Ini terletak dari mantra perdagangan luar negeri mereka. Mantra yang mereka gunakan untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri bukan kebijakan kuota impor seperti yang dilakukan di Indonesia sejauh ini tetapi mereka gunakan kebijakan tarif. Naikan tarif (impor) jika terasa pasokan pangan di dalam negeri sudah meningkat secara significant. Sebaliknya, turunkan tarif impor.
Hal yang serupa juga diterapkan oleh Paman Sam. Donald Trump menetapkan tarif impor yang tinggi untuk barang-barang China guna melindungi industri dalam negeri. Trump berhasil. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sangat mengesankan sebelum negara pemilik wara laba McDonald ini dilululantakan oleh Nona Corona.
Kurangnya Pemahaman Publik atas Keburukan Kebijakan Kuota Impor
Sayang sekali Presiden Jokowi yang sarjana kehutanan ini rasanya tidak begitu paham keunggulan tarif dibandingkan dengan kuota. Sayang sekali juga dua periode SBY juga menggunakan rezim kuota. Lebih miris lagi, hanya sayup-sayup suara akademisi apalagi politisi yang menentang sistem kuota impor.Â
Jika akademisi dan para politisi tidak bersuara cukup keras untuk menghentikan sistem kuota ini, maka pemahaman publik atas keburukan sistem kuota ini tidak akan begitu meluas.Â
Penulis yakin, tidak banyak Kompasianer yang paham akan sistem kuota ini. Yang sering terdengar berulang-ulang kata mafia. Mafia Alkes,mafia migas, mafia impor pangan, dan lain sebagainya. Publik tidak paham bahwa indung telur dari mafiaso-mafiaso itu sebetulnya sederhana yaitu sistem kuota impor.
Hentikan Tagar Indonesia Terserah. Ayo Lebih Kencang Suaranya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H