Sebelum masa puasa manusia disibukkan dengan berbagai urusan "duniawi" yang dapat memperburuk relasi dengan Tuhan dan juga dengan dirinya sendiri.Â
Jadi berpuasa adalah saat dimana manusia sejenak berhenti dari perbuatan-perbuatan yang menghalangi dia untuk menemukan dirinya yang sesungguhnya. Dengan mengenal dirinya sendiri manusia dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama, serta alam semesta.
Dewasa ini banyak sekali kerusakan lingkungan yang merupakan ulah manusia. Hutan dibakar, pohon ditebang dan tanpa ada usaha untuk menanam kembali.Â
Jalur sungai dikuasai oleh manusia dan dijadikan sebagai lahan permukiman warga. Perilaku buruk manusia yang membuang sampah sembarangan pada akhirnya menimbulkan polusi udara, dan lain-lain. Banyak sekali contoh yang dapat kita jumpai dimana manusia harus bertanggung jawab atas segala kerusakan alam yang terjadi selama ini.Â
Manusia dengan rakus mengeksplorasi alam demi meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa ada usaha untuk memulihkan, dan merawat alam agar keseimbangannya tetap terjaga.Â
Semoga dari berbagai kejadian bencana alam akhir-akhir ini menyadarkan manusia bahwa kita harus berbenah selagi masih diberi waktu, demikian kata penyanyi Ebiet G Ade.
Perilaku manusia yang memperkosa alam demi mendapat keuntungan yang banyak merupakan dosa ekologis. Alam diberikan Tuhan kepada manusia agar manusia dapat hidup dan memuliakan Allah.Â
Merusak alam sama saja mengingkari kemahakuasaan Allah yang menjadikan alam untuk manusia. Jadi manusia harus bertobat secara ekologis. Manusia harus merawat kembali alam yang telah rusak.
Satu hal yang juga sangat penting dan harus diutarakan disini. Puasa tidak hanya memiliki dimensi personal manusia dengan Tuhan tetapi juga mempunyai dimensi sosial.Â
Manusia melalui dimensi sosial menyadari bahwa ia tidak dapat hidup tanpa campur tangan orang lain. Kehadiran seorang pribadi berkaitan erat dengan kehadiran orang lain.Â
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali masalah-masalah yang muncul karena kesalahpahaman dan miskomunikasi. Tidak jarang bahwa kesalahpahaman tersebut seringkali melahirkan konflik besar, bahkan berujung pada kekerasan.