Mohon tunggu...
Al Johan
Al Johan Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka jalan-jalan

Terus belajar mencatat apa yang bisa dilihat, didengar, dipikirkan dan dirasakan. Phone/WA/Telegram : 081281830467 Email : aljohan@mail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tiga Alasan Kenapa Saya Harus Pergi ke Bangkalan

25 Juli 2016   21:49 Diperbarui: 25 Juli 2016   22:05 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan pagi di Jembatan Suramadu (Dok Pribadi)

Selama beberapa hari ini saya mendapat tugas ke Surabaya. Karena hari Ahad (24/7/2016) kemarin kegiatan dinas off, maka saya gunakan waktu kosong tersebut untuk jalan-jalan. Kali ini saya memilih Bangkalan sebagai tempat tujuan.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa saya harus ke kota tersebut. Pertama saya ingin melihat Jembatan Suramadu, yang diresmikan oleh Presiden SBY pada tahun 2009. Jembatan yang terbentang di atas Selat Madura ini mempunyai panjang 5.438 m. Hingga saat ini tercatat sebagai jembatan terpanjang di Indonesia.

Kedua, saya ingin berziarah ke makam Syaikhona Kholil Bangkalan. Kyai Kholil merupakan salah satu gurunya para ulama di Indonesia, santrinya antara lain termasuk KH Hasyim Asyarie, pendiri NU, dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Ketiga, saya ingin mencicipi kuliner bebek Sinjay langsung di tempat asalnya. Beberapa hari yang lalu, saya juga sempat menikmati kuliner ini di Suarabaya. Saya masih penasara. Di tempat kelahirannya di Bangkalan rasanya pasti lebih jos..

Karena tiga alasan tersebut, maka kemarin saya sudah bersiap pagi-pagi. Alat transportasi pertama yang saya gunakan adalah naik Gojek dari tempat saya menginap sampai ke bibir Jembatan Madura. Karena ponsel saya tidak ada aplikasi Gojek, maka saya meminjam ponsel teman saya. Aplikasi Gojek tidak bisa diinstal di ponsel saya yang bersistem operasi Windows. Saya sudah coba pakai Line sebagaimana yang disarankan di beberapa tulisan, ternyata juga belum bisa.

Sekitar setengah jam kemudian, ojek yang membawa saya sudah sampai ke ke Jembatan Suramadu. Saya turun di bibir selat dan sempat mengambil beberapa foto. Ada beberapa view bagus. Sayang di beberapa sudut kelihatan kumuh. Ini salah satu penyakit tempat wisata di Indonesia dimana-mana. Masyarakat nampaknya masih kurang peduli dengan keasrian dan kebersihan tempat wisata.

Pemandangan pagi di Jembatan Suramadu (Dok Pribadi)
Pemandangan pagi di Jembatan Suramadu (Dok Pribadi)
Tujuan pertama sudah selesai. Saya kemudian melanjutkan perjalanan ke Bangkalan. Setelah tanya sana-sini soal alat transportasi, akhirnya saya diberitahu agar menuju pintu gerbang tol. Saya harus menyetop bus AKAS di tempat tersebut. Setelah menunggu hampir satu jam, bus yang ditunggu baru datang. Saya langsung naik bus ekonomi tersebut dengan ongkos 10 ribu rupiah.

Jembatan Suramadu ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit. Kemudian bua terus melaju di jalanan beraspal mulus. Setelah sampai di Tangkel saya  turun karena bus akan melanjutkan jalan ke arah lain.

Tujuan pertama saya di Bangkalan adalah ke makam Syaikhona Kholil. Dari Tangkel sebenarnya ada angkutan langsung ke terminal Bangkalan. Untuk bisa sampai ke makam, dari terminal ke masih harus nyambung lagi naik becak atau ojek.

Saat saya berjalan, tiba-tiba ada tukang ojek yang menawari saya ke makam tersebut. Saya menolak karena ongkosnya cukup tinggi. Tak jauh dari tempat tersebut, saya bertemu dengan sepasang suami istri yang usianya sudah cukup tua sedang menjemur padi.

Sang suami, namanya Abdul Aziz, kemudian menawarkan dirinya untuk bisa mengantar saya dengan ongkos lebih murah. Kalau boleh, sebenarnya saya mau menyewa motornya saja. Tetapi karena belum kenal, dia tidak mau melepaskannya.

Saya langsung membonceng dia. Sepanjang jalan, dia banyak bercerita soal Bangkalan, soal Syeikhona yang sangat dihormati di Madura. Tak ketinggalan juga soal banyaknya ulama atau kyai terjun ke dunia politik. Bagi dia, kyai atau ulama itu ada maqomnya tersendiri. Jika mereka sudah terjun ke dunia politik, maka umat akan kehilangan pemandunya.

Lumayan juga wawasan Pak Abdul Aziz ini. Orangnya juga menyenangkan. Orang Madura memang sangat egaliter, rasa humornya juga tinggi. Kita goda-goda sedikit juga tidak akan marah.

Cuma  ketika saya memanggil namanya dengan Ra Abdul Aziz,  dia menolak keras, "Sampeyan jangan memanggil begitu. Tidak kuat saya membawanya." Ra adalah panggilan orang Madura untuk putra.Kyai atau Ulama. Orang Jawa Timur lainnya seperti di Jombang atau Kediri, biasa memanggil putra kyai dengan sebutan Gus.

Kira-kira setengah jam dibonceng Pak Abdul Aziz, akhirnya kami sampai ke sebuah masjid besar dengan halaman cukup luas. Di belakang masjid ini Syaikhona Kholil dimakamkan. Masjid ini juga diberi nama yang sama, yaitu Masjid Shaikhona Kholil Bangkalan.

Meskipun masih pagi, komplek tersebut sudah mulai ramai dikunjungi peziarah. Setelah melaksanakan shalat tahiyatul masjid dan dhuha, saya kemudian membaca surat Yasin untuk hadiah pada almarhum.

Setelah selesai, saya kemudian keluar masjid dan mengambil beberapa foto di tempat tersebut. Saya cari lagi Pak Abdul Aziz. Dia tadi mau menunggu saya, asal jangan terlalu lama. Dalam perjalanan balik perbincangan kami tambah seru, termasuk soal ramuan Madura. Dia kemudian menunjukkan sebuah toko jamu jika saya memang berminat. Beli tidak ya ?

Dua tujuan perjalanan saya selesai. Masih ada satu lagi rencana yang harus dilakukan, yaitu berburu kuliner. Ketika berangkat saya berencana mampir ke rumah makan bebek Sinjay. Tetapi dalam perjalanan saya membaca review kuliner bebek yang lain, yaitu bebek Songkem. Ada plus minus tentang kedua jenis masakan bebek tersebut.

Bebek Songkep, dagingnya empuk, bumbu merasuk
Bebek Songkep, dagingnya empuk, bumbu merasuk
Saya harus memilih salah satu di antara keduanya. Bebek Sinjay sudah saya cicipi beberapa hari lalu, sementara bebek Songkem belum. Demi asas keadilan, kali ini saya memilih bebek Songkem, kebetulan letak rumah makannya yang paling dekat adalah bebek Songkem. Itulah yang saya pilih. Rasanya tetap lezat khas bebek Madura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun