Mohon tunggu...
Aliyatun Niswah
Aliyatun Niswah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

Follow dan simak artikel selanjutnya

Selanjutnya

Tutup

Money

Sekelumit Persoalan Usaha Tani Bawang Merah di Indonesia

20 Juni 2020   11:04 Diperbarui: 20 Juni 2020   11:17 1865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi yang terjadi sekarang, banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan  sebagai lahan bangunan. Adanya alih fungsi lahan akan mengakibatkan penyusutan lahan para petani bawang merah, sedangkan lahan merupakan sumber daya modal utama yang dapat mendukung proses produksi pertanian. Luas lahan yang mengalami penurunan tentunya juga akan mempengaruhi produksi bawang merah. 

Upaya dalam mengatasi permasalahan penyusutan lahan bawang merah dapat dilakukan dengan cara pemantapan areal usahatani melalui penyusunan areal dalam pengembangan komoditas bawang merah, pengelompokkan lahan milik petani yang terpisah menjadi satu hamparan, dan menerapkan pola mekanisasi.

Berkurangnya lahan tanaman bawang merah dari tahun-ketahun disebabkan karena adanya penurunan minat para petani, hal tersebut terjadi karena para petani sering mengalami kerugian. Kerugian yang sering dialami menyebabkan para petani bawang merah memilih untuk beralih menanam komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Penyebab dari kerugian yang harus dialami petani, yaitu dikarenakan rendahnya harga bawang merah dipasaran. Rendahnya harga bawang merah yang merupakan alasan lain dari turunnya minat para petani. juga menjadi sebuah imbas dari adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan ekspor bawang.

Menurut Aldila dkk (2017), produksi bawang merah di Indonesia bersifat musiman seperti halnya dengan hasil pertanian lainnya. Produksi bawang merah akan berkurang di musim hujan dan akan melimpah di musim kemarau, sementara kebutuhan akan bawang merah hampir digunakan setiap hari sebagai bumbu pelengkap dapur bahkan pada hari-hari besar keagamaan permintaan bawang merah cenderung melonjak. 

Adanya produksi bawang yang semakin berkurang mengakibatkan kebutuhan bawang di luar musim panen banyak yang tidak dapat terpenuhi, begitupula sebaliknya ketika terjadi stok yang melimpah akibat panen yang berlebih mengakibatkan harga bawang ditingkat petani anjlok. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya keanjlokan harga yaitu dengan menerapkan kebijakan proteksi harga ditingkat petani. Proteksi harga ditingkat petani harus dilakukan demi menjaga kestabilan harga di dalam negeri sehingga masyarakat dapat menjangkaunya.

Dilansir dari laman bisnis.com (2/03/2020), "Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo mengatakan bahwa terjadinya penurunan harga produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Pada komoditas bawang merah, Jawa Timur mengalami surplus karena rata-rata konsumsi bawang merah mereka hanya sebesar 100.800 ton. Surplus pada tahun lalu mampu mencapai 306.212 ton, namun pada tahun ini diperkirakan hanya mengalami surplus sebesar 277.733 ton". Upaya untuk menangani surplus produksi bawang merah perlu dilakukan penyerapan bawang merah petani dengan mendorong industri lokal makanan  agar harga tetap stabil dipasaran dan tidak anjlok saat panen.

Harga penjualan bawang merah di tingkat petani idealnya berkisar antara Rp. 10.000-12.000/kg. Namun jika harga jual petani di bawah harga ideal, dapat dipastikan petani akan merugi dan tidak akan mendapatkan keuntungan sama sekali. Upaya yang harus dilakukan yaitu dengan menetapkan harga pembelian bawang merah untuk Bulog. 

Hal ini dapat meminimalisir kerugian petani. Tingkat resiko budidaya bawang merah sangat tinggi, karena bawang merah mempunyai sifat cepat membusuk jika tidak segera dilakukan penanganan. Hal yang mendukung adanya resiko tersebut yaitu petani sangat kekurangan modal dalam penyediaan tempat yang layak. Permasalahan tersebut dapat diatasi pemerintah dengan adanya fasilitas penunjangan jasa produksi pertanian seperti adanya penyediaan perkreditan, asuransi, penyediaan transportasi dan pergudangan. 

Perbedaan pola produksi dan permintaan pasar menyebabkan terjadinya gejolak harga pada waktu tertentu. Gejolak harga tersebut dapat berupa lonjakan kenaikan harga pada saat permintaan lebih tinggi. Begitupun sebaliknya, harga akan merosot pada saat pasokan lebih tinggi dari permintaan. 

Jika hal tersebut terus menerus terjadi, maka konsumen di kalangan menegah ke bawah tentu tidak akan mampu untuk membeli komoditi bawang merah dalam hal pemenuhan kebutuhan mereka. Pemerintah berencana akan melakukan upaya kebijakan impor. Hal yang melatarbelakangi dilakukannya kebijakan impor yaitu untuk menekan harga pasar agar semua kalangan masyarakat mampu membeli bawang merah. Namun, adanya kebijakan impor, juga akan mengancam keberlangsungan poduksi bawang merah.

Rencana pemerintah dengan dilakukannya kebijakan impor tentu saja akan menimbulkan pro dan konta baik itu ditingkat petani maupun ditingkat pemerintah sendiri. Jika impor diberlakukan maka akan menyebabkan petani mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah dan harga bawang merah nasional menjadi sangat anjlok. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus maka minat budidaya bawang merah akan semakin berkurang dan petani akan beralih ke tanaman lain yang mereka anggap lebih menguntungkan dan tidak banyak mengeluarkan modal serta tingkat resiko yang sangat kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun