Kenyataan dan bayang-bayang buruk yang membayangi APP mau tidak mau akan mempengaruhi target realisasi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. Â Karena selain pemerintah dalam hal ini Kementrian LingkunganHidup dan Kehutanan, pihak swasta menjadi mitra tersebar pemerintah dalam melaksanakan pembangunan hutan yang sudah terlanjur rusak.
Gagalnya pemerintah menerapkan sanksi pidana secara maksimal kepada pelaku kejahatan lingkungan akan membuat perusahaan yang selama ini masih memanfaatkan kelemahan kontrol pemerintah dan rendahnya hukuman oleh aparat hukum memiliki waktu untuk terus menerus melakukan upaya yang sama.
Mengapa hal ini bisa terjadi? kesalahan didepan mata dan terang benderang saja masih bisa lolos dari jerat hukum? karena penegak hukum dan terhukum sudah tidak ada bedanya lagi. Â Penegak hukum membengkokkan hukum demi"sesuatu" sementara terhukum membengkokkan hukum karena memberi "sesuatu". Klop sudah dan hutan masih akan terus merasa sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan.Â
Sumber :
- Sinarharapan.co
- REDD+ Readiness Preparation Proposal (R-PP), pada bulan mei 2009, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), menerbitkan laporan yang berkaitan dengan Kondisi Hutan Indonesia dan Emisi Karbon.
- REDD+ Strategy, pada bulan Juni 2012
- National Climate Strategies & Plans, 2nd Nasional Comunications
- Emission Reductions Program Idea Note (ER-PIN),
- Presidential Regulation 61: National Action Plan for GHG Emissions Reductions (RAN-GRK) (2011)
- Forest Investment Program (FIP)Global Environment Facility (GEF)wn
- Lembaran Fakta yang diterbirkan oleh Walhi, JIkalahari dan WBH dan Publikasi APP
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H