Lebih menggeramkan lagi, Hakim MK menolak legal standing (kedudukan hukum) para penggugat dengan merujuk ke penolakan legal standing yang tertuang dalam putusan perkara tahun 2020 yang terdaftar dengan nomor: 74/PUU-XVIII/2020. Dalil hukum legal standing kerugian konstitusional para penggugat pada perkara ini jauh berbeda dengan dalil hukum legal standing kerugian konstitusional pada perkara no: 42/PUU-XX/2022 tersebut diatas.
Ini perkara 42/2022 atau perkara 74/2020 Hakim Konstitusi Yang Mulia?
2. Salah Kaprah Bertindak sebagai Wakil PemerintahÂ
Hakim Konstitusi sering mengambil alih fungsi pemerintah, persisnya, pembentuk UU (pemerintah dan DPR), dalam mengadili perkara konstitusional. Ini kesalahan yang sangat fatal dan tidak dapat ditolerir mengingat pengadilan itu mengadili dua pihak yang berseteru. Pihak pertama adalah penggugat dan pihak kedua adalah tergugat.
Tergugat adalah pembentuk undang-undang yaitu pemerintah dan DPR. Hakim Konstitusi bukan pemerintah dan bukan juga DPR. Hakim Konstitusi selain wajib menghadirkan pihak tergugat (pemerintah dan DPR) juga harus imparsial walaupun Yang Mulia termaksud diangkat oleh pemerintah dan DPR (plus Mahkamah Agung). Juga, walaupun memang sebetulnya Bisnis Proses pengangkatan Hakim Konstitusi sangat sangat perlu kita review kembali.
3. Sangat rendahnya dorongan untuk menemukan keadilan
Dalam hal mindset Hakim Konstitusi adalah menggali untuk menemukan keadilan, maka mereka Beliau itu seharusnya mengenyampingkan hal-hal sepele administratif. Trivial things should be foregone. Â
Dalil hukum penggugat dapat saja ada kesalahan penulisan semacam  typo dan frasa petitum sedikit kurang tegas.  Hakim Konstitusi dapat saja mengabaikan kesalahan penulisan itu dan/atau kekurangan tegas termaksud.  Atau, mereka Beliau itu dapat memintahkan klarifikasi ke para pemohon.
Adalah tidak elok, atau, sedikit sarkastis, mohon maf, untuk mengatakan bahwa adalah tercela jika tindakan Hakim Konsitusi ujug-ujug menyatakan dalil hukum dan petitum para pemohon kabur atau tidak jelas dan oleh karena itu tidak dilakukan pembahasan sema sekali baik terkait legal standing apalagi dalil-dalil inkonsitusionalitas pasal yang diuji.
Lebih lengkap lihat Putusan Perkara No. 42/PUU-XX/2022. Fokus baca pada pengujian Pasal 223 UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum.
4. Terbentuknya tendensi rekayasa dissenting opinions, manipulasi pendapat hukum berbeda.