Pagi, aku menyebutmu ; peta waktu yang terlahir kembali
sebab sajak tak berpena dicipta sendiri
dalam keterasingan sisa-sisa mimpi
pandang gelap berangsur lenyap
embun berlarian menuju tetumbuhan
sejuk hembusan udara
terbit sang mentari
alam berseri
Â
Pagi, aku memanggilmu ; awal yang menggaris kehidupan
karena sedari dulu
wujudmu telah ada
membangun harapan-harapan manusia
membuka mata jiwa
menjalani takdir selanjutnya
Â
Pagi, aku berdiri di tanahmu kini
di hadapan serumpun bunga melati
dengan sajak tak berpena
pada kepak sayap kupu-kupu, kucurah rasa hati
agar rinduku dibawa terbang
hingga berada di jendela kamar kekasih
dan cinta mengabarkan senyum termanisnya
Â
Pagi, aku ingin tetap seperti ini
tanpa teriakan ilusi
tiada angan-angan abadi
halnya sajak tak berpena
di butiran-butiran pasir waktu
melalui arwah jari-jari
tulisku arti cinta sepaham diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H