Benar saja, sebelum tiba lampu merah Simpang Blondo, bus berhenti. Kernet bilang kami sudah sampai. Dan untuk menuju Candi Borobudur kami masih harus naik angkutan "berwarna biru-merah yang ada tulisan Borobudur." Aku dan biksu asal Thailand berjalan kaki sekitar 100 meter dari pemberhentian bus tadi, menunggu angkutan seperti dijelaskan kernet tadi.
Kami melihat sebuah angkutan dengan ciri-ciri tersebut dan langsung menaikinya. Hanya ada dua penumpang, seorang anak berseragam SMK dan ibu pembawa bakul. Aku naik duluan diikuti biksu. Kami bilang ke supir bahwa kami mau ke Borobudur, dan dia bilang angkutan itu menuju Candi Borobudur. "Angkutan ini hanya sampai terminal," kata supir. "Tapi kalau mau diantar ke candi, bisa juga. Rp40 ribu untuk berdua."Â
Supir itu jelas mengira aku dan biksu teman satu perjalanan, meski sebenarnya baru berjumpa tadi selepas turun dari bus. Sebenarnya, harga tersebut tidaklah mahal. Ongkos angkutan sampai terminal adalah Rp10.000 seperti dibilang oleh kernet bus. "Nanti pas ke candi jalan kaki saja, dekat kok."
Aku kemudian berdiskusi dengan biksu. Aku bilang padanya bahwa angkutan ini mau mengantar ke candi, tapi kita harus membayar Rp40.000. Biksu itu menolak. Katanya, dia akan turun di terminal saja. Aku kemudian bilang ke supir bahwa kami akan turun di terminal dan dia seperti sedikit kecewa.Â
Saat tiba di terminal, kami pun turun. Aku turun duluan dan langsung ke depan untuk membayar. Rupanya, biksu yang turun belakangan sudah duluan membayar sebelum dia turun. "Sudah dibayar oleh temanmu," kata supir ketika aku menyodorkan uang Rp20.000. Aku pun bilang "thank you" ke biksu dan kami pun berpisah jalan. Dia ke warung makan yang berada di seberang terminal, sementara aku menuju warung dekat persimpangan menuju candi. Sebelumnya aku sempat membeli satu botol air mineral.
"Kalau ke candi ke arah mana ya," tanya aku berbasa-basi. "Dari simpang ambil kiri mas," katanya. "Tidak jauh kok, bisa jalan kaki."
Sempat "Tidak Diakui" Orang Indonesia
Setelah berjalan kaki sekitar 15 menit, akhirnya aku tiba di kawasan Candi Borobudur. Di ruas jalan menuju tempat pembelian tiket, ada seorang petugas sedang menjelaskan tentang Candi Borobudur kepada seorang anak kecil yang ditemani bapak dan ibunya.
Petugas itu menjelaskan sedikit tentang candi dan destinasi wisata apa saja yang ada di komplek candi termasuk tiket masuk. Aku pun turut menyimak untuk mendapatkan gambaran berapa jumlah uang yang harus kita keluarkan demi masuk ke komplek candi. Katanya, untuk masuk ke halaman candi, tiket masuk hanya Rp50.000, tapi kalau mau naik ke puncak harganya Rp120.000. "Itu untuk warga lokal (WNI). Kalau untuk orang asing lain lagi, sekitar 560.000-an" katanya.
Setelah mendapatkan penjelasan kecil dari petugas, aku bergegas masuk ke gedung tempat pembelian tiket sembari mengisi daya ponsel. Hal ini aku lakukan untuk berjaga-jaga, agar nantinya saat berada di puncak ponsel-ku tidak lowbat. Saat itu, aku sempat memikirkan apakah sebaiknya aku membeli tiket masuk untuk pekarangan saja atau sampai ke puncak. "Wah, rugi ke Candi Borobudur kalau tidak naik ke atas," gumamku dalam hati.
Akhirnya, aku masuk ke tempat pembelian tiket khusus ke puncak. Aku langsung menuju konter penjualan tiket, dan petugas di sana meminta nomor antrian. Aku bilang belum ambil nomor antrian. "Kuota untuk jam saat ini sudah habis," kata petugas. Dia meminta agar aku menunggu petugas jaga tempat ambil antrian.