Mohon tunggu...
Dio A. Wahyudo
Dio A. Wahyudo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Seorang yang ingin mengetahui cara kerja kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Gen-Z dalam Perkembangan Terumbu Karang di Indonesia

11 Desember 2024   18:19 Diperbarui: 11 Desember 2024   18:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. Terumbu Karang 

Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa…. Sepenggal lirik lagu anak-anak ini menggambarkan identitas maritim Indonesia yang begitu kuat. Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah lautan mencapai 5,8 juta kilometer persegi, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar di seluruh Nusantara (Reni & Modokompit, 2024).   Indonesia didominasi dengan wilayah perairan yang mencapai dua per tiga dari keseluruhan wilayah seperti dalam Gambar 1 (Rahmadani, 2023).

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam yang melimpah. Sektor perairan dan kelautannya yang luas menjadi salah satu wilayah dengan keindahan alam laut yang signifikan. Terumbu karang di Indonesia mencakup area seluas 51.000 kilometer persegi, yang setara dengan 18% dari total terumbu karang dunia dengan luas keseluruhan mencapai 284.300 kilometer persegi. Selain itu, Indonesia berada dalam kawasan Coral Triangle, yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman terumbu karang dunia (Kemenparekraf, 2024).

Gambar 2. Terumbu Karang 
Gambar 2. Terumbu Karang 
Terumbu karang merupakan organisme yang hidup di perairan dangkal terutama di daerah tropis. Ekosistem terumbu karang memiliki banyak manfaat sebagai keberlangsungan hidup manusia seperti sebagai penahan gelombang, biotope ikan, makanan ikan, perkembangbiakan ikan, dan juga penghasil sumberdaya hayati yang bernilai tinggi sehingga terumbu karang menjadi potensi sumber daya laut yang harus di perhatikan dan harus di jaga kelestariannya (Hanafi dkk., 2023).

Pada tahun 2019, dari total 1.153 terumbu karang yang tercatat, sebanyak 390 terumbu karang (33,82%) dikategorikan dalam kondisi buruk, 431 terumbu karang (37,38%) dalam kondisi cukup, 258 terumbu karang (22,38%) dalam kondisi baik, dan 74 terumbu karang (6,42%) dalam kondisi sangat baik. Selama periode 1993 hingga 2019, rata-rata sebesar 30,85 ± 0,29% terumbu karang memiliki tutupan lebih dari 50% yang dikategorikan baik dan sangat baik, sedangkan 69,15 ± 0,29% memiliki tutupan kurang dari separuh, yang termasuk dalam kategori buruk dan cukup (Hadi dkk., 2020).

Perubahan iklim dan aktivitas antropogenik merupakan faktor utama yang menyebabkan degradasi terumbu karang. Kenaikan suhu air laut berkontribusi pada terjadinya fenomena pemutihan (bleaching), di mana pemulihan alami terumbu karang memerlukan waktu yang cukup lama. Dampak negatif ini semakin diperparah oleh aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan, pencemaran, eksploitasi tambang, dan perubahan fungsi lahan di wilayah pesisir. Meskipun terumbu karang memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan, tekanan yang kompleks dan intens dapat membawa ekosistem ini mendekati ambang kehancuran. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif masyarakat, termasuk generasi muda seperti Gen-Z, dalam upaya konservasi dan rehabilitasi terumbu karang untuk memastikan keberlanjutan ekosistem ini di masa depan. (Hadi dkk., 2020).

PERAN GEN-Z DAN TEKNOLOGINYA

Generasi muda saat ini sering disebut sebagai Generasi Z (Gen-Z). Menurut Hastini, Gen-Z adalah kelompok generasi yang sejak lahir telah terbiasa berinteraksi dengan kemajuan teknologi. Proses pengasuhan mereka pun banyak dipengaruhi oleh keberadaan teknologi dan internet. Lahir antara tahun 1995 hingga 2012, generasi ini tidak mengalami kehidupan tanpa keberadaan teknologi dan internet. Karakteristik utama yang menonjol dari Gen-Z adalah preferensi terhadap segala sesuatu yang bersifat instan serta ketergantungan yang tinggi pada internet dan teknologi, yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka sejak dini (Nabila dkk., 2023).

Struktur karang atau terumbu karang terbentuk dari endapan kapur yang mengendap di dasar laut. Teknologi elektrolisis saat ini dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan batu kapur. Elektrolisis merupakan proses kimia yang memanfaatkan arus listrik untuk mengubah senyawa menjadi senyawa lain dengan sifat kimia yang berbeda. Proses ini dilakukan menggunakan sel elektrolisis, yang terdiri atas dua elektroda, yaitu katoda (elektroda negatif) dan anoda (elektroda positif), yang terhubung dengan sumber listrik (Sari & Liliani, 2023).

Namun, dalam pembentukan endapan kapur di laut, elektrolisis tidak berlangsung secara langsung. Endapan kapur di laut terbentuk melalui reaksi kimia antara ion karbonat (CO3²⁻) dan ion kalsium (Ca²⁺) yang terdapat dalam air laut. Ion karbonat berasal dari karbon dioksida (CO2) yang larut di air laut dan bereaksi dengan air membentuk ion karbonat serta ion hidrogen (H⁺). Sementara itu, ion kalsium berasal dari mineral yang tererosi dari daratan dan masuk ke laut. Kedua ion ini kemudian bergabung membentuk senyawa karbonat kalsium (CaCO3), yang bersifat padat dan sulit larut, sehingga mengendap dan menjadi bagian dari struktur karang atau terumbu karang (Sari & Liliani, 2023).

METODE RESTORASI TERUMBU KARANG 

Pemulihan terumbu karang mengalami kemajuan pesat seiring dengan meningkatnya investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi restorasi. Berbagai metode telah dikembangkan dan diujicobakan, mulai dari tingkat individu hingga skala ekosistem yang lebih luas. Salah satu inisiatif besar adalah Program Restorasi dan Adaptasi Terumbu Karang (RRAP) di Australia, yang berupaya menerapkan solusi inovatif untuk melindungi Great Barrier Reef. Pendekatan ini mencakup adaptasi evolusi spesies terumbu karang terhadap suhu perairan yang lebih hangat serta produksi massal larva karang untuk mendukung regenerasi terumbu secara menyeluruh. Program ini memberikan contoh bagaimana teknologi dan biologi dapat bekerja sama dalam skala besar untuk memulihkan ekosistem yang terancam (Hein dkk., 2021).

Selain itu, eksperimen lapangan di lokasi seperti Fiji dan Kiribati sedang berlangsung untuk memanfaatkan ketahanan alami terumbu karang dalam proses pemulihan. Penelitian di daerah ini fokus pada koloni karang yang selamat dari peristiwa pemutihan sebelumnya, dengan tujuan memperkuat kemampuan adaptasi mereka terhadap perubahan lingkungan. Pendekatan ini juga melibatkan pengelolaan aktif terhadap ekosistem terumbu karang, termasuk penghilangan predator karang, pengendalian pertumbuhan alga makro melalui reintroduksi ikan, serta pemanfaatan bulu babi untuk menciptakan keseimbangan ekologis. Pendekatan berbasis ekosistem ini bertujuan tidak hanya untuk memulihkan terumbu karang, tetapi juga untuk memastikan kelangsungan fungsinya sebagai penopang keanekaragaman hayati laut (Hein dkk., 2021).

Berbagai metode restorasi terumbu karang terus dievaluasi dan diadaptasi, salah satunya adalah metode yang diadaptasi dari Bostrom. Metode tersebut mencakup direct transplantation, yaitu transplantasi langsung tanpa melalui fase pembibitan, dan coral gardening, yang melibatkan pembibitan karang baik secara in situ maupun ex situ. Selain itu, terdapat substrate addition, yang melibatkan penambahan struktur buatan melalui elektrolisis (electro-deposition) atau dengan desain alami (green engineering). Substrate manipulation mencakup stabilisasi substrat untuk menghilangkan puing-puing yang tidak terkonsolidasi (substrate stabilization) serta penghilangan alga mikro yang berlebihan (algae removal). Metode terakhir, larval propagation, melibatkan penyebaran substrat yang diinokulasi (deployment of inoculated substrate) dan pelepasan larva karang (larval release). Beragam pendekatan ini memberikan peluang besar untuk mengatasi berbagai tantangan dalam pemulihan terumbu karang di seluruh dunia (Hein dkk., 2021).

DISTRIBUSI GLOBAL DAN LUAS TERUMBU KARANG DUNIA

Terdapat 128 negara yang berbatasan dengan terumbu karang atau memiliki terumbu karang di perairan dalam radius 100 km. Berdasarkan data distribusi spasial dari UNEP-WCMC, luas total terumbu karang yang tertutup di dunia mencapai 151.390,25 km². Australia memiliki kawasan terumbu karang terluas, yaitu 31.688,43 km² (20,93% dari total global), diikuti oleh Indonesia dengan luas 20.233,23 km² (13,36%) dan Filipina sebesar 13.573,40 km² (8,97%) (Wong dkk., 2022).

Populasi yang tinggal di sekitar terumbu karang menunjukkan peningkatan signifikan dari waktu ke waktu. Pada jarak 100 km dari terumbu karang, populasi meningkat dari 762 juta orang pada tahun 2000 menjadi 997 juta orang pada tahun 2020, yang masing-masing setara dengan 12,56% dan 12,84% dari populasi global. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada populasi yang tinggal dalam radius 5 km dari terumbu karang, yaitu sebesar 42,17% dalam periode yang sama. Pada jarak ini, jumlah penduduk meningkat dari 76 juta orang pada tahun 2000 (1,25% dari populasi global) menjadi 108 juta orang pada tahun 2020 (1,39% dari populasi global) (Wong dkk., 2022).

MEMBANDINGKAN DAMPAK TERHADAP TERUMBU KARANG BERDASARKAN WILAYAH

Bleaching (Pemutihan Karang)

Pemutihan karang merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap ekosistem terumbu karang dan dampaknya bervariasi di setiap wilayah. Peristiwa pemutihan karang yang parah telah menyebabkan kerusakan terbesar di wilayah Indo-Pasifik Barat, dengan penurunan hingga 52% dari kondisi sebelumnya. Di Indo-Pasifik Tengah dan Timur, tingkat kerusakan akibat pemutihan parah lebih rendah, masing-masing mencapai 25% dan 33%. Sebaliknya, di Atlantik Tropis, tidak ditemukan laporan pemutihan dengan keparahan tinggi seperti itu (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Peristiwa pemutihan karang dengan intensitas sedang terjadi di seluruh wilayah, tetapi dampaknya lebih signifikan di Indo-Pasifik Timur (-35%) dan Indo-Pasifik Barat (-32%) dibandingkan dengan Atlantik Tropis (-22%) dan Indo-Pasifik Tengah (-18%). Pemutihan dengan tekanan rendah memiliki dampak minimal terhadap terumbu karang, berkisar antara -6% hingga -16% di semua wilayah (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Siklon Tropis

            Siklon tropis adalah ancaman besar lainnya yang berdampak signifikan pada terumbu karang, terutama di kawasan Atlantik Tropis dan Indo-Pasifik Tengah, yang mencatat frekuensi kejadian tertinggi dengan masing-masing 451 dan 181 peristiwa. Sebaliknya, hanya sembilan peristiwa tercatat di Indo-Pasifik Timur dan tiga di Indo-Pasifik Barat (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Siklon Kategori 5, yang merupakan siklon paling kuat, menimbulkan kerusakan besar hingga -51% di Indo-Pasifik Tengah, satu-satunya wilayah dengan data yang tersedia untuk kategori ini. Siklon Kategori 2, 3, dan 4 memberikan dampak negatif yang moderat, berkisar antara -21% hingga -28% di Indo-Pasifik Tengah dan Atlantik Tropis. Sebaliknya, depresi tropis, yang merupakan siklon dengan intensitas lebih rendah, memberikan dampak minimal kecuali di Indo-Pasifik Timur, di mana kerusakannya mencapai -30% (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Wabah Acanthaster sp.

Merebaknya bintang laut mahkota duri (Acanthaster sp.) menjadi ancaman signifikan bagi terumbu karang di wilayah Indo-Pasifik. Kerusakan terbesar terjadi di Indo-Pasifik Timur dan Tengah, sedangkan dampak negatif di Indo-Pasifik Barat relatif lebih rendah. Di Atlantik Tropis, keberadaan Acanthaster sp. tidak tercatat sehingga tidak ada dampak yang dilaporkan (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Risiko Lainnya

Risiko lingkungan lain, seperti banjir, tsunami, dan mekar plankton, juga memberikan dampak beragam terhadap terumbu karang. Dampak banjir tertinggi terjadi di Indo-Pasifik Tengah, dengan penurunan kondisi terumbu sebesar -22%, sementara dampak terendah tercatat di Atlantik Tropis (-7%). Tsunami lebih sering terjadi di Indo-Pasifik Barat (N=65) dengan dampak negatif rendah sebesar -10%. Di Indo-Pasifik Timur, dua kelompok risiko tidak menunjukkan dampak signifikan terhadap terumbu karang (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Mekarnya plankton menyebabkan kerusakan yang sangat besar di Indo-Pasifik Barat, dengan penurunan kondisi terumbu karang hingga -94%. Namun, untuk wilayah lain, data mengenai dampak mekar plankton tidak tersedia sehingga tidak dapat dimasukkan dalam analisis ini (Alvarez-Filip dkk., 2021).

Daftar Pustaka

Ramadhani, A.A., 2023. Potensi Keunggulan Kompetitif Sumber Daya Kelautan Indonesia. Jurnal Ekonomi Sakti (Jes), 12(3), pp.291-296.

Reni, W.O. dan Mokodompit, E.A., 2024. Sejarah Maritim Indonesia. Journal of International Multidisciplinary Research, 2(6), pp.119-127.

https://kemenparekraf.go.id/ragam-pariwisata/fakta-menarik-laut-indonesia-memiliki-terumbu-karang-terluas-di-dunia

Faisal, H., 2023. STUDI PERSEBARAN TERUMBU KARANG BERDASARKAN CITRA SATELIT DI PULAU KEMUJAN DAN PULAU KARIMUNJAWA (Doctoral dissertation, ITN Malang).

file:///E:/Semester%205/TMSK%20A/Bahan%20makalah/TheStatusofIndonesianCoralReefs2019.pdf

Nabila, L.N., Utama, F.P., Habibi, A.A. and Hidayah, I., 2023. Aksentuasi literasi pada gen-z untuk menyiapkan generasi progresif era revolusi industri 4.0. Journal of Education Research, 4(1), pp.28-36.

Sari, W.P. and Liliani, R., 2023. Teknologi Elektrolisis untuk Mempercepat Pembentukan Batu Kapur dalam Pertumbuhan Terumbu Karang. Bincang Sains dan Teknologi, 2(01), pp.41-47.

Hein, M.Y., Vardi, T., Shaver, E.C., Pioch, S., Boström-Einarsson, L., Ahmed, M., Grimsditch, G. and McLeod, I.M., 2021. Perspectives on the use of coral reef restoration as a strategy to support and improve reef ecosystem services. Frontiers in Marine Science, 8, p.618303.

Alvarez-Filip, L, Estrada-Saldívar, N., Pérez-Cervantes, E., González Barrios, F.J., Secaira Fajardo, F. 2021. Comparative analysis of risks faced by the world’s coral reefs. UNAM-The Nature Conservancy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun