Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pathok Bandara, Sebuah Novel (4)

22 Januari 2016   20:30 Diperbarui: 22 Januari 2016   20:46 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cerita Yang kemarin :http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/pathok-bandara-sebuah-novel-3

Entah mengapa hati ini sedikit heran mengapa dan ada apa yang aku pikir hari ini adalah sampai kesekolahanku, kerumah dan mandi pagi yang segar sambil membawa setenggok sayur kacang panjang titipan simbok tadi pagi waktus ubuh tadi.

"mbok aku datang aku datang" seruku, sambil menyandarkan sepedaku di pojok rumah kami, aku langsung menuju dapur, pawon kata orang jawa, di pojok rumah jawa, pendhapo aku menyusur, sunyi karena hanya simbok yang dirumah, rumah ini sudah hampir dua tahun sepi sejak di tinggalkan oleh bapak, ya ayahanda yang telah berpulang sejak itu hanya aku dan simbok yang menghuni, kadang bulik juga nginap dan mampir,

Aku melangkah kecil kebelakang di gandok, ampingan sebelah dapur atau pawon, yang sebenarnya selalu ramai bila waktu ada panen padi dan semua emmbuat hati ini rindu kembali waktu kecil ketika kami masih riang denagan anak-anak tetangga diujung sebelum gang masuk rumah kami dan sebelah kanan kiri semua seperti lenyap pada "mboro" mencari kehidupan yanglebaih baik ekluar jawa, batam dan malaysia  juga hongkong dan singapura menjadi pilihan mereka, walaukadang menjadi pegawai pabrik hp dan juga menjadi pembantu rumah tangga emnjadi pilihan mereka, nasib!

"mbok aku datang, seruku tidak ada jawaban aku melongok, simbok lagi daden, ya menank nasi dengan tungku besar dengan akyu bakar dimasukan dalam tungku kayu itu, padahal kami juga sudah punya kompor gas , simbok tidak berani menggunkannya takut seperti tetangga desa yang kena ledakan tabung gas, maka simbok selalu ikut dan senang memakai tungku kayu  ini

"apa nduk? tanya padaku tanpa menoleh 

"nasinya sudah matang mbok?" tanyaku

"ya , itu juga aiar untuk mandi kamu kok lama to disawah tadi? ,ketemulik man yo?" tnaya simbok lagi

"ya mbok" aku jadi malu tetapi tidak ada apa-apa kok diantara kami, dia cuma yang ngarap, mengerjakan tanah sawah warisan bapak 

"kok diam nduk sana lekas mandi, mengajar tidak to? tanyanya lagi padaku

"ok, nggih mbok" aku menjawabnya, entah mengapa semua harus pagi ini juga aku melihat undangan yang seperti yang di berikan kepada pakde warto di sawah tadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun