Perubahan akses miras ini menarik kiranya untuk dibahas. Akses miras diperketat karena tekanan dari pemerintah tentunya. Namun, tekanan pemerintah yang datang baru-baru ini tidaklah timbul begitu saja. Bahkan kupikir ini bukanlah jasa pemerintah sepenuhnya. Ada banyak aspek yang menyebabkan gebrakan ini terjadi seperti; Struktur, Budaya, dan Agensi. NamunÂ
Morphogenesis (Margaret S Archer)
Margaret S Archer, seorang sosiolog asal Britania Raya, mengungkapkan bahwa tidak ada struktur yang merubah dirinya sendiri, atau budaya yang merubah dirinya sendiri (Archer, Social Morphogenesis, 2013; Hlm 30). Artinya, perubahan tidak akan bisa dipahami jika hanya dilihat dari satu sisi. Archer merupakan sosiolog dengan paradigma Critical Realism yang mengkritik analisis Anthony Giddens yaitu Strukturasi.
Morphogenesis merupakan meta-teori yang dikemukakan oleh Archer dalam menganalisis perubahan. Berbeda dengan Strukturasi yang hanya melihat dari struktur-agen, Morphogenesis melibatkan struktur-agen serta culture-agen secara bersamaan. Perubahan tercipta karena Agen berinteraksi dengan pemerintah sekaligus dengan budaya yang sudah tertanam.
Baiknya kita menelusuri penjelasan Morphogenesis secara perlahan. Ada tiga pola utama yang mempengaruhi perubahan; Condition -- Interaction -- Elaboration (Archer 2013; Hlm 7).
Dalam mengamati sebuah perubahan, perlu kiranya memahami formasi yang terdapat pada tatanan sosial. Kehidupan sosial terdiri dari dua struktur besar yakni Subjective Makro (Budaya) dan Objective Makro (Struktur Sosial/pemerintah). Budaya dan struktur sosial berkontribusi bagi tindakan yang dilakukan oleh Agensi (Kumbara 2023; Hlm 202).
Archer membedakan antara struktur budaya dan struktur pemerintah. Baginya, Individu tidak sepenuhnya kreatif (bertindak tanpa adanya pengaruh) seperti apa yang dikemukakan oleh Giddens. Tindakan individu akan dipengaruhi oleh kekuatan external, entah itu budaya atau struktur masyarakat. Simpelnya, individu bisa saja termotivasi oleh budaya dan struktur untuk melakukan sesuatu dan mendorong adanya perubahan (Archer, 2013; Hlm 26).
Kita semua tahu bahwa gebrakan "Darurat Miras" merupakan follow up dari tindakan sebelumnya, atau ramainya tuntutan miras pada demonstrasi. Demonstrasi adalah tindakan, dan yang terlibat adalah agensi. Â Tekanan yang muncul dari pemerintah bisa disebut sebagai impuls dari tindakan yang dilakukan agensi.
Demontstrasi tidak hanya didorong oleh kasus penusukan sebelumnya, terdapat pengaruh nilai dari agama. Demonstrasi ini tidak murni karena subjektivitas agen-agen demonstran yang terlibat. Agama Islam berperan penting dalam melarang peredaran miras, sehingga individu-individu sangat sensitif terhadap miras karena diharamkan. Apalagi jika memperhatikan betapa intensifnya interaksi kaum santri dengan nilai agama yang merepresentsikan kebudayaan kaum muslim (Cultural-interaction). Sedangkan demonstrasi itu sendiri menjadi mediator komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Aparat bereaksi dengan tuntutan dan membuat sebuah gebrakan memberantas peredaran miras. Pola yang satu ini dikategorikan sebagai structural interaction.Â
Cultural-interaction dan structural-interaction memicu "Elaborasi" berupa diburunya toko-toko miras. Sulit untuk membayangkan bahwa Elaborasi ini hanyalah inisiasi dari salah pihak. Jika hanya pemerintah atau agama semata, keduanya akan menghadapi berbagai friksi. Oleh karena itu keberhasilan pemberantasan miras bergantung dari bagaimana struktur-culture-agen bekerja.