[caption caption="Tri Rismaharini (saat itu Wali Kota Surabaya), ketika menerima Piala Adipura Kencana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/3/2013)."][/caption]Mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, terpilih sebagai penerima Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) tahun 2015, membuktikan bahwa pemimpin yang berasal dari daerah berani menantang struktur pemerintahan yang terkenal korup sekaligus memberikan harapan perbaikan tata kelola pemerintahan dimasa yang akan datang.
Ketiga Dewan Juri,  terdiri dari Endy M. Bayuni (wartawan senior), Luky Djani  (aktivis/akademisi), dan Zainal A. Mochtar (ahli hukum tata negara),  telah memutuskan untuk memberikan anugerah BHACA 2015 kepada Tri Rismaharini, Walikota Surabaya periode 2010-2015 dan Yoyok Riyo Sudibyo, Bupati Batang, periode 2012-2017. Â
Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menjamin pelaksanaan Otonomi daerah dan kemudian diikuti dengan pilkada langsung sejak tahun 2005, para putra/i daerah yang berprestasi berpeluang besar menjadi pemimpin didaerahnya masing-masing. Tri Rismaharini dan Yoyok Riyo Sudibyo, adalah dua dari sekian banyak pemimpin daerah yang berprestasi setelah pelaksanaan otonomi daerah dan pilkada langsung.
Terpilihkan kedua pemimpin daerah yang bebas dari perkara korupsi, memberikan harapan bahwa tata kelola pemrintahan tidak selamanya harus berkompromi dengan politik bagi-bagi uang dan bagi-bagi kue basi politik kekuasaan yang cenderung korup. Dan kita menyaksikan antusiasnya masyarakat dalam sebuah kota/kabupaten ketika mereka mendapati pemimpin yang bersih dan amanah, bahkan masyarakat rela mempertaruhkan dirinya sebagai benteng untuk melindungi pemimpinnya dari gangguan tangan-tangan rakus uang dan kekuasaan.
PROFIL SINGKAT
Tri Rismaharini (Walikota Surabaya-Jatim, 2010-2015)
Sejak tahun 2002, sebagai Kepala Bagian Bina Program Pembangunan Pemkot Surabaya, Tri Rismaharini memulai e-procurement (lelang pengadaan barang elektronik), tujuannya lelang berjalan secara transparan tanpa korupsi.
Menjadi Walikota Surabaya pada tahun 2010, menghasilkan terobosan berupa Sistem Surabaya Single Window untuk perizinan, Pelaporan, Pembuatan Akta Kelahiran dan Akta Kematian Online. Sistem e-government diterapkan diseluruh sektor agar mudah melakukan kontrol, mencegah praktik suap dan korupsi. Dari hasil penerapan system ini Pemkot Surabaya diperkirakan menghemat Rp. 600 miliar sampai Rp. 800 miliar tiap tahunnya.
Risma juga membuat kesepakatan dengan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam berbagi database yang dapat mempermudah pengelolaan dan penghitungan pajak di kota Surabaya, termasuk untuk mengecek perusahaan-perusahaan di Surabaya yang menghindari pajak.
Layanan kesehatan dan pendidikan diberikan gratis untuk warga Surabaya. Dalam kasus Kebun Binatang Surabaya, Risma langsung meminta KPK untuk turun tangan memeriksa penyelewengan yang dilakukan oleh pengurus kebun binatang.
Selain memberikan hukuman, Risma banyak memberikan penghargaan baik di tingkat RT/RW ataupun kelurahan dan kecamatan. Diantaranya Pahlawan Ekonomi untuk PKL dan Ibu RT, membuat peringkat RT/RW/ Keluarahan/Kecamatan terbersih, dan memberikah Gender Award kepada kelurahan dan kecamatan yang melaksanakan anggaran yang sadar gender.  Surabaya di tangan Risma menjadi kota yang cantik , tertata dan bersih, bersih fisik dan bersih tatakelola pemerintahan tanpa korupsi.