Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Sere(T)ak: Ironi Negeri tanpa Calon Pemimpin

10 Agustus 2015   15:24 Diperbarui: 10 Agustus 2015   15:39 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

9 daerah belum bisa mengajukan diri untuk dapat mengikuti pilkada serntak(tribun jogja 10/82015), semua karena maslah klise hanya ada calon tunggal ( petahana) dan tidak ada yang mau njago menyainginya dan tampaknya inilah titik awal kulminasi dlam sejarah pemilu di NKRMI( Negara kesatuan republik angin mangidul) ini.

Presiden petruk mengeluh, proyek pilkada serentak terancam gagal total, maka di panggilah mendagri sinar kamulyan ke istana dan ada dialog yang membuat tercengang , di saksikan oleh penasehat pribadi gareng dna bagong dan diatas sana romo, semar manggut-manggut mengikuti, menyimak kejadi di istana ini.

"siapa komandan, kata snag menteri langsung tancap gas masuk keistana, lewat butulan pojok istana, memang menteri ini patut disegani karena dialah sang mentor bapak presiden petruk untuk jadi presiden mengganti ppresiden gajah sumunar setelah sepuluh tahun berkuasa, ya lewat partai kerbau giras majulah sang presiden petruk, ini, jadi presiden ke tujuh, dan biasanya sudah tidak dapat warisan kadang malah dpat warisan hutan he he.

di meja bundar istana dengan nyamikan tengleng solo dan getuk dari keterla

'pusing, mas menteri, bagimana mereka tidak mau mendaftar?"

"tahu mas presiden, tahu, mereka di kasih peluang menajdi pemimpi(N) tidak , mau sugeih dan kaya .."

semu diam

"maksud mas menteri, tidak ada yang ndaftar to? sela penasehat bagong

"apa tidak ada yang mau?tambah mas gareng penasehat kedua presiden petruk

"ndaftarnya mau, tetapi ikut pilkadanya tidak mau mas presiden" sendu mas mendagri didepan pak presiden petruk

"maksudnya tidak ada yang mau ndaftar?

"banyak kader yang sudah keder, karena mahar, ya biaya pemilu yang selangit, bila lewat..."

"lewat mana?" sela pak presiden

"lewat parpol"sela mandagri

"mabayar piro...??? tanya penasehat bagong

"lak beres to ?tanya penasehat gareng

"berat mas presiden " sela pak mendagri, semua diam dan diam hanya kipas angin dan jengkrik dirumput istana mengerik

"nganu pak presiden, semua serba sulit tidak seperti dulu, sudah banyak yang bosan jadi calo, ya calon bupati, calon, wlikota, calon mendagri dan calon presiden..."

"kok bisa bosan?" pak presiden agak mikir dna digaruknya kepalanya dan

"mereka bosan menjadi bacalon tertentu karena  banyak "mahar" yang harus dikeluarkan dan dikawatirkan tidka bisa menegmbalikan kemudian...uang pinjaman ini.

semua diam...ya ibarat dagang keluarin banyak, hutang banyak sama juga, kampanye keluarin banyak ujung-ujungnya korupsi untuk mbalekake duwet mou ....benar adanya

"aku tidak mudeng kang, bab iki" keluh bagong pad gareng kakaknya juga penasehat presiden petruk ini

"aku ugo bingung..." kesempatan okeh ora di gunakake...iklim demokrasi sing wes ora sexy ..." celetuk gareng lagi

"begini pak, sebaiknya pilkadanya diundur saja" tiba-tiba sang mendagri berbicara

'ora bisa, tidak bisa lha bagiamana , sudah tak teken dananya yang milyaran itu...' elak pak presiden petruk

semua diam

"benar pak presiden, sebaiknya ditunda, untuk....belum kelar bagong bicara gareng nyeletuk

"selamanya...mending tidak ada pilkada enak...tidak kisruh ehheeh..." canda gareng

" bisa saja pak presiden' kata sang mendagri

"mengadu dengan kotak kosong ya sama saja..." kata pak presiden

"tidak demokrasi...imbuh mendagri

semua bingung....

lha bagiamanapun calon tidak lewat partai juga boleh yo? ,menurut UU pilkada, tetapi yang ada sekarang ya kaderisasi parpol yang memble dan aroma balas dendam dari partai non pedukung presiden petruk ada baiknya juga di kaji lebih dalam dan berilah kesempatan calon independent dengan kemudahan, regulasi atau perpres yang mana tidak sesulit ini, lha bagaimana bis angumpulin ktp lebih dari puluhan ribu oarng dalam waktu seminggu? dan bagaiamana parpol bisa berjalan lha wong dana pembinaan daripemerintah perperolehan suar aitu keman ujudnya dipertanyakan juga komitmen parpol yang tidak bisa menjangkau lebih merebut hati para calon pemimpin ini..kenyataan adlah ndog bolong, ya ndog kosong...cuma rebutan kursi saja tidak bisa menjadi pintu tol calon preofesional....

Romo semar manggut-manggut..semua ya jer basuki mawa bea, lewat parpol ya modalnya ya keperccayaan apalagi lewat independent ya lebih ke masuk kepercayaan hati pemilih kelak

ada solusi yang harus di kerjakan pemerintah saat ini:

1. buka kran demokrasi dengan peserta independent yang dimudahkan regulasinya

2. petahana tidak boleh maju calon lagi

3. bila ada mahar ya yang murah dan kalau boleh gratis...

4. subsidi pencalonan( uang rakyat untuk kampanye..hehehhe)

5. kaderisasi yang baik( bukan kader karbitan) apalagi semprongan...

6. kepercayaan yang diutamakan

7. jangan jor-joran duwit bila kampanye(lhe mbalekake sussah....)

8. anak mudanya kok apatis....( takut bersaing dengan yang tua) 

9. buat demokrasi yang elastis(rigid) dan tidak statis( nek ora kuwi, ya kuwi heheh di hilangkan...)

10. jangan buat politik dinasti didaerah ( bar bojone, sek wedok mengko anake menko adine....( KKN gaya baru!!!)

11. prehatin kok iso yo, okeh ora gelem nyalonake, semelang yo semelang amergo opo??( kwatir sebab apa?)

cuma urun rembuk ini, nampak di depan layar  nampak drama di istana negera semakin bergulir, semua kembali ke hati kita masing-masing masih percaya dirikah kita nanti untuk dpat dicalonkan/mencalonkan diri???

sebab..kita hidup dalam demokrasi yang cuma baru saja reformasi ini 17 tahun nampaknya sudah diiujung ke gagalan sistemik...demorasinya, tulang rapuh   dan yawa darahnya demokrasi sudah kena jantung dan asam urat....

prehatin....

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun