Untuk kedua kalinya panggilan itu membuyarkan ingatan Mbah Trimah. Tidak ada jawaban. Asih masuk ke dalam rumah membawakan rukuh dan sajadah. Asih duduk bersimpuh di belakang Mbah Trimah yang tampak sedang mengusap kedua telapak tangan keriputnya sehingga menutupi wajah. Asih menunggu Mbah Trimah yang sedang berdoa kepada sang Kuasa. Hari ini wetone Simbah. Asih seperti tak sabar ingin segera memberikan kado untuk Mbah Trimah berupa sepasang rukuh dan sajadah. Sajadah dan rukuh memang menjadi pakaian kebesaran Mbah Trimah. Ia jarang sekali mengenakan wewangian, gelang, kalung, alas kaki, atau baju yang menjuntai hingga ke tanah. Apalagi saat Lebaran.
    Kedua telapak tangan Mbah Trimah masih terus terdiam tak bergerak menutupi wajah. Rukuhnya masih menggelayut menutup seluruh tubuhnya. Sebuah sajadah cokelat tua terhampar rapi di hadapannya. Di atasnya sebuah kitab suci masih dalam keadaan terbuka. Hening. Tak ada suara.
"Mbah,"
     Kampung Ngaren, Jumat Pahing. Maret 1901 -- Agustus 1998. Trimah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H