarannya menempuh kuliah di Jogja aku mencoba menerangkan sekelumit tentang sejarah Trikora  yang sungguh besar hasilnya bisa menyatukan lagi tanah Papua dari cengkraman kolonialisme Belanda ke  pangkuan ibu pertiwi sampai saat ini.

"Bila aku datang di pertemuan komando Trikora ini aku akan lantang bertanya kepada Soekarno, tolong merdekakan tanah kami"

"Semua sudah menjadi sejarah Yan"

"Aku seandainya ada saat itu di situ depan panggung Sukarno berpidato"

"Masuk akal juga Yan kamu"

Rambut keriting yang di kepang kecil-kecil semakin membuat aku tertarik dan tas rajutan di depan dadanya itulah yang membuat aku terpesona sekali lagi kulit hitam manisnya membuat semua orang seakan berpaling bila kami  bersama berjalan diatas trotoar Malioboro.

"kakak coba terangkan lagi ..eh melamun ya?'

" tidak eh.. Ya"
Aku gugup karena bayangan Yan semakin nyata dan inilah yang membuatku semangat  untuk kepedean mendekati Yan yang semakin cantik di hatiku ini.

....

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun