"Oh iya, Hamonangan," ucapku mengenalkan diri sembari mengulurkan tangan.
Dia membalas menjabat tanganku lalu senyum lebar terbit dari wajahnya.
"Namanya Batak sekali ya. Aku Salsabila. "
"Naik dari daerah mana?"
"Aku naik di Medan. Kau sendiri?"
"Panyabungan."
"Iya, aku ingat. Kau menangis sewaktu menyalami ibumu ketika bus hendak berangkat. Esoknya kau juga masih sering terisak."
"Apa lelaki tidak boleh menangis?"
"Boleh saja tetapi seharusnya cukup dalam hati saja."
"Kalau hanya dalam hati, lantas untuk apa Tuhan menciptkan air mata?
"Maksudku kau harus terlihat tegar di hadapan ibumu agar ia juga tenang melepasmu. Bukankah kau ingin ibumu tenang melepasmu?"