Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pledoi Mbak Temon*

11 Oktober 2014   20:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:27 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

*kisah nasib petani Pilu di pesisir kidul Kulon Progo

Mbak temon pulang dari rantau jadi TKW

darii negeri seberang

pulang dengan segenggam uang dan permata dan harapan

asa yang membuncah

harapan senang bertemu simbok dan bapaknya

dari bandara turun naik omperangan

dilihatnya banyak umbul-umbul dan coretan disana-sini

mbok aku pulang, bapak aku pulang

rumahnya sepi dan senyap

semua pindah nduk, kata lik warjo yang kebetulan lewat depan rumahnya

apa lik? pindah ada apa?

kami kalah mbak Temon,

jali teman kecilnya juga datang dari samping rumahnya

simbok bapak sudah pindah kerumah pakde,

ada apa? kata mbak temon

itu yang senang mbak temon pengusaha dari India jadi membuat bandara

semua dihabiskan

mbak temon kaget

pengusaha yang punya link dan dekat dengan kraton mengambil alih

ya membuat semua milik kraton dikembalikan

benar kami bertani di lahan kraton tetapi bukan begini

dirembug

mabak Temon geleng kepala

rumah sejak kecil, walau magersari., tetapi saksi hidup perjuangan para petani

penggarap dan buruh tani, padi, melon

tidak bisa dibiarkan dalam hatinya bergetar

mereka pulang ke tempat pakde

harapan uang, berlian tinggal harapan

dulu ada tambang besi yang melukai hati rakyat kecil

belum sembuh luka ada irisan jeruk yang menambah luka hati rakyat kecil di pesisir ini

matahari semakin panas

tetapi mereka hanya lemah, milik kraton sultan ground

ya harus manut kata bapaknya

tetapi pendekatannya yang agak keliru

pro kontra tidak diharap,

jangan seperti calon pabrik baja kemarin, main tangkap

makanya rakyat kecil ya bergerak

cacing saja tidak mau di injak kok, kata bapak

mbak Temon jadi termenung, benarkah patung nyi Ageng serang bukti kita sudah merdeka ?

ataukah kita sekarang di jajah oleh pemilik tanah dan modal yang berselingkuh dengan pengusa-pengusa kecil

di daerah benar adanya

wates semakin panas, juga, pesisir semakin panas

dengarlah kata hati mereka,

pembangunan adalah untuk kesejathteraan rakyat, juga pemerintah

semua kembali ke nurani kita

yang berkorban harus dihargai

yang menolak harus dihargai juga

yang diam-diam menarik untung atas peristiwa ini juga harus dihargai

musyawarah....

mbak temon juga tersenyum kecut apakah kemarin pengusaha besi baja yang juga ditolaknya

sekarang pengusaha yang dari India mau membuat bandara juga ditolaknya

karena apa

pendekatan mereka yang keliru mbok.

bapaknya cuma manggut-manggut

bener nduk, kata mbok dan bapaknya

tanah bukan milik kita, ya dikembalikan,

tetapi ya nguwongke  begitu kan mbok?

kabeh kon pindah gelem asalkan kita juga sejahtera kelak

mbak Temon hanya diam

setegar patung nyi Ageng serang di Perempatan Wates

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun