Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagi tak Berpena

8 Juli 2016   06:19 Diperbarui: 8 Juli 2016   08:49 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

dan cinta mengabarkan senyum termanisnya

 

Pagi, aku ingin tetap seperti ini

tanpa teriakan ilusi

tiada angan-angan abadi

halnya sajak tak berpena

di butiran-butiran pasir waktu

melalui arwah jari-jari

tulisku arti cinta sepaham diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun