"Kita balik aja yuk" ajak Bening. Menurutnya, akan lebih aman bila kami kembali. Meskipun harus menuruni hutan yang curam dan licin, setidaknya di sana kami masih berada dalam kawasan Tahura. Jika kami melanjutkan perjalanan menuju tebing, kami melewati jalan kampung di luar kawasan Tahura. Itu berarti keselamatan kami sudah di luar tanggung jawab pengelola Tahura. Hal itulah yang mendasari keyakinan Bening untuk kembali. Sebaliknya, saya cenderung memilih untuk lanjut.
"Kalau kita lanjut, setidaknya kita bisa berteduh di halaman rumah orang kalau nanti hujannya tambah deras. Tapi kalau balik, udah turunannya licin, gaada orang, terus kalau hujan kita gak punya tempat berteduh." begini pertimbangan saya melihat hujan mulai turun. Singkat cerita, kami sepakat untuk kembali ke kawasan Tahura. Belum keluar dari perkampungan, kami berpapasan dengan Ibu-ibu tadi.
"Yah Ibu ini nggak ngelarang ya. Gapapa kalau Neng berani. Bukannya apa-apa, Ibu ini khawatir banget kalau kalian balik lagi, cewek-cewek cuma berdua loh. Udah, lanjut aja ke Tebing. Tinggal deket lagi sampai di pangkalan ojek kok."Â tegas sang ibu melihat gelagat kami yang masih ingin kembali. Demi mematuhi nasihat penduduk lokal dan menghindarkan diri dari kualat oleh omongan orang tua, kami menurut. Ternyata benar, letak pangkalan ojek tak jauh dari perkampungan tadi meskipun harus melewati jalan sepi yang awalnya kami rasa mengkhawatirkan. Sampai di sana, kami diliputi satu kegalauan lagi.
"Tarifnya itu Neng, udah tertulis. Ke tebing pp 50.000 satu orang. Kalau ke bawah (ke loket Tahura) 50.000 juga. Kalau mau jalan ya terserah, tapi jaranya 3 kilo Neng." seorang tukang ojek mendekati kami. Menurut google maps, jarak menuju tebing hanya 1,7 kilometer. "Satu motor deh bertiga, saya kasih 80.000." tawar si Bapak melihat gelagat kami yang tak rela merogoh kocek.
"80.000 tapi nanti dianternya sampai bawah gimana Pak?" saya mencoba menawar dan berhasil. Tarif yang seharusnya Rp200.000 untuk menuju tebing lalu diantar kembali ke loket bawah berhasil kami dapatkan seharga Rp80.000,00. Setelah dijalani, ternyata jalannya lumayan jauh dan curam jika ditempuh dengan berjalan kaki. Worth it lah untuk milih naik ojek. Lalu sampailah kami.
Akhir kata....
Demikianlah petualangan saya di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Saya sangat puas dan bahagia telah menemukan tempat ini, lain daripada wisata yang lain. Dekat dengan alam, penuh petualangan, dan jauh dari orang-orang zaman digital yang mengantre tempat untuk berswafoto.Â