[caption caption="."][/caption]
Melihat perseteruan antara Taksi dan Komunitas Grab rasanya membuat saya tergelitik untuk menulis artikel ini. Pertama-tama saya ingin berterima kasih kepada teman saya yang telah menemani saya mencoba layanan jasa Go-jek, selamat membaca.
Siang terik hari itu, matahari berada tepat diatas kepala kami. Supir Go-jek datang 5 menit setelah teman saya meng-order Go-jek. Sang supir Go-jek menyodorkan helm dan masker. Ini adalah kali pertama saya menggunakan jasa Go-jek karena saya biasanya pergi kemana-mana dengan kendaraan sendiri. Dari Jalan Agung Utara, kami pergi ke Mangga Dua Square dengan ongkos Rp12.000,00. Bukan ongkos yang besar dengan jarak yang lumayan jauh dan macet.
Jujur saya tidak pernah ditawari ingin memakai masker atau tidak kalau naik ojek biasa. Tapi bukan tentang pakai masker atau tidak pakai masker yang saya ingin bahas, tentang kenapa Go-jek dan Grab tidak boleh dihapus. Sekarang saya akan share tentang pengalaman saya naik ojek.
Saya pulang sekolah sore itu, saya bersekolah di Jalan Kran Raya no. 7 dan rumah saya berada di Jalan Agung Utara. Saya tunggu di depan gerbang sekolah hampir 20 menit, kemudian saya memanggil ojek. Ongkos pulang ke rumah Rp25.000,00 dan dengan sedikit nego, saya akhirnya pulang dengan ongkos Rp20.000,00.
Oke, maaf, saya terdengar sangat membela layanan aplikasi online. Lalu maaf sekali lagi, saya kan hanya murid SMA yang uang jajannya sedikit, jadi dalam konteks tema ini saya akan berpihak pada layanan aplikasi online. Dibawah ini adalah alasan mengapa layanan aplikasi online sebaiknya tidak dihapus.
1. Semua orang punya Smartphone sekarang
Dimana-mana orang memencet layar sentuh ponsel mereka. Di mall, di warung, sedang mengantre ATM, bahkan petani sekarang mulai menggunakan smartphone sebagai “toko jualan” mereka. Saya yakin pembaca pun memiliki smartphone.
2. Waktu yang dapat dihemat
Menunggu 20 menit untuk pulang dari sekolah membuat saya kewalahan. Dengan Go-jek, waktu dapat kita amati dari “Map” yang telah disediakan dari layanan aplikasi online tersebut. Kita juga dapat membatalkan order-an jika supir terlalu jauh dari lokasi penjemput-an.
3. Ongkos bersahabat dengan kantong
Berapa banyak uang yang harus saya keluarkan untuk ongkos pulang dari sekolah setiap minggu jika misalkan rumah saya berada di Mangga Dua Square? Macet, jauh pula. Dalam seminggu, perbedaan ongkosnya sudah dapat saya gunakan untuk membeli segelas kopi Starbucks ukuran grande. Uggh!
4. Harganya tidak akan berubah ketika sudah pencet “Order”
Saya “gendek banget” ketika pulang dari Mall Kelapa Gading menggunakan jasa taksi. Supir taksi tersebut seakan-akan membuat saya keliling jakarta agar argo menjadi mahal! Saya harus mengeluarkan kantong yang cukup dalam hanya agar dapat pulang ke rumah! Lain cerita ketika saya menggunakan jasa Grab Car, saya meng-order Grab Car dari sekolah menuju Kebun Raya Ragunan. Saya dan teman memang terjebak macet, tapi harga yang sudah disepakati tidak berubah!
5. Dia yang datang! bukan kita yang datang!
Pernahkah anda mengejar-ngejar Kopaja dan akhirnya tertinggal? Atau harus menunggu Kopaja hingga penuh dan akhirnya jalan? Yep, benar sekali. Sekarang ada aplikasi online keren ini dan anda tidak perlu lagi berlari-lari mengejar kendaraan umum. Kita tinggal duduk saja di rumah, atau mungkin santai dulu di sekolah, ketika supir sudah datang, supir akan menelepon kita. Benar-benar seperti supir sendiri! J
6. Kita bisa pilih mobil
Ketika itu saya dan teman meng-order Grab Car, dan kami jadi sempat pilih-pilih mobil (lho..) kami memilih mobil Kijang Innova. Saya dan teman-teman saya totalnya 7 orang dan kami semua berangkat dengan mobil tersebut.
7. Supir yang ramah
Mendapat supir Grab Car yang mempromosikan makanan adalah hal yang paling menye-nangkan. Saya dan teman pernah sekali ditawari kue lapis jualannya gratis. Kami pun makan kue sambil mendengar lagu Hot Billboard. Seru!
Ke-7 alasan tersebut adalah yang saya amati dari teman-teman, orang lain, dan saya. Menurut opini saya, layanan aplikasi online ini sangat berguna bagi banyak kalangan, apalagi murid SMA seperti saya yang kalau kemana-mana susah beudd.. Lalu kenapa sih supir taksi dan supir ojek marah ketika layanan aplikasi online ini mulai menjamur? Alasannya lainnya bisa dibilang yang ada di atas paragraf ini,
Alasan lain yang bisa ktia tebak adalah karena layanan aplikasi online tersebut merebut pelanggan.
Kalau ojek masih marah-marah karena lihat “Si Supir Jaket Ijo” datang, rasanya mau saya bilangin: “Uang saya dikit bang! Makanya kalau ngojek harganya murah aja!” Tapi benarkan? Saya juga mau nabung dongg.. kalau ada yang lebih murah kenapa enggak? Oke, maaf.
Ongkos “Si Supir Jaket Ijo” lebih murah karena mereka dapat gaji lagi dari pusat, kalau ojek biasa kan tidak, itu kenapa ojek lebih mahal. Terus kenapa sampai pasang spanduk besar “GO-JEK DILARANG MASUK” begitu? Ya, sudah tahu mereka merebut pelanggan, masih saja diiklankan Go-jek-nya, memang orang Indonesia pada dasarnya berhati baik.
Kita sebagai warga Jakarta harus mengerti mengapa layanan aplikasi online ini dapat menggantikan taksi ataupun ojek dalam jangka waktu singkat maupun lama. Pertama, warga Jakarta lebih banyak yang punya kendaraan pribadi daripada yang menggunakan angkutan umum. Hal ini tidak dapat disembunyikan lagi.
Berbeda halnya di negara seperti Jepang, disana, harga parkir mobil selama 24 jam mencapai JPY 3.600 kalau dikurskan ke rupiah menjadi Rp388.000,00 (boombastis.com). Murid pun dilarang membawa motor, mereka hanya diperbolehkan membawa sepeda, itu kenapa taksi dan kendaraan umum beroperasi lancar.
Nah kalau di Indonesia, harga parkir jadi hal sepele, malah kadang-kadang tidak perlu bayar parkir kalau cuman makan di empetan jalan raya. Makanya ketika layanan aplikasi online lahir langsung menjadi trend.
Menurut opini saya, kita harus mendukung adanya layanan aplikasi online ini karena layanan aplikasi ini menerima siapa saja yang memenuhi syarat untuk menjadi bagian dari mereka alias lapangan pekerjaan tanpa batas. Bekerja menjadi supir layanan aplikasi online juga dapat menjadi Part Time-Jobs: bisa dilakukan di waktu senggang! Jadi, daripada ribut dengan anggota aplikasi online, kenapa tidak menjadi salah satu anggotanya aja?
Tapi ingat kata Pak Jokowi, harus ditata!
Tulis pendapat anda tentang konflik yang terjadi diantara Taksi dan Uber di komentar!
Penulis: Julia Corinne
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H