Celah Nilep Suara di KPU Kecamatan (PPK)
Modus operandi celah nilep suara di PPK tidak jauh berbeda dengan yang ada di TPS. Ada dua faktor yang mendukung konklusi ini. Pertama, Faktor jumlah saksi yang lebih terbatas sebab hanya saksi DPD, yang biasanya hanya mewakili beberapa Caleg DPD dari 36 atau lebih Caleg DPD, dan saksi-saksi Paslon PPWP serta saksi-saksi Parpol peserta Pemilu saja yang diizinkan hadir pada Rekapitulasi Suara di PPK. Orang awam sangat terseleksi sekali untuk mendapat izin di PPK ini.Â
Kedua, rekapitulasi TPS (Model DAA1 Plano) hanya merujuk ke dokumen TPS C1 hologram. Dokumen C1 Plano tidak digunakan sama sekali. (Pasal 18 PKPU No. 4/2019). Dengan kata lain, PPK tidak melakukan validasi C1 hologram. Secara lebih umum dan dalam perspektif Control Management, KPU tidak menyiapkan pengawasan melekat (built in control) dalam proses pengumpulan, perhitungan, dan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu.Â
Dengan demikian, dapat kita simpulkan memang betul ada celah untuk berkongkalikong, melakukan persengkongkolan jahat, PPK dan Saksi/Timses DPD pada tahap Rekapitulasi suara di PPK. Dalam hal celah-celah tersebut memang dimanfaatkan, maka para "pemain"itu demi keamanan dan penghematan biaya cenderung melakukan bauran atau kombinasi lapak tempat bermain. Sebagian mereka lakukan di TPS, sebagian di PPK, dan mungkin sebagian yang lain di jenjang KPU yang lebih tinggi.
PEMILU LEGISLATIF DPR/DPRD
Penulis dapat juga membuktikan potensi kongkalikong Pileg DPR/DPRD. Tapi, itu untuk kesempatan lain dalam hal artikel yang sekarang cukup banyak yang klik. Â
PENUTUP
Pemilu Pilpres dapat dipercaya. Pemilu legislatif, wabil khusus Pileg DPD, hampir mustahil dapat dipercaya. Hal yang serupa berlaku untuk Pileg DPR/DPRD. KPU tidak menyiapkan pengawasan melekat (built in control) dalam rangkaian kegiatan pengumpulan, penghitungan, dan rekapitulasi suara dalam Pemilu 2019.
Artikel terkait
(1) Paradoks Jokowi 4.0 dan Dedigitalisasi Pemilu 2019, klik disini