Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Labirin

2 Maret 2022   07:33 Diperbarui: 2 Maret 2022   07:36 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        "Kreek ...!"

        Mbah Trimah membuka pintu rumahnya yang usianya hampir sama dengan dirinya. Suaminya, Mbah Pardi, dulu adalah seorang perangkat desa. Mbah Pardi dikenal sebagai orator ulung. Saat ada tamu dari kecamatan, atau Kabupaten, biasanya Pak Lurah akan meminta Mbah Pardi untuk menjadi pendampingnya. Mbah Pardi punya kelebihan mengenali karakter seseorang.

       Ada kalanya orang kecamatan itu datang untuk pura-pura melihat kondisi jalanan Kampung Ngaren. Kemudian orang kecamatan itu akan menggelar rapat besar mengundang perangkat-perangkat desa untuk menyampaikan impian-impiannya. Ada kalanya pula orang-orang kabupaten itu datang untuk mengisi sambutan di acara pengajian Mauludan di Kampung Ngaren.

        "Bapak-bapak, sebentar lagi ada pemilu, kita harus pintar dan pandai memilih pemimpin. Jangan asal pilih. Pilih yang bisa memberi manfaat untuk Kampung Kita. Nanti tolong pilih Pak Marsun ya Bapak-bapak. Pak Marsun sudah siapkan Rp50.000,00 untuk setiap KK."

        "Den, apakah uang itu dari Pak Marsun? Pak Marsun dapat uangnya dari mana?", tanya Mbah Pardi.

        Jika sudah seperti ini, Mbah Pardilah yang paling kritis. Para tamu atau pejabat itu akhirnya kadang pulang dengan sumpah serapah, sebagian lagi dengan senyuman. Kampung Ngaren memang dikenal sulit untuk "dimasuki" oleh para penguasa dan pemilik modal. Warga Kampung Ngaren sangat menghormati ulama mereka secara turun-temurun.

Mbah Trimah hanya bisa pasrah menuruti kemauan Sugeng. Tidak banyak yang bisa dilakukannya, terlebih dengan usianya yang renta, selain menuruti kemauan Sugeng. Hampir sepuluh kali Sugeng ganti motor hanya dalam hitungan kurang dari lima tahun. Masih mending kalau gantinya karena rusak. Sugeng ganti motor karena menuruti gengsi.

"Mbah, uang muka atau cash?" tanya Parji, petugas dealer yang menangani penjualan motor Sugeng. Parji sudah tahu persis jika motor itu tak akan bertahan lama di tangan Sugeng.

"Kalo uang muka berapa?" tanya Mbah Trimah.

"Empat, Mbah," tukas Parji.

Mbah Trimah mengeluarkan beberapa lembar uang warna merah dari balik kembennya. Sementara Sugeng sudah nongkrong di samping motor yang akan dibawa oleh petugas dealer ke rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun