Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sugeng

2 Maret 2022   05:15 Diperbarui: 2 Maret 2022   05:20 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Mbah, niki jadahipun, didahar.”

        “Iya, Nduk, kamu sudah mandi?”

        “Sampun, Mbah.”

        “Bapak ... wis?”

        Asih hanya terdiam. Wajahnya tertunduk sambil menggeser letak poci yang baru saja dibawanya. Kain baju atasnya tampak basah. Mbah Trimah melihat bekas luka yang ada di pelipis kiri Asih. Mbah Trimah memahami persis arti gerak tubuh Asih.

        “Sing sabar ya, Nduk.”

        “Nggih, Mbah.”

        “Genduk pergi dulu ya, Mbah.”

        “Klambimu, Nduk.”

        Mbah Trimah memandang lekat-lekat gerak Asih. Asih kemudian meraih punggung jemari tangan Mbah Trimah, mendekatkannya ke kedua bibirnya dan menciumnya. Asih lalu beringsut pergi masuk ke dalam rumah untuk mengganti bajunya.

        Bagi Mbah Trimah, Asih tampak lebih dewasa dibandingkan dengan teman sebaya seusia di kampungnya. Ia lahir saat ibunya masih dalam perjalanan menuju Puskesmas Panti Waluyo. Seperti ibunya, Asih tumbuh mewarisi kesabaran, kasih sayang, dan semangat pantang menyerah ibunya. Menjadi sebuah berkah saat ibunya memberi nama yang terbaik untuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun