Bauman banyak mencurahkan pemikirannya dalam mengamati gejala-gejala yang timbul dari masyarakat modern. Menurutnya, Manusia modern adalah perencana dan perancang yang tidak hanya memiliki pandangan mengenai bagaimana dunia mesti dipahami, tetapi juga penguasa berbagai alat untuk mencapai pemahaman itu.Â
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan akal budi menjadi 'dewa-dewa' baru (Bauman, Toward A Critical Sociology, 1979). Manusia modern memiliki rasionalitas yang membuatnya mampu memaksimalkan fungsi, baik dari pengetahuan atau teknologi, demi kepentingan yang ingin diraihnya.
 Rasionalitas menuntun manusia modern pada dimensi-dimensi transfaran, jelas, dan pasti. Untuk itu, modernitas melahirkan standar metoldologis dan bahkan menanamkan bentuk orientasi kehidupan secara universal. Kita bisa melihat bagaimana institusi-institusi modern di seluruh dunia menetapkan standar yang sama, misalkan standar nilai yang ditentukan oleh sekolah atau universitas (Institusi pendidikan), standar ijazah dalam mencari pekerjaan dan lain sebagainya.
Standar yang dibentuk oleh modernitas dalam istilah Zizekian disebut sebagai "the big other" (bisa dalam bentuk negara, ideologi, logika moral, Lembaga-lembaga dasar dalam masyarakat). Individu merefleksikan tindakannya dalam sorot pengaruh 'super ego' yang menandai meresapnya peran struktur.
Ketika peran struktur dengan standarnya masih dapat berpengaruh terhadap individu, maka membentuk pola kebiasaan dan sosiabilitas kelompok akan menjadi mudah. Itulah yang disebut sebagai "Modernitas Padat", dimana setiap individu secara umum memiliki kebiasaan, prioritas, dan kepentingan yang hampir sama. Hal ini membuat individu bertindak berdasarkan orientasi kelompok.
Sedangkan yang dimaksud dengan "Liquid Modernity" atau "Modernitas Cair" lebih merujuk kepada situasi pascamodernisme. Situasi pasca-modern memberikan dinamika baru yang cukup memberikan dampak pada kehidupan masyarakat. Ada dua hal yang membuat pasca-modern menciptakan Modernitas Cair, Pertama yakni kekecewaan, dan kedua adalah percepatan. (Bauman, Liquid Modernity, 2005)
Kekecewaan merujuk kepada kondisi dimana standar-standar yang ditentukan oleh struktur tidak memberikan kepastian lagi. Awalnya, standar metodologis dan orientasi lembaga modern secara optimis dipercayai memberikan hasil yang baik dan pasti. Misalkan, dulu ijazah sekolah masih bisa membantu seseorang mendapatkan perkerjaan yang layak, sehingga orang-orang menganggap bahwa sekolah dan kuliah adalah proses yang mesti dilalui demi karir yang baik. Namun saat ini, ijazah terkadang tidak menjamin pekerjaan dan kuliah tidak menjamin belajar.
Ketidak-pastian ini menjadi sebuah pertimbangan remaja-remaja saat ini dalam mendedikasikan dirinya pada suatu kebiasaan yang ditawarkan lembaga besar. Ketidak-pastian berarti tidak adanya bentuk pasti (cair).Â
Bagi teman-teman segenerasi saya, membaca buku belum tentu menjamin mereka mendapatkan pengetahuan yang baik dan berguna secara pragmatis. Justru yang lebih menjamin saat ini adalah mengembangkan skil-skil yang lebih praktis. Kebiasaan-kebiasaan lama tidak lagi dipercaya memberikan kepastian dalam hal apapun. (Bauman, 2005)
Termasuk juga kepercayaan generasi saya dalam mendedikasikan diri pada kegiatan organisasi. Oleh karena struktur lembaga telah gagal menjamin hasil, generasi saat ini kehilangan apa yang disebut di atas sebagai "The Big Other" atau "super ego".Â
Kemudian yang terjadi adalah atomisasi yang melahirkan individualisme. Anggapannya, dari pada mempercayai struktur besar atau organisasi lebih baik mendasari segala kegiatan berdasarkan kebutuhan masing-masing (kepentingan sendiri). Kepercayaan terhadap "super ego" diganti dengan fenomena "keterpusatan-aku".