Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bandit Bergentayangan di Pemilu 2019

29 Maret 2019   17:38 Diperbarui: 30 Maret 2019   12:39 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay & KPU. Dokpri

Kita mulai dulu dengan mengangkat kasus Pileg DPD Jawa Barat 2014. Lihat ini adalah perolehan suara Top 10 dari 36 orang caleg DPD Jabar 2014. Mengingat kuota DPD setiap provinsi adalah sama empat orang (lima untuk 2019), maka Caleg DPD yang terpilih adalah Caleg no urut 1 s/d 4 pada tabel dibawa ini. Oni, Eni, Aceng, dan Ayi melaju ke Senayan di Pileg DPD 2014.

dokpri
dokpri

Katakan saja biaya "Halal" untuk memperoleh satu suara, door to door, Caleg DPD itu bukan rupiah 300 ribu, 200 ribu, atau, 100 ribu, melainkan cukup dengan 20 ribu perak saja. Dengan tarif Rp20.000 itu, maka Caleg DPD perlu merogoh kocek antara 20 hingga 40 miliar rupiah! 

Persengkongkolan haram 

Jalan "halal" untuk mengumpulkan dan mengamankan suara Caleg, wabil khusus, Caleg DPD, sangat-sangat mahal. Ada yang lebih murah dan terjangkau?  Penulis kira, ada saja, atau, sebagian besar jika tidak hampir seluruhnya, Caleg DPD yang berjustifikasi bahwa "haram" boleh lah sebab jika terdesak Insha Allah halal. Coba kita lihat potensi alternatif Insha Allah "halal"tersebut. 

Biaya yang perlu dikeluarkan Caleg DPD tersebut adalah biaya jika langsung terjun ke masyarakat. Caleg dan/atau Timses nya langsung bertemu dengan pemilih. Sekarang coba kita lihat potensi Caleg bermain "diatas." Potensi bermain di TPS, dan/atau di KPU Kecamatan, dan/atau di KPU Kabupaten/Kota. Semakin keatas bermain nya semakin rendah jumlah uang "haram" yang perlu digelontorkan tetapi semakin tinggi risiko gagal.

Celah Nilep Suara di TPS

Biasanya pengunjung TPS masih bersemangat dan seru pada saat pembukaan kertas dan perhitungan suara di papan tulis. Momen ketika kertas suara dibuka dan ditulis pada formulir C1 Plano yang ditempelkan di papan tulis. Namun, mereka biasanya jarang, jika ada, menyaksikan pekerjaan Sekretaris TPS dan para saksi membuat salinan hasil suara dari formulir C1 Plano ke formulir Sertifikat Hasil Perhitungan Suara; Formulir C1 hologram dan tidak berhologram. 

Sumber: PKPU No. 3/2019. Dokpri
Sumber: PKPU No. 3/2019. Dokpri

 Disini celah nilep suara itu. Sekretaris TPS dan para saksi memiliki celah kongkalikong, bersengkongkol, untuk membuat Sertifikat itu yang memenangkan Caleg DPD tertentu. Lebih-lebih ini didukung sedikitnya saksi DPD yang hadir. Dari 36 Caleg DPD, untuk kasus Jabar 2014, penulis yakin, hanya beberapa orang saja yang hadir di suatu TPS. Ingat ada 800.000 TPS Dapil DPD Jabar. Lebih jauh lagi, yang ditempelkan di papan pengumuman TPS selama tujuh hari hanya salinan Sertifikat Hasil Penghitungan Perolehan Suara (salinan C1 tidak berhologram).

Dokumen ini hanya satu hari diumumkan di desa/kelurahan. Dokumen C1 Plano tidak diumumkan jadi publik tidak bisa membandingkan hasil suara asli (C1 Plano) dengan salinan nya (C1 DPD, untuk jenis Pemilu ini). (Pasal 61 angka (1) dan angka (2) PKPU No. 3/2019). Klik disini  untuk akses PKPU itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun