Cerita ini tentang saya dan ketiga adik saya.
Saya hidup dengan ketujuh saudara saya, dua orang kakak laki-laki, satu orang kakak perempuan, dan 3 orang adik perempuan. Kehidupan yang kami jalani bisa dibilang penggambaran dari pepatah, 'hidup bagaikan naik wahana roller coaster'. Namun, kali ini saya akan menceritakan tentang gaya belajar ketiga adik saya.
Dalam keluarga, pasti ada anak yang pintar dan kurang pintar. Tapi, menurut saya tidak ada anak yang bodoh di dunia ini, mereka hanya tidak bisa menunjukkan kemampuannya di bidang yang dia mampu.
 Begitupun dengan saya dan ketiga adik saya. Kami memiliki kepribadian dan kemauan belajar yang sangat berbeda. Sementara, tuntutan hidup untuk memenuhi kualifikasi kerja hanya bisa dibuktikan melalui nilai-nilai yang tertera di rapot.Â
Mau tidak mau, kita harus memenuhi kualifikasi agar bisa menyambung hidup walau hanya cukup untuk membeli beras dan beberapa potong tempe.
Sekilas tentang kami,Â
Saya adalah seorang yang tidak pintar, tapi saya memiliki kemauan untuk belajar. Seingat saya saat sekolah dulu, saya bisa mudah memahami pelajaran selain, matematika, bahasa inggris dan arab, serta olahraga. Namun, hasil UN saya terbilang sangat memuaskan untuk kategori tidak mampu memahami matematika dan bahasa inggris.Â
Hal itu, dikarenakan kemauan dan ketakutan yang mendorong saya untuk mengulang apa yang saya pelajari. Meskipun seperti robot, setidaknya kemampuan matematika dan bahasa inggris saya memenuhi kualifikasi nilai sempurna saat itu. Kalau sekarang, jangan coba-coba memberikan soal matematika pada saya, dijamin semua hanya tersisa rumus perkalian atau penjumlahan sederhana, hehehe.
Berbeda dengan adik pertama saya, sebut saja namanya Sisi. Sejak sekolah dasar adik saya yang satu ini memang lemah dalam pelajaran. Ia susah mencerna setiap pelajaran yang dia terima. Ditambah lagi, Sisi memiliki masalah less confident atau kurang percaya diri.Â
Hal ini semakin mempersulit perkembangan belajar Sisi. Setiap tahun, mama selalu khawatir, pertanyaan yang sama muncul,'apakah Sisi naik kelas?'. Maklum saja, Sisi selalu menjadi salah satu murid peringkat terakhir dikelas. Bahkan, ia pernah menjadi korban bully oleh teman-temannya.
Namun, siapa sangka Sisi memiliki bakat terpendam yang selalu ia lakukan untuk meluapkan emosinya. Marah, sedih, senang, khawatir semuanya ia tuangkan melalui gambar. Sisi sangat pintar menggunakan tanggannya untuk menggambar sketsa wajah, membuat tokoh anime, melukis pemandangan atau objek lainnya.
Saya kenal betul bagaimana sulitnya memahami pelajaran yang benar-benar tidak bisa diserap. Saat itu, saya menginisiasi diri saya dengan cara menggunakan catatan berwarna dan bagan rumus untuk matematika.Â
Saya mencoba untuk melogikan semua rumus dengan jalan cerita saya sendiri. Mungkin karena sejak dulu saya suka membaca dan menulis, sehingga otak saya lebih mudah menerima hal-hal yang bisa dilogikakan dan di imajinasikan.
Hal itu saya terapkan pada adik saya Sisi. Saya ingat betul kata-kata ini,"gak masalah kamu gak pinter , belajar itu susah jadi cari cara biar kamu gampang nalarnya, kalau kamu lebih suka gambar, coba jadiin pelajaran kamu itu objek gambar," ujarku saat obrolan malam dengan Sisi.
"lah mbak, gimana bisa matematika dijadiin gambar?", jawab Sisi polos
"iya yak," saya mencoba merenungkan kembali caranya
"kamu kan suka komik, coba jadiin pelajaran-pelajaran yang susah jadi komik," saranku malam itu.
Karena saat itu saya sedang bersekolah di luar kota, saya tidak tahu bagaimana Sisi melewati masa SMPnya. Namun, hal mengejutkan terjadi, bahkan kami tidak mempercayainya.Â
Semua keluarga memandang kejadian itu adalah keajaiban untuk Sisi. Ya, Sisi berhasil mendapat peringkat 7 dikelas. Saat itu, kami benar-benar bersyukur dan kagum.
Suatu hari kami mengobrol, dan iseng menanyakan bagaimana dia mampu meraih peringkat 7 dikelas. Tanpa disangka, Sisi menjawab jika ia membuat komik di beberapa mata pelajaran yang sulit ia mengerti.Â
Saat itu, saya merasa bangga dan terharu akan perjuangan dan kemauan Sisi untuk merubah keyakinannya dan percaya bahwa ia mampu jika mau. Sejak itu, saya dan kakak saya berpikir kalau Sisi memiliki bakat di bidang seni. Akhirnya ia masuk sekolah kejuruan animasi.
Disana, Sisi mulai menemukan kepercayaan dirinya. Ia selalu semangat menceritakan tentang pelajaran dan kegiatannya di sekolah. Ditambah lagi, Sisi tidak lagi jadi korban bully temannya.Â
Ia berhasil menemukan sahabat-sahabat terbaiknya bahkan mereka masih berhubungan hingga sekarang. Â Kehidupan Sisi di sekolah animasi sangat sibuk.Â
Ia aktif dalam organisasi pramuk dan osis, sehingga menyita banyak waktu dan tenaga . Ditambah beban mata pelajaran yang dua kali lebih banyak, dimana ia harus menerima pelajaran wajib dan pelajara animasi disaat bersamaan. Sehingga, tidak ada waktu bagi Sisi untuk menerapkan metode belajar yang ia gemari.
Malangnya, nilai matematika UN Sisi anjlok saat SMK, saat itu ia kembali mengalami less confident. Sangat sulit menumbuhkan kepercayaan diri seorang anak, karena didalam diri mereka bergumul masalah yang tidak pernah dimengerti orang dewasa.Â
Saya dan kakak saya mencoba yang terbaik untuk mengembalikan kepercayaan diri Sisi. Menarik dia keluar dari pintu rumah dan tertawa dengan bangga atas apa yang ia capai. Sederhana keinginan kami, kami hanya ingin Sisi bahagia.
butuh waktu dua tahun untuk meyakinkan Sisi bahwa ia bukanlah anak yang bodoh dan tidak berguna. Waktu ini adalah akumulasi dari sekian banyak masalah yang terjadi dan mempengaruhi mental Sisi. Namun, pelan tapi pasti Sisi mulai mau melangkah keluar rumah.Â
Awalnya, kami hanya meminta ia untuk menemani keponakan kami yang sekolah Paud. Hingga akhirnya, kita bisa membujuknya untuk meneruskan kuliah di jurusan PG PAUD.
 Hari ini Sisi selalu tersenyum menceritakan bagaimana muridnya memanggil namanya, tertawa bersamanya, hingga menangis di hadapannya.
 Sisi juga sering mengeluh tentang mata kuliah yang sulit di mengerti. Saat itu, saya bilang," gak masalah nilai kamu jelek, kamu lulusnya lama, atau apalah, yang penting kamu seneng jalaninnya."
Mungkin banyak orang yang mengalami kisah yang sama, namun saya hanya ingin menyelipkan pesan bahwa sangat sulit menumbuhkah rasa percaya diri pada seorang anak.Â
Keterpurukan mereka pasti terasa menyakitkan bagi orang disekitarnya. Cerita ini semoga bermanfaat, lanjut tulisan berikutnya ya saya akan menceritakan bagaimana cara belajar adik kedua saya Mimi.
Note: semua nama yang tertera adalah samaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H