Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pathok Bandara, Sebuah Novel (17)

11 Februari 2016   20:30 Diperbarui: 11 Februari 2016   23:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita yang kemarin:

http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/pathok-bandara-sebuah-novel-16_56b9f7e077937360090f33c2
Tidak semua hari itu indah tidak semua cerita itu indah, karena semua kehidupan merasakannya memang hari ini hujan semakin deras, kota Batas nampak sejuk dan udara semakin dingin karena apa yang tak terkira hampir tiga hari ini kota Batas seakan tertumpahlah beban langitnya, hujan mengguyur dan membasahi bumi  ini semu senang para petani dan petambak udang  dan ikan merupakan berkah bagi semuanya, bagi petani yang mengharapkan air dari langit sebagai berkahNya.

"nduk kumbahanmu akeh, yo jangan lupa dicuci"kata simbok pagi tadi mengingatkanku ya pakaian sendiri, mosok lik Tum yang disuruh mencuci, apalagi sudah seharian penuh lik Tum dan LIk Legiman membantu ruamh kami membersihan pendapan kami yang luas dari pohon sawo kecik yang selalu berguguran dan mengurus klasa-klasa yang di pakai malamnya , ya pendapan warisan simbah dan bapak haruas selalu dijaga kebersihannya karena disinilah masyarakat sekitar selalu memakainya , untuk pengajian, untuk rapat pemuda dan untuk kumpulan bapak-bapak dan sesekali menggelar pertunjukan wayang kulit atau ketoprak itu dulu waktu bapak masih sugeng, sekarang ya tinggal untuk rapat dan kumpulan dan sekali-sekali untuk pentas seni ketika tujubelasan agustus.

Aku jadi ingat, waktu bapak kepalasekolah tadi tanya , jadi geli, bagaimanapun dia tidak terdampak langsung dari proyek Bandar ini aku juga hanya menerangkan sedikit "mengapa " kami mabalelo" , karena ini bukan masalah uang ganti rugi atau ganti untung ini masalah harga diri dan warisan yang tidak bisa dinilai dengan bentuk materi danpendekatan yang tidak"lumarah" dan membuat hati sakit sebagiankami emmbuat kami "menolak" walau dengan pasrah dan hati yang amarah, tidak kami nampakan.

 Aku mikirnya sambil emncuci dankran yang menetes ini seakanmenghiburku untuk selalu tidak lupa mencuci dan berusaha mandiri untuk kehidupan kedepannya kelak, seperti amanat mendiang bapak yang selalu menyuruh saya mandiri dalam bidang apapun dan selalu mempertahankan kebenaran,ada benarnya.

"kring..ada sms ataua apa di HPku , dan kau buru-buru ke meja dekat kamarku untuk mengambil Hp yang aku isi baterainya tadi setelkah aku pulang, ternyata sms dari lik Legiman dan isinya mengagetkan aku"mas, mbak guru , kami mau bergerak malam nanti minta maaf setelah sholat isya mau memakai  pendapa untuk rapat dadakan ini mas guru" aku baca dengan teliti, ini lik legiman benar. aku membalas singkat "oke,sudah bilang simbok to lik? tanyaku balik lewat sms dan  dijawab"sampun mba, nanti mba juga harus bisa melu cancut taliwondo lho""aku jawab singkat "ok " . deg, apa yang kau jawab ,aku membuat hati goreh akau mau jadi apa malam nenti seorang wanita mau membahas masalah "gedhe?' aklu hanya diam.

Yah demi masyarakat Prmbagian disini akau coba memikirkan apa yang akan kami buat nanti, aku msaih mencuci di tempat cucian hari ini, sebagi  sudah aku masukan mesin cuci dan sebagaian belum, tak terasa hampri selesai cucianku siang menjelang sore in,walau gerimis masih terasa dsini tetap membuat semangat  hati ini.

Siang yang lelah

entah berapa jam

urus waktumu

sendiri

 

entah

mengapa

kamu

 

dan aku

harus 

mengahadapi

 

waktu yang tidak akan kembali...

Penuh harap, tiba-tiba terdengar langkah kecild an tepat dibelakangku

"nduk sudah selesai po nyucinya? tanya simbok padaklu

"sudah mbo" jawabku singkat dan aku coba menjemur semua pakaian ini  sedikit aku memasang tempat jemuran agak masuk serambi karena gerimis masihmembasahi sebagian desa kami.

"tadi sama buli Tum ada sedikit njagong mas Gondo istrinya melahirkan" ternag simbok padaku

"lanag po wedok mbo?" tanyaku

"wah anak nomor satu wanita nduk, canti seprti ibunya, coba kamu yang punya anak simbok senanga aku" ledek simbok padaku

"wah yo dongane mbok "kataku pelan semua tertawa , simbok malahan juga  tertawa ringan, kami tertawa kecil, bagaiamanapun hari ini aku anggap paling seceria kami hari ini.

"simbok masak pa hari ini ? tanyaku manja pada simbok sore ini

"kuwi oseng-oseng kacang panjang dan roalde daun ketela kesukaanmu  terang simbok padaku 

aku mengambil nasi dan mengambil sayur itu akupun melahapnya 

"benar mau pada pertemuan malam nanti mbok?"

"ya benar, simbok pasarah nek ngene bagaimanapun pemerintah harus  didukung sepait apapun dan sesedih apapun"

Aku tetap sedih mendengar semua penuturan simbok tetapi apa boleh buat inilah yang simbok minta, akupun diam walau hatiku meberontak tidak  terima dengan upaya mereka yang membuat hidup kamu selalu tidak semanis sebelu ada proyek ya mega proyek Bandara ini.

 

Hujan

 

Tahukah kamu

mengapa

hanya tetesmu

 

yang dinati

walau banyak orang tidak

suka padamu

 

aku hanya 

harap

hari ini hujan air

 

bukan hujan air mata

penyesalan

bagi kami

 

aku diam dlam pusiiku entah siapa yang akan membaca baisanya hanya aku kosep di HPku aku diam malam apakah yang  akan disamapaikan para teua muda  dan para pemilik syah lahan  kami yang desa kami inilahnanti yang lansung terkena dampaknya 

bersambung....

kumbahan =cucian

cancut taliwondo=ikut berpartisipasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun