Aku menulis hidupÂ
dan enggan mengingat naskah skenarioÂ
untuk memahami jalan-NyaÂ
yang mungkin masih panjangÂ
atau esok tiada sudahÂ
Â
Karena aku bukan pencipta bahagiaÂ
bahkan sgala sekitar-pun, sebenarnya enggan peduliÂ
 Â
Aku hanya ingin berdialog dengan puisiÂ
dengan kata-kata yang sungguh tak mampu berkataÂ
Â
Aku lebih mengikuti arah jujur tinta imaji
membutakan mata
menenggelamkan suara
demi menyesap waktu bercahaya
Â
Di kertas ini
aku adalah aksara biasa (Alpaprana)
terangkai dengan diksi sederhana
seperti menghitung fana usia
hingga menemui warna kematian dunia
Â
Aku berandai dalam tulisan
berteriak bebas
sebab angan tiada batas
dan kata-kata tiada pernah habis
sebelum sangkakala berbunyi sadis
Â
Aku hanya sedikit melupa cerita
tentang rahsa
dan sejauh apapun menghindar
tetaplah aku menghirup prolog kelukaan
lalu aku kembali lagi sebagai tulisan
dengan kefanaan.