[caption caption="HANYA SEBUAH PAINT DARI AL SAYID"][/caption]
Apakah menolak melanggar hukum dengan konsekwesinya yang fatal ataukah menerima juga melanggar hukum hati nurani kita yang pada dasarnya menolak bila sesuatu tidak  pada tempatnya, entah mengapa harus semua di korbankan demi kemajuan sesaat dari desa menjadi mega politan dan mega bandara yang besar juga
Dilematis sementara sepantaran simbok dan lik Tum hanya pasrah dengan keadaan ini tetapi anak dan generasi adik-adiknya seakan tidak menerima bila hanya pasrah  bongkokan, kalah  dan menyerah tanpa bela diri.
Bukankah kamu tahu semua hanya akan menajalankan atruran yang dikuatakan dengan ikatan batin ya unggah-ungguh dari kebaisaan ya hukum adat bersaing dengan hukum modern yang bersumber kUHP akhirnya saling tidak melengkapai bahkan saling tidak ketemu satu hukum dengan yang lain.
Terutama bila hukum adat hak mempunyai tanah di benturkan dengan hukum modern dengan dalih untuk kepentingan umum maka pemerintah berhak memeberdayakan dan menggunakan tanah ini untuk kepentingan umum "dirampas paksa" dengan dasar undang-undang agraria yang baru.
"semua tetap dipertahankan , mba" kata lik Legiman  padaku
"ya tetapi lihat sendiri itu sepanduk sudah diturunkan paksa kita harus tidak dengan kekerasan , taati peraturan sja" dorongkupada lik Legiman, saat itu juga ketika kami melihat Satpol PP pemerintahan Kabupaten Kali perkakas  mencopi spanduk penolakan kami
"kuncinya sabar, diplomasi dan tanpa kekeraasan " aku setengah  mengingatkan sederatan pemuda yang emlihat "show  off" pencopotan spanduk-spanduk kami ini.
Â
***
Malamnya...
Â
Sepertinya  ada yangmangadu domba kami
sebaris cahaya
sekelompok manusia bercadar hitam-hitam
Â
masih anak-anak muda
dikerahkan untuk menyerang pendapa kami
dan terjadilah  yang terjadi
Â
dimalam ini
nurani seakan mati
Â
Entah mengapa malamnya setelah isya pendapa  di hujani oleh sekelompok pemuda yang bercadar hitam-hitam melempar bom botol yang  yang membuat sebagian cagak, ya tiang pendapa agak sedikit terbakar, kami tidak melawan tetapi melaporkan kejadian ini pada aparat pemerintah dan ditindak lanjuti dengan memasang garis polisi pada pendapa  kami ini
"kebangetan to ? lha setuju dan tidak setuju itu masalah hati to? kata bulik  warni mengomentari ulah barbar ini
"pasti  ini suruhan ini  benar mba" kata mba Trimah padaku
aku diam membisu, mengapa kami jadi sasaran begini, aku baru tahu, inikah saatnya kita bangkit membela diri ataukah ini memicu  untuk masuknya mereka mengolah perbedaan pendapat kami?
Â
bersambung...
Â
pasrah bongkokan: menyerah kalah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H