Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jika Fana Kembali

1 Juli 2016   14:17 Diperbarui: 1 Juli 2016   14:23 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menulis hidup 

dan enggan mengingat naskah skenario 

untuk memahami jalan-Nya 

yang mungkin masih panjang 

atau esok tiada sudah 

 

Karena aku bukan pencipta bahagia 

bahkan sgala sekitar-pun, sebenarnya enggan peduli 

  

Aku hanya ingin berdialog dengan puisi 

dengan kata-kata yang sungguh tak mampu berkata 

 

Aku lebih mengikuti arah jujur tinta imaji

membutakan mata

menenggelamkan suara

demi menyesap waktu bercahaya

 

Di kertas ini

aku adalah aksara biasa (Alpaprana)

terangkai dengan diksi sederhana

seperti menghitung fana usia

hingga menemui warna kematian dunia

 

Aku berandai dalam tulisan

berteriak bebas

sebab angan tiada batas

dan kata-kata tiada pernah habis

sebelum sangkakala berbunyi sadis

 

Aku hanya sedikit melupa cerita

tentang rahsa

dan sejauh apapun menghindar

tetaplah aku menghirup prolog kelukaan

lalu aku kembali lagi sebagai tulisan

dengan kefanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun