Mohon tunggu...
Taufik Al Mubarak
Taufik Al Mubarak Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tukang Nongkrong

Taufik Al Mubarak, blogger yang tak kunjung pensiun. Mengelola blog https://pingkom.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

GERDEMA, Belajar dari Malinau

1 Desember 2014   06:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buku Revolusi dari Desa

Kondisi tersebut memaksa Dr Yansen secara serius mencari penyebab kenapa masalah kemiskinan belum juga teratasi, sekali pun sistem terus berganti, aturan hukum dibuat dan pemerintahan berganti. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk segera keluar dari kemelut kemiskinan, karena memiliki sumber daya alam yang melimpah.

Melalui buku Revolusi dari Desa, Dr Yansen mengulas secara cerdas dan kritis kenapa Indonesia belum mampu mengatasi masalah kemiskinan. Menurutnya, karena banyak kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Banyak kebijakan pemerintah, katanya, keliru dan tidak masuk akal, terutama dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran. Bahkan, beberapa di antaranya tidak perlu dan tidak jelas, sebab sangat jauh dari esensi persoalan yang dihadapi. (hal 5)

Buku Revolusi dari Desa berisi 6 bagian (BAB). Buku yang berasal dari studi doktoralnya tersebut secara sistematis membahas persoalan pembangunan di Indonesia dengan menawarkan solusi. Dr Yansen tidak sekadar bicara tentang ketimpangan pembangunan di desa, melainkan menawarkan solusi yang dibutuhkan terutama untuk mengurangi kemiskinan dan mewujudkan pemerintahan desa yang mandiri.

Dalam bagian pendahuluan (BAB I), Yansen menggugat konsep pembangunan yang selama ini diterapkan di Indonesia. Menurutnya, konsep pembangunan yang ada selama ini kurang tepat karena selalu menempatkan masyarakat di pihak yang lemah. Model dan strategi yang dijalankan pemerintah tidak mampu menyentuh aspek dasar. Bahkan, katanya, model tersebut terbukti tidak mampu mengakomodasi berbagai kekuatan yang ada di masyarakat. Beberapa langkah yang ditempuh pemerintah, misalnya, lebih sering terkesan sebagai langkah politis. Apalagi, pemerintah lebih memilih menjalankan tindakan preventif persuasif namun temporer dengan tujuan menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat. Yansen mencontohkan soal memperbesar subsidi. (hal 4).

Memperbaiki kondisi tersebut, Yansen menawarkan sesuatu yang inovatif dan kreatif dengan cara mengubah konsep pembangunan. Secara perlahan-lahan dia mulai mengganti paradigma pembangunan yang selama ini dianut yaitu growth paradigm (paradigma pertumbuhan) dan generalization paradigm (paradigma pemerataan). Kedua paradigma ini terbukti gagal, karena belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Dengan posisinya sebagai Bupati di Kabupaten Malinau, memulai revolusi di daerahnya sendiri dengan menawarkan paradigma baru pembangunan yang berpusat pada sumber daya manusia (people centered development paradigm) yang beriringan dengan konsep pembangunan partisipatif (partisipative approach) (hal 10). Yansen tak berbicara dari menara gading dan berdasarkan teori semata. Apa yang dilakukannya benar-benar berdasarkan pengalamannya selama menjadi Camat, Sekretaris Daerah hingga memimpin Kabupaten Malinau. Dia pun memperkenalkan konsep ‘Gerakan Desa Membangun’ atau GERDEMA.

Rupanya konsep tersebut lahir dari perenungan panjang dan mendalam selama menjadi birokrat. Dia tergoda menjawab pertanyaan: Mengapa elite-elite lokal dan birokrasi pemerintahan daerah yang selama ini telah bekerja keras belum membuahkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat desa di Kabupaten Malinau? Rupanya, jawabannya sangat sederhana: perlunya pelibatan masyarakat dalam pembangunan. (hal 12). Kuncinya hanya mempercayakan pembangunan secara penuh kepada masyarakat desa.

Di bagian kedua, Yansen mengupas tentang teknik merancang konsep pembangunan. Keberhasilan Program GERDEMA yang memiliki motto Revolusi dari Desa, Percaya sepenuhnya kepada Rakyat, karena memiliki visi, misi, pilar pembangunan dan komitmen yang jelas dalam membangunan desa. Ada empat pilar pembangunan yang dilakukan, yaitu pembangunan infrastruktur daerah, membangun sumber daya manusia, membangun ekonomi daerah melalui sektor ekonomi kerakyatan, dan membangun sektor kepemerintahan.

Pilar pembangunan tersebut kemudian diperkuat dengan komitmen sungguh-sungguh untuk menjalankan GERDEMA melalui: mewujudkan Malinau sebagai Kabupaten Parawisata. Yansen cukup yakin dengan menghidupkan sektor parawisata akan menggairahkan sektor lain terutama ekonomi. Kesuksesan Malinau di bidang pariwisata dapat dilihat dari komitmennya untuk mencanangkan kabupaten konservasi. Hasilnya, Malinau menjadi salah satu konservasi terbesar di Indonesia dan salah satu paru-paru dunia. Kini Malinau dijuluki sebagai Heart of Borneo. (hal 36)

Komitmen lainnya yaitu Membangun Sektor Pertanian melalui Revitalisai dan mewujudkan RSUD sebagai Rumah Sakit Rujukan. Pada rencana pembangunan Malinau, RSUD ini akan menjadi Rumah Sakit Wisata (Hospital Tourism)

Di bagian ketiga, Yansen mengupas tentang Program GERDEMA, Sebuah Revolusi dari Desa. Yansen percaya bahwa dua pendekatan dalam pembangunan, yaitu top-down (sebagai perencanaan teknokratik, dari atas ke bawah) dan bottom-up (perencanaan partisipatif, dari bawah ke atas) dapat diterapkan secara bersama-sama. Menurutnya, jika kedua pendekatan tersebut diterapkan secara terpadu dalam pembangunan desa, maka desa akan cepat maju dan sejahtera. Tapi, revolusi konsep pembangunan desa harus dimulai dari gerakan yang ada di desa itu sendiri. (hal 42).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun