Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Presiden Petruk, Kehilangan Penghapus

4 Januari 2016   22:16 Diperbarui: 4 Januari 2016   23:04 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4 Januari 2015, adalah Senin yang bahagia,benar lahir dan tanpa ada beban hati, setelah libur natal, tahun baru danmaulid nabi maka inilah senin yang banyak orang dinanti ya senin kerja, seperti moto bapak presiden, semua harus mulai kerja dan mulai senin ini.

Tidak akan sidak lha wong di NKRM, tidak ada itu harus disidak, semua pada patuh dan kembali kerja, niatnya mengabdi pada Nusa dan bangsa nomor satu.

Memang buat apa sidak lha wong bisa diakali dengan surat sakti, surat ijin cuti, ijin sakit dan ijin menikah atau melayat( meninggalnya ) tetangga juga bisa diakali kok.

Apalagi itu hanya mesin absen, semua harus bisa diakali lha wong buatan manusia, kecuali buatan Allah swt tidak bisa diakali, hanya kehendakNya yang bisa merubahnya.

"aku tidak kinerja atau kerja karena hanya karena ada pimpinan, semua harus mengikuti apa yang di pegangnya" kata bapak Presiden Petruk mengarahkan

"njih pak, kata ajudannya serentak

"aku tidak mau itu absen elektronik, atau akal-akalan absen " pak Presiden Petruk tahu.

"benar pak"semua serentak menjawab dan bagaimananpun inilah keberesan dan kebersamaan di NKRM yang solid ini.

Ajudan ndalem cuma senyam-senyum dengan pidato permulaan awal tahun ini

"buat apa pejabat sidak lha wong bisa diakali he he" kata pak presiden berapi-api

"benar pak" jawab kang gareng menjawab lirih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun