menyesapi aroma renjana madu
untuk kemudian menulis puisi, atau melukis mimpi rindu
dari jari-jari-- dari kuku-kuku beku
lalu tersenyum pilu pada kedamaian kalbu.
Â
Sungguh kita...
; inginku bersama sisa takdirmu
walau nalarku tahu, takdir adalah perdebatan masing-masing kaum
yang datang-pergi umpama pagi tadi
dan esok, entahlah kita masih berpuisi.
Â