Selama beberapa hari ini saya mendapat tugas ke Surabaya. Karena hari Ahad (24/7/2016) kemarin kegiatan dinas off, maka saya gunakan waktu kosong tersebut untuk jalan-jalan. Kali ini saya memilih Bangkalan sebagai tempat tujuan.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa saya harus ke kota tersebut. Pertama saya ingin melihat Jembatan Suramadu, yang diresmikan oleh Presiden SBY pada tahun 2009. Jembatan yang terbentang di atas Selat Madura ini mempunyai panjang 5.438 m. Hingga saat ini tercatat sebagai jembatan terpanjang di Indonesia.
Kedua, saya ingin berziarah ke makam Syaikhona Kholil Bangkalan. Kyai Kholil merupakan salah satu gurunya para ulama di Indonesia, santrinya antara lain termasuk KH Hasyim Asyarie, pendiri NU, dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Ketiga, saya ingin mencicipi kuliner bebek Sinjay langsung di tempat asalnya. Beberapa hari yang lalu, saya juga sempat menikmati kuliner ini di Suarabaya. Saya masih penasara. Di tempat kelahirannya di Bangkalan rasanya pasti lebih jos..
Karena tiga alasan tersebut, maka kemarin saya sudah bersiap pagi-pagi. Alat transportasi pertama yang saya gunakan adalah naik Gojek dari tempat saya menginap sampai ke bibir Jembatan Madura. Karena ponsel saya tidak ada aplikasi Gojek, maka saya meminjam ponsel teman saya. Aplikasi Gojek tidak bisa diinstal di ponsel saya yang bersistem operasi Windows. Saya sudah coba pakai Line sebagaimana yang disarankan di beberapa tulisan, ternyata juga belum bisa.
Sekitar setengah jam kemudian, ojek yang membawa saya sudah sampai ke ke Jembatan Suramadu. Saya turun di bibir selat dan sempat mengambil beberapa foto. Ada beberapa view bagus. Sayang di beberapa sudut kelihatan kumuh. Ini salah satu penyakit tempat wisata di Indonesia dimana-mana. Masyarakat nampaknya masih kurang peduli dengan keasrian dan kebersihan tempat wisata.
Jembatan Suramadu ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit. Kemudian bua terus melaju di jalanan beraspal mulus. Setelah sampai di Tangkel saya  turun karena bus akan melanjutkan jalan ke arah lain.
Tujuan pertama saya di Bangkalan adalah ke makam Syaikhona Kholil. Dari Tangkel sebenarnya ada angkutan langsung ke terminal Bangkalan. Untuk bisa sampai ke makam, dari terminal ke masih harus nyambung lagi naik becak atau ojek.
Saat saya berjalan, tiba-tiba ada tukang ojek yang menawari saya ke makam tersebut. Saya menolak karena ongkosnya cukup tinggi. Tak jauh dari tempat tersebut, saya bertemu dengan sepasang suami istri yang usianya sudah cukup tua sedang menjemur padi.
Sang suami, namanya Abdul Aziz, kemudian menawarkan dirinya untuk bisa mengantar saya dengan ongkos lebih murah. Kalau boleh, sebenarnya saya mau menyewa motornya saja. Tetapi karena belum kenal, dia tidak mau melepaskannya.