Mohon tunggu...
Hans
Hans Mohon Tunggu... Editor - Penulis

Hanya rakyat yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenapa LPDP Tidak Wajib Pulang Bisa Jadi Kebijakan Penting Strategis Negara

6 Januari 2025   21:22 Diperbarui: 7 Januari 2025   03:22 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenapa saya setuju pada gagasan Pak Anies yang sepertinya sekarang juga didukung oleh Pak Prabowo dan Pak Mendiktisaintek yang baru bahwa mahasiswa LPDP sebaiknya diperbolehkan berkarya di luar negeri?

 

A.  Mengurangi Angka Pengangguran (Hilangkan Crab Mentality)

Dengan memberikan mereka kesempatan berkarya di luar negeri bukan hanya mereka yang diuntungkan tapi saingan kerja & promosi Anda juga berkurang. Dari sudut pandang egois individualis pun, penggunaan pajak Anda diuntungkan karena mengurangi pengangguran di dalam negeri sambil berinvestasi pada bibit-bibit unggul bangsa di luar negeri. Bayangkan tiap tahun ada ribuan beswan LPDP lulusan luar negeri dibiayai uang pajak Anda tapi ujung-ujungnya hanya jadi saingan Anda cari kerja di Indonesia? Gimana cari kerja tidak susah jika seperti ini? Crab mentality (mentalitas saling menjatuhkan) harus dihentikan, stop berpikir sempit & lihat manfaatnya untuk semua. Dengan membiarkan mereka berkarya di luar negeri, mereka dapat tempat yang sesuai dengan potensi mereka, Negara bisa berinvestasi dalam jangka panjang sambil mengurangi pengangguran & saingan kerja Anda pun juga berkurang.

B. Investasi Jangka Panjang Indonesia


Beasiswa itu bukan konsumsi jangka pendek, melainkan investasi masa depan. Ketika alumni LPDP bekerja di luar negeri, mereka:

  • Membawa nama baik bangsa.
  • Membangun jaringan global yang membuka peluang investasi, riset, dan kerja sama.

Contoh beberapa diaspora negara lain yang sukses:

1)  India

Punya diaspora besar yang merupakan penyumbang devisa terbesar nomor 1 di dunia. Banyak dari mereka menjadi pemimpin global di perusahaan seperti Google, Microsoft, dan IBM. Diaspora India adalah salah satu alasan negara itu menjadi kekuatan ekonomi yang emerging saat ini. Jika suatu saat ada alumni LPDP jadi CEO di Google atau Microsoft? Apakah Anda tidak bangga? Jika dibandingkan mengharuskan mereka langsung pulang kemudian kerjaanya tidak jelas dan tidak jadi apa-apa, bukankah itu justru lebih menyia2kan uang negara?

Di saat India yang sering kita remehkan banyak diasporanya bekerja sebagai tenaga ahli di Eropa & Amerika, Indonesia masih bergantung pada devisa dari pekerja low-skill (Saya tidak bermaksud merendahkan karena mereka tetaplah pahlawan devisa negara). Tapi gara-gara ini, negara kita seringkali dianggap sebagai "negara babu" bahkan oleh tetangga seperti Malaysia, alih-alih sebagai kekuatan ekonomi atau politik kita dianggap sebagai "negara pembantu". Saatnya berdayakan diaspora high-skill untuk mengubah persepsi ini!

2) Yahudi

Diaspora mereka menguasai dunia keuangan, media, dan teknologi di Barat, membantu melobi kepentingan Israel di manapun baik di Eropa atau Amerika. Anda kira bagaimana Israel bisa dibentuk? kenapa Israel bisa sekuat sekarang? Ini semua berkat support dari Amerika & negara-negara barat yang mana dibalik ini ada lobby-lobby diaspora Yahudi yang mendorong bantuan miliaran USD ke Israel setiap tahunnya & backingan absolut dari Amerika yang selalu pro Israel. Bayangkan jika jaringan diaspora Indonesia sekuat diaspora Yahudi atau India dalam melobby kepentingan Indonesia, apakah sekiranya Palestina akan tetap terinjak-injak seperti sekarang? Mungkin tidak.

3) Diaspora Cina, jepang & Korea: Kekuatan Jaringan Diaspora yang Mengubah Negara Asal

Di masa lalu, Korea membiayai mahasiswa-mahasiswa terbaiknya ke luar negeri tanpa wajib pulang, hanya dengan satu syarat: BE THE BEST. Tentunya tidak semua diaspora akan sukses tapi bagaimana hasil keseluruhannya? Mayoritas diaspora mereka bekerja di perusahaan global, membawa teknologi seperti semikonduktor ke Korea, membangun raksasa seperti Samsung & LG, serta memperluas jaringan perdagangan. Korea kini jadi pusat teknologi & budaya global. Hal yang mirip juga diterapkan oleh Pemerintah Jepang pada masa restorasi Meiji & Cina sekarang sehingga mereka bisa sangat maju saat ini.

Jika LPDP memberikan kebebasan serupa, penerima beasiswa bisa menjadi aset strategis jangka panjang untuk membawa investasi, teknologi, dan pengaruh global kembali ke Indonesia.

Kita perlu memupuk diaspora berprestasi agar mereka menjadi kekuatan global, bukan sekadar mengunci mereka di dalam negeri tanpa peluang optimal, justru ini yang menyia-nyiakan uang rakyat.

4) Bagaimana dengan Diaspora Indonesia? 

Meskipun secara keseluruhan mayoritas diaspora kita adalah buruh & pembantu, tapi ada sebagian kecil alumni olimpiade sains internasional dari Indonesia yang kini bekerja di Google, Microsoft, dll. Mereka juga dibiayai negara bahkan hingga S3, tapi kenapa tidak pernah ada yang protes? Saya rasa karena mereka membanggakan nama negara & saya yakin mereka juga tetap bangga sebagai orang Indonesia dan siap jika dipanggil pulang untuk kepentingan proyek strategis negara.

C. Pembunuhan Talenta Terbaik Bansgsa

Banyak sekali orang disekitar yang dapat LPDP harus balik ke Indonesia yang berujung sia-sia potensinya. Satu kasus teman saya kenal dari SMA, salah satu orang yang paling cerdas yang saya pernah kenal. Dia ambil S2 pakai LPDP di suatu negara di Eropa. Dia selalu jadi mahasiswa tebaik, sudah publikasi jurnal dan membantu banyak dosen dalam konferensi luar negeri di salah satu bidang neurology. 

Pulang ke Indo, tidak mendapat kerja dimana-mana dan bahkan banyak dikasih tau kalau meskipun ilmunya sangat bermanfaat dan dibutuhkan Indonesia, masih belum ada pengadaan infrastruktur atau pusat riset yang bisa jadi tempat dia bekerja. Ujung-ujungnya dia kerja di perusahaan si Oren sebagai HR. Setelah masa "mengabdi" selesai (5 tahun itu masa yang panjang!), dia sudah terlanjur terbawa arus sistem yang rusak, api semangatnya sudah padam dan sudah layu karena kehidupan hiruk pikuk sebagai pekerja korporat. Secara keilmuan?  Ya sudah layu dan tidak dipandang relevan lagi kecuali dia harus balik sekolah kembali.

Jujur ini kisah yang menyayat hati. Dia terlalu cemerlang untuk terkungkung & dibungkam oleh sistem. Bukannya kasus di atas ini justru dianggap sebagai "kasus buang-buang duit" yang sesungguhnya? Bayangkan uang rakyat diinvestasikan miliaran tapi ujung-ujungnya cuma kerja jadi HR si oren dan di saat yang sama juga membunuh talenta terbaik bangsa yang seharusnya bisa lebih berkembang di luar negeri?

Bayangkan jika Pak Habibie, Bu Sri Mulyani, atau Bu Wamen Stella, mereka langsung pulang ke Indonesia setelah kuliah. Apakah mereka bisa mencapai prestasi & suskes seperti sekarang? Saya rasa tidak.

D) Kontribusi pada Negara & Apa yang harus dibenahi?


Tidak pulang bukan berarti tidak berkontribusi. Justru bisa jadi kontribusinya bisa lebih besar:

  • Semisal diaspora harus menghasilkan devisa lewat remitansi untuk menyumbang devisa negara & menopang rupiah, misalnya dengan gaji minimal 10% diinvestasikan di surat utang negara atau pasar modal Indonesia selama beberapa tahun, ini akan jauh lebih berkontribusi pada negara dibanding pulang hanya menjadi pengangguran, beban negara & bahkan beban rakyat karena justru jadi saingan cari kerja padahal sudah disekolahkan hingga miliaran rupiah oleh rakyat.
  • Setelah sukses, mereka bisa dipanggil untuk tugas negara jika negara membutuhkan mereka untuk posisi-posisi strategis.
  • Negara juga harus dapat memanfaatkan mereka sebagai penghubung global untuk membuka akses ke riset, teknologi, dan investasi.

Dalam kasus ini, LPDP tetap harus dibenahi agar hanya memberikan beasiswa pada talenta dengan potensi besar dan seleksi ketat untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan dana,  semisal jangan sampai dana disalurkan ke pihak yang ujung-ujungnya tidak ada prestasi, hanya menganggur & menikah di luar negeri saja, kalo ini memang parasit & tetap diberi sanksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun