Mohon tunggu...
Devi Nur
Devi Nur Mohon Tunggu... Freelancer - Jangan bosan menulis, membaca dan mendengarkan.

Terima kasih sudah menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Mendapatkan Jawaban yang Menimbulkan Pertanyaan

4 Februari 2021   01:50 Diperbarui: 4 Februari 2021   02:05 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku Mendapatkan Jawaban yang Menimbulkan Pertanyaan

Hubungan kita sudah berakhir sejak November tahun 2018 lalu. Di hari Selasa malam Rabu setelah senja menghilang kita berdua membicarakan hal-hal yang lebih serius. Semuanya terjadi karena sebelumnya firasatku sudah mulai bicara. Akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri semuanya padahal April 2019 nanti tepat 2 tahun hubungan kita. 

Desember akhir tahun 2018 aku mencoba meluluhkan hatinya lagi. Mencoba mengingatkan apa saja yang sudah dia janjikan padaku dahulu. Ingin hidup bersama satu atap dan segala rencana lainnya kemudian semuanya sirna. Keputusannya teetap sama, tidak mau kembali lagi dan mengikuti saran Ayahnya.

Selama satu minggu lamanya kita masih berhubungan baik, setiap hari berkirim pesan. Seperti biasanya, seperti kita dahulu ketika masih menjalin hubungan. Kepalaku mulai timbul berbagai pertanyaan. Dia benar-benar sudah melepasku atau belum? Sebenarnya dia masih ingin bersamaku atau tidak? Kenapa masih sering dan hampir setiap hari menghubungiku? Kenapa masih meminta perhatian dariku? Dan kenapa jika aku tak membalas pesannya, dia selalu mempertanyakan? Kenapa dia melakukan itu semua?

Bagiku, jika sudah selesai ya sudah mari berteman seperti pertama kali bertamu. Mari berkirim pesan layaknya seorang teman yang tidak mempertanyakan kenapa tidak segera membalas. Aku mulai mengambil langkah supaya semuanya benar-benar berakhir. Kuhapus nomornya dari kontak ponselku dan semuanya kembali normal. Sudah mulai sibuk dengan kuliah, organisasi, mengajar les dan bekerja freelancer. Kini dirinya sudah nyaman di negeri orang, lebih fokus pada apa yang disarankan orang tuanya. Anak laki-laki yang penurut.

**

Sekitar pertengahan tahun 2020 dia datang kembali. Namun, sebelum itu firasatku mengenai dirinya tiba-tiba lewat dan benar saja dia menghubungiku lagi dengan alih-alih mengecek apakah nomorku masih aktif atau tidak. Untuk lebih memastikan kutanyakan lagi dan memang benar itu dirinya. Kepalaku mulai berisik. Kenapa semua firasatku mengenai dia selalu benar? Tidak sengaja menghadirkan dia dalam ingatan kemudian terjadi? Ini sebuah takdir atau memang sudah digariskan oleh Tuhan?

Kita kembali akrab dan kusimpan lagi nomornya. Kukira sudah berubah menjadi lebih baik dan lebih dewasa, tetapi tidak. Masih sama seperti yang kukenal dulu, berlagak seperti orang dewasa dengan segala omong kosongnya dan masih mencari perhatian dariku. Namun, seburuk-buruknya manusia pasti ada sisi baiknya. Dia selalu mengingatkanku untuk segera tidur sebab aku yang tidak bisa tertidur sebelum subuh tiba. Hampir seminggu lamanya seperti itu hingga menjadi pengingatku dan sebagai teman di malam-malam yang sunyi.

"Jangan begadang, nanti kamu sakit. Cepat tidur."

Sesederhana itu, tetapi membuatku nyaman. Entah kenapa mudah sekali baper jika dengan dirinya dan jika dengan laki-laki lain terasa biasa saja. Mudah sekali aku termakan oleh ucapannya, padahal sudah tahu dia hanya mencoba menyenangkanku melalui omong kosongnya. Sampai pada akhirnya kutanyakan hal-hal serius padanya supaya tidak ada kesalahpahaman.

"Kenapa marah jika aku dekat dengan cowok lain, Mas?

"Karena kamu milikku."                                                     

"Lalu kamu anggap apa aku sekarang?"

"Harus dengan status ya?"

"Bukan begitu. Biar semuanya jelas, kamu anggap aku ini sebagai apa? Kenapa kamu berlagak seperti dulu lagi? Aku sudah mati-matian move on dan sekarang kamu kembali lagi?"

"Kamu special."

"Special apa?"

"Kamu istimewa dan kamu milikku."

Aku tahu sebenarnya kamu hanya menyenangkan hatiku sebentar saja, supaya aku percaya dengan semua ucapanmu. Tidak bisakah kamu berkata jujur jika memang sudah tidak ada perasaan? Jujur saja apa adanya dan tidak perlu berbohong. Supaya aku bisa pergi dengan tenang tanpa banyak pertanyaan yang muncul di kepala.

"Tolong bantu aku berubah ya?"

"Serius kamu mau berubah, Mas?"

"Iya beneran."

"Serius?"

"Iya serius."

"Sama aku serius?"

Aku memberanikan diri untuk mengatakan kalimat itu meskipun hanya berupa text dan balasannya cukup lama. Mungkin berpikir, jawaban apa yang cocok dan tidak menyakitiku.

"Hahaha enggak usah bingung jawabnya gimana, Mas. Aku cuma bercanda kok, tenang aja."

Padahal aku ingin sekali membaca jawabannya.

"Aku cuma ingin fokus bekerja, membahagiakan orang tua dan punya rumah sendiri. Aku nggak mau terlalu mikirin hal kayak gitu."

"Iya aku tau."

"Jujur, aku sudah mati rasa."

Deg. Ini jawaban dari semua pertanyaan yang selalu bermunculan di kepalaku. Hanya dalam satu tarikan napas semuanya sudah jelas. Dia memang hanya mengucapkan dari mulut, bukan dari hati. Aku mencoba menerima kenyataan. Jatuh, bersusah payah untuk bangkit lagi, diterbangkan lagi kemudian dijatuhkan oleh orang yang sama. Kuucapkan sumpah serapah pada diri sendiri. Bodoh sekali aku ini, mudah percaya dengan seseorang yang sudah jelas tidak akan pernah kembali. Bodoh sekali, kenapa harus menanggapinya dengan hati bukan dengan otak.

Kenapa begitu mudah terkecoh dengan ucapannya yang semu? Kenapa mudah sekali tergoda dengan rayuannya? Sedangkan dengan laki-laki lain mataku terasa gelap dan buta. Sebenarnya aku ini kenapa? Kenapa Tuhan harus mempertemukan aku dengannya? Manusia macam apa dia yang berani-beraninya tinggal di bumi?

Hari-hari berikutnya kita menjadi diam lagi. Diam, diam dan diam sampai entah kapan. Aku tidak tahan, aku sayang diriku sendiri dan tidak mau disakiti oleh orang yang sama untuk kesekian kalinya. Lagi, aku menghapus nomornya pada pukul 1 siang di depan minimarket dekat rumah ketika meunggu seorang teman membayar belanja online-nya. Tidak lupa kuhapus chat-nya, hanya membuat sakit hati dan video call yang hanya dilakukan kurang dari 30 menit. Ini lebih baik daripada aku harus melihat wajahnya, rasanya ingin kugampar dengan tongkat kasti. Terkadang aku juga berpikir, kenapa Tuhan tetap memberikan hidup yang nyaman untuk manusia seperti dia. Manusia yang asal bicara tanpa mau tanggup jawab dengan segala ucapannya. Laki-laki pengecut.

Sudah hampir seminggu setelah aku menghapus nomornya dan dia tidak menghubungiku lagi. Itu tandanya memang sudah benar-benar berakhir. Semuanya sudah selesai sejak hari itu. Tidak ada lagi reminder supaya segera tidur dan ucapan, "Semangat.", "Jaga kesehatan.", "Jangan lupa makan.", "Tidur, udah malam.", "Jangan begadang nanti kamu sakit.", "Gimana? Udah mendingan?" Sekarang yang menjadi reminder adalah diriku sendiri bukan siapapun apalagi dirinya.

Hanya ingin berpesan. Semoga kamu disana baik-baik, aku masih mencoba memaafkanmu. Aku selalu percaya, sejahat apapun seorang manusia pasti ada sisi baiknya. Terima kasih juga sudah membuatku tidak takut dengan kucing dan sekarang aku mempunyai 5 ekor kucing di rumah. Induknya satu dan 4 ekor anak kucing yang kesemuanya betina.

Jaga kesehatan dan jangan lupa ibadah. Jika tahun 2021 ini kamu akan pulang, semoga sampai di rumah dengan selamat dan semuanya baik-baik saja. Sampai jumpa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun