2. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
3. Kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
4. Adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian, dan
5. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
Setiap warga negara memiliki hak konstitusional terkait dengan pemilihan umum. Dengan demikian, pemohon hanya perlu membuktikan bahwa hak termaksud dirugikan karena pemberlakuan pasal yang digugat.
Literasi hukum terkait legal standing ini adalah Hakim Konstitusi perlu memahami atau mengerti dengan dalil-dalil kerugian konstitusional para pemohon termaksud. Selanjutnya jika sudah mengerti atau paham, Hakim Konstitusi perlu membahas atau melakukan pengujian benar tidaknya kerugian konstitusional itu dan jika benar, maka permohonan legal standing para penggugat wajib dikabulkan. Singkatnya, pahami dan uji argumentasi dalil-dalil ini.
Sangat mengecewakan, ini tidak dilakukan oleh Hakim Konstitusi, yang mengindikasikan bahwa satu dan lain hal memang literasi verbal Hakim Konstitusi sangat rendah. Atau, sebetulnya Hakim Konstitusi mengerti sekali bahwa itu seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan karena adanya benturan kepentingan atau conflict of interests.
Ujug-ujug Hakim MK menolak legal standing (kedudukan hukum) penggugat perseorangan perkara nomor 66 ini secara semau gue dengan merujuk ke penolakan legal standing putusan perkara konstitusional yang lain yang terdaftar dengan nomor: 74/PUU-XVIII/2020. Hakim Konstitusi yang mulia, uraikan secara baik dan lengkap dan baru kemudian nyatakan bahwa dalil-dalil kerugian konstitusional yang diajukan dalam perkara ini tidak dapat diterima dan dengan demikian baru nyatakan bahwa penggugat tidak memiliki legal standing. Kemudian, sebagai informasi tambahan dapat juga mengatakan bahwa hal ini konsisten dengan beberapa putusan MK terdahulu, jika dan hanya jika, putusan-putusan terdahulu itu memiliki dalil-dalil kerugian konstitusional yang persis sama dengan dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat saat ini.
Kesimpulan, literasi verbal Hakim Konstitusi sangat rendah dan ini konsisten dengan pandangan Effendi Gazali, Pakar Komunikasi Politik UI, bahwa Hakim Konstitusi itu sontoloyo, atau, pandangan Rocky Gerung, activist Pro Demokrasi nasional, yang memplesetkan MK sebagai Mahkamah Kedunguan. Kemungkinan lain, Hakim Konstitusi itu anteknya oligarki sesuai pernyataan Yusril, Ketum Partai PBB. Untuk Rocky dan Yusril, klik disini.
Info Tambahan: Penulis sajikan bunyi resmi dari Pasal 222 dan Pasal 223 UU Pemilu tahun 2017.
Pasal222