Dalam kondisi seperti biasa, sebagian besar data itu masih konsisten. Data ini kemudian mulai tidak konsisten lagi seiring dengan mulai merosotnya ekonomi Indonesia sebagai imbas dari perang dagang USA - China. Banyak perusahaan, pengusaha, dan pekerja yang mulai mengalami penurunan pendapatan. Kemudian, banyak pekerja mulai kena PHK dan dirumahkan di penghujung tahun 2019 dan bertambah banyak di awal tahun 2020.
Kondisi ekonomi Indonesia kemudian menjadi porak poranda ketika Covid-19 dengan sangat cepat berjangkit di Indonesia yang kemudian diikuti oleh kebijakan semi lockdown dengan nama resmi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sekolah dan perguruan tinggi ditutup, pegawai hampir seluruhnya bekerja di rumah, mall/super market dan tempat wisata ditutup, hotel dan restoran serta warung-warung kuliner tutup, pabrik-pabrik dan kegiatan perdagangan juga merosot tajam.Â
Ribuan perusahaan dan UMKM terancam bangkrut dan sebagian besar sudah mem-PHK dan me-rumahkan para pekerja mereka. Data Kementerian Tenaga Kerja per 20 April 2020 memperlihatkan bahwa terdapat 2.084.593 pekerja yang kena PHK atau terpaksa dirumahkan. Angka ini jelas akan bertambah terus dan menurut intuisi penulis sudah tembus tiga juta orang hingga 8 Mei 2020.
Total pekerja di provinsi Jawa barat Jabar yang kehilangan pekerjaan akibat di-PHK dan dirumahkan per 5 Mei 2020 mencapai 75.113 orang. Di provinsi Jawa Timur hingga 11 April 2020 terdapat 20.036 pekerja yang dirumahkan dan 3.315 orang kena PHK. Â Selain itu, di Jatim juga, terdapat 4.302 pekerja migran Indonesia (PMI) yang terdampak pandemi Corona ini seperti PHK dan gagal berangkat. Di wilayah DKI Jakarta, laporan terkini atas para pekerja yang kena PHK dan dirumahkan berjumlah 323.224 orang.
Kesemua mereka itu adalah sebagian dari orang-orang yang tidak masuk dalam daftar DTKS
Buka Data Simpanan Bank Pekerja
Kasus Bansos di DKI Jakarta yang menggelitik termasuk kasus-kasus orang kaya menerima Bansos dan penerima Bansos dari Pemda juga merupakan orang yang sama sebagai penerima Bansos dari Kemensos serta banyak orang yang berhak tetapi tidak menerima Bansos. Selain itu, sangat mungkin juga orang yang sama tersebut juga menerima Bansos yang berasal dari swadaya masyarakat.Â
Kasus-kasus tersebut bukan saja terjadi di wilayah DKI Jakarta. Penulis yakin itu terjadi di banyak dan bahkan mungkin hampir, jika tidak seluruh, wilayah Indonesia.Â
Kasus tersebut bersumber dari pola normal penetapan para penerima Bansos berbasis DTKS. DTKS ini sangat tidak cocok di tengah kondisi virus Corona saat ini. Alternatif yang diusulkan adalah merujuk ke data simpanan bank para pekerja.
Para pekerja yang memiliki deposito berjangka tentu saja harus dikeluarkan dari daftar penerima Bansos. NIlai deposito berjangka ini biasanya minimal Rp100 juta dan jika memiliki deposito berjangka biasanya saldo tabungan bank juga cukup tinggi.
Saldo tabungan banyak orang yang kena PHK atau dirumahkan jelas jeblok. Sebagian, sangat mungkin tinggal beberapa juta rupiah saja dan tidak akan mencukupi untuk biaya hidup hingga beberapa bulan ke depan apalagi hingga akhir tahun. Orang-orang inilah yang harus masuk jaring Bantuan Sosial Corona 2020. Kemudian, baru bisa diadakan pembagian distribusi beban antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Sektor Informal dan UMKM