Mohon tunggu...
Alliya Helmi Anggraini
Alliya Helmi Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa semester 4 di salah satu universitas Islam yang ada di Surakarta. Saya memiliki ketertarikan yang cukup tinggi dalam hal menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Hukum Perdata Islam Indonesia: Hukum Perkawinan Beserta Ruang Lingkupnya

26 Maret 2023   19:48 Diperbarui: 26 Maret 2023   19:56 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan wanita hamil ialah seseorang wanita yang hamil sebelum dilangsungkannya akad nikah, kemudian dinikahi oleh preia yang menghamilinya. Terkait hal ini perkawinan wanita hamil karena zina dibedakan menjadi perkawinan wanita hamil karena zina dengan laki-laki yang menghamilinya dan perkawinan wanita hamil dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Adapun pendapat ulama terkait hal tersebut :

  • Mazhab maliki, menurut madzhab maliki perkawinan wanita hamil itu diperbolehkan  yang mana hal ini didasarkan pada ketentuan Qs. An -Nur ayat 3.  
  • Imam Hanafi dan Imam Syafi'i. menurut kedua imam mazhab ini wanita yang hamil karena zina diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan  laki-laki yang tidak menghamilinya. Namun terdapat perbedaan pendapat diantara keduanya, menurut Imam Hanafi ketika perkawinan wanita hamil sudah dilangsungkan , antara dia dengan suaminya dilarang untuk melakukan hubungan suami istri. Sedangkan menurut Syafi'I diantara dia dan suaminya diperbolehkan untuk melakukan hubungan suami istri.

Selain para ulama, di dalam Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mengenai perkawinan wanita hamil. Permasalahan wanita hamil dalam Kompilasi Hukum Islam secara khusus diatur dalam Bb VIII pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Adapun isinya yaitu :

  • Wanita hamil diluar nikah dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
  • Pernikahan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa harus menunggu terlebih dahulu  kelahiran anaknya.
  • Dengan dilangsungkannya pernikahan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandung tersebut lahir.

Pernyataan pada ayat (1) tersebut dapat ditafsirkan bahwasannya wanita yang hamil diluar nikah juga dapat dinikahkan dengan laki-laki yang tidak menghamilinya.

Dengan demikian menurut pendapat para ulama dan Kompilasi Hukum Islam perkawinan wanita hamil itu diperbolehkan baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Tujuan dari kebolehan untuk menikahi wanita hamil bertujuan untuk meringankan beban dari wanita hamil tersebut baik beban psikologis maupun beban materi. 

Seorang wanita yang hamil diluar nikah tentunya akan mendapatkan banyak celaan dari orang disekitarnya, yang mana hal tersebut sangat berbahaya bagi kondisi mental wanita tersebut. Kondisi mental yang kurang baik sangat berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan wanita dan anak yang dikandungnya oleh sebab itu dengan dinikahkannya wanita yang hamil diluar nikah diharapkan dapat membantu proses pemulihan dari kondisi mental yang buruk. 

Kemudian perkawinan wanita hamil juga diharapkan dapat meringankan beban materiil yang ditanggung oleh pihak wanita, tentunya biaya persalinan dan biaya hidup anak yang dikandungnya tidak sedikit. Dengan adanya figure suami maka diharapkan dapat meringankan tanggungan tersebut. Jadi perkawinan wanita hamil diperbolehkan dengan tujuan untuk melindungi wanita dan anak.

Yang perlu dilakukan untuk menghindari perceraian

Kita tahu bahwasaannya Allah tidak melarang adanya perceraian dalam perkawinan namun Allah Swt membenci akan hal tersebut. Oleh sebab itu kita diminta untuk menghindari perceraian dalam hubungan perkawinan, hal yang dapat kita lakukan untuk terhindar dari hal tersebut adalah mempersiapkan pernikahan dengan matang. 

Persiapan pernikahan yang matang ini meliputi hal umur, umur memang hanyalah angka namun hal sederhana itu sangat berpengaruh bagi keberlangsungan kehidupan rumah tangga yang akan dijalani oleh kedua mempelai. Kematangan umur akan menentukan seberapa tepat pasangan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul dalam hubungan perkawinan. 

Menikah di usia muda memang tidak dilarang akan tetapi kondisi psikis seseorang di umur yang masih relatif muda berada pada status labil dan masih sulit untuk menahan ego pribadi. Kelabilan dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga tentunya tidak akan berdampak baik bagi kehidupan pernikahan, selain itu ego yang masih besar cenderung akan menjadikan pasangan sulit untuk menahan emosi yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.

Selain umur, persiapan pernikahan yang perlu diperhatikan yaitu finansial. Sebagai manusia tentunya kita harus berpikir secara realistis, dalam menjalani kehidupan kita memerlukan materi untuk dapat bertahan hidup. Sama dengan kehidupan pernikahan, dalam menjalani pernikahan kita juga memerlukan bekal materi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun