Aku duduk terpaku. Ada apa semua ini? Kenapa semua terlalu rumit untuk diterima? Aku mencoba memahami apa yang baru saja kudengar.
"Maaf, saya ke toilet sebentar. Permisi," kataku lalu berjalan cepat menuju toilet.
Semakin kuberjalan mendekat, semakin bisa Aku merasakan  perasaan Ayu saat itu. Aku tahu pertanyaan yang baru  kuterima itu berlabu ke orang yang salah. Aku menyatukan kedua telapak tenganku dan kutempelkan ke ujung bibirku, berharap mereka mengerti saat situasi seperti ini.Pertanyaan itu bukan menjadi pilihan untuk dipertanyakan.Iya, hidup adalah pilihan, pikirku.Dan sekarang Ayu memilih, untuk tidak menerima pertanyaan itu saat ini.
Mereka tak perlu memahami alasan di balik pilihan Ayu.Pergi ataupun ditinggalkan Ayu sudah ikhlas menerimanya.Aku tak pernah tahu jika yang lebih menyakitkan bukan menghadapi kematian melainkan menghadapi kehidupan.Kenyataan menjadi lebih sulit untuk diterima nalar.
Entah sudah berapa lama Aku berdiam di depan cermin toilet rumah ini. Aku pandangi tatapan wajah yang tak bisa kudeskripsikan itu, lalu berusaha untuk menghindari tatapanya. Padangan yang ada di depanku, menuntun ingatanku kembali sepuluh tahun lalu  saat usiaku tigabelas, saat Aku dan Ayu belum bertemu, dan belum menjadi sahabat seperti sekarang.  Hari itu saudaraku menceritakan samar-samar tentang keberadaan Ibu.Ibu bak rabai ditelan bumi.
Ada yang bilang masih sendiri. Ada yang bilang ia menikah lagi. Aku tak peduli.Aku masih menganggap itu pilihan terbodoh yang pernah mereka lakukan.Kuterangi mata yang sering menerangi langkahku dengan air mengalir dari wasstafel toilet itu.Aku kembali menatap cermin yang ada dihadapanku, berusaha menenangkan diri, berusaha menerima dan berusaha mengenal situasi baru ini.Tidak ada gunanya lagi aku menyesalin keputusan mereka dan tak ada gunanya lagi Ayu membenci pertanyaan itu, pikirku.
Aku saat ini tak bisa mengubah situasi, tetapi saat inilah Aku ditantang untuk merubah diri sendiri.Diri ini tak berubah dengan waktu, lantas berubah oleh pilihan.Aku selalu diberi pilihan oleh-Nya.Saat ini Aku memilih membiarkan perasaan itu tetap terpendam di hati.Atau suatu saat Aku menyatakan perasaan ini kepada seseorang yang membuatku jatuh hati.
Bersama rintik hujan dan segelas thai tea yang berada di genggaman tangan kananku. Aku memandangi gadis diseberang itu untuk kesekian kalinya dengan helaan napas panjang.Tiba-tiba dari belakang punggungku terdengar cukup keras dan cukup jelas untuk membuyarkan pandangan dan lamunanku.
" kamu kenapa?"
"..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H